Gugur Hujan..
Hujan telah meneteskan air matanya
Daun kering bertebaran itupun basah bersamanya
Pohon tak berdaun seakan mendadak lapuk dan tunduk
Bau hujan yang menyirami tanah pun tercium riuk..
Aku yang termenung senyummu
Tiba tiba menangis semu
Aku tak melihat lagi bayang2
Hanya ada kau yang terlihat semakin menghilang
Aku sudah tak tau lagi harus mencari kemana
Hutan dan lautan ku lewati
Setiap story dan pencarian ku sambangi
Hasilnya begitu nihil
Aku masih saja tetap menangis..
Masih saja begini..
Dalam kesunyian aku bertanya
Dalam hening aku menyapa
Dalam malam ku lantunkan doa
Mencari jawabanmu
Eh bukan mencari ketulusanmu..
Ah sudahlah biar saja..
Gugur..
Daun runtuh itupun terus basah bersamanya
Hujan terus meringik pilu atas luka darinya..
Diri ini mulai merana berkat darinya..
Rasa yang pernah di ujung tanduk..
Berbalik arah menunduk..
Apakah kau sudah lupa
Dimana senyummu yang ku sapa baik
Kini sikapmu berbalik meringik
Apakah kau sudah lupa
Atas kebahagiaan yang kita ciptakan
Lalu kau pergi meninggalkan kenangan
Begitu sunyi diri ini
Nada penging menguji diri
Kesal dan seolah geram terhadapmu
Namun semua mengalahkan cinta
Yang memekik hatiku
Aku gila atau memang bego
Begitu menikmati rasa yang hancur ini
Menikmati setiap rasa yang kau buat
Tanpa pertimbangan lukaÂ
Tanpa memikirkan hal duka
Cinta itu ku beri cuma cuma
Janji itu ku beri dalam bingkisan yang rapih
Namun kini kau minggir dan jauh menepih..
Yah puisiku jadi hancur
Akibat lukamu yang menjulur
Aku tak bisa berbuat apa apa
Hanya salam hatiku terakhir menyapa
Aku tak mengerti harus bagaimana
Hanya ucap terakhirku semoga kau bahagia..
Selamat jalan..
Bait arsipku..
Karena kita bait yang terangkum dalam waktu..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H