Mohon tunggu...
Tubagus Encep
Tubagus Encep Mohon Tunggu... profesional -

Asal Pandeglang, Kakek 1 Cucu, belajar mengajar di madrasah dan ingin terus belajar............E-mail: tebe.ncep@gmail.com, Twitter: @TebeNcep IG: tubagusencep

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jilbab Halal Zoya dan Sertifikasi MUI, Why Not?

6 Februari 2016   11:47 Diperbarui: 6 Februari 2016   14:18 822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="iklan Zoya yang menghebohkan (gambar: zoya.co.id) "][/caption]Munculnya iklan Zoya dengan jilbab halalnya memicu beragam reaksi nitizen, maka sudah dapat ditebak Zoya dan MUI menjadi sasaran pembulian di beragam medsos.

Niat baik Zoya untuk mensertifikasi halal produk diawali dari banyaknya konsumen dan pelanggannya yang mulai menyadari serta pentingnya menjauhkan diri dari hal-hal syubhat dan haram dalam kehidupannya. 

Harapan ini langsung disikapi oleh PT. Syafira Corporation dengan mengajukan sertifikasi Halal ke MUI dan memberikan edukasi ke pelanggan bahwa proses pencucian kain produk Zoya dilakukan dengan menggunakan emulsifer berbahan tumbuhan dan bukan bahan yang berasal dari gelatin babi. Inilah yang diklaim oleh Syafco lewat iklan halal yang kemudian geger di kalangan nitizen.

Bahwa produk halal milik Syafco yang diejawantahkan dengan bentuk iklan yang diterjemahkan oleh masyarakat seolah diluar jilbab Zoya adalah haram sejatinya hanyalah penafsiran yang boleh dilakukan oleh siapapun. 

Namun kesigapan Syafco dengan memproduksi busana, kosmetik dan produk lain miliknya dengan zat-zat yang menjauhkan diri dari bahan yang diharamkan bagi muslim selayaknya mendapatkan apresiasi.

Pada pemahaman penulis yang masih cetek dalam masalah agama, produk halal bagi kita selalu saja diidentikan dengan makanan padahal selayaknya barang lain mulai dari kosmetik, dan sesuatu yang tidak kita makan juga berasal dari bahan yang jauh dari unsur haram termasuk proses pembuatan busana kita. 

Bahwa ada pendapat dari kompasianer Esther Lima bahwa susahnya kita menghindarkan diri dari bahan yang mengandung babi saya sangat menyetujuinya, namun karena dia bukan muslim mungkin tidak paham bahwa upaya-upaya keras menghindarkan diri dari bahan atau zat yang mengandung bahan yang diharamkan bagi seorang muslim adalah sebuah bentuk ibadah yang bernilai reward tinggi dari Allah.

Maka kalau kemudian ada seorang muslim yang menganggap bahwa susahnya kita menghindarkan diri dari lingkaran makanan atau zat yang mengandung keharaman tanpa ada upaya berjuang keras menghindarinya itu adalah selemahnya iman.

Upaya dan komitmen Syafco melindungi konsumen dengan menghindarkan diri dari bahan yang terindikasikan haram di mata saya layak mendapat apresiasi agar perusahaan-perusahan sejenis terutama yang berkaitan dengan makanan harus lebih memperhatikan kebutuhan masyarakat muslim akan produk-produk halal. Jangan kalah dibandingkan negara luar yang muslimnya minoritas namun peduli terhadap kebutuhan muslim. 

MUI sendiri justru sangat bergembira terlepas dari cara marketing iklan Zoya dengan banyaknya kesadaran produsen untuk meminta sertifikat MUI yang tentu  saja melalui prosuder yang berlaku unruk meloloskan sertifikasi, dan bukan soal jual beli sertifikat yang selama ini ditudingkan masyarakat yang berpikiran negatif terhadap MUI.

Persoalan marketing lewat iklan yang menghebohkan tersebut saya pikir sah-sah saja dari strategi marketing tinggal bagaimana masyarakat kita yang konon kini lebih melek menyikapinya secara arif dan tidak berlebihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun