[caption id="attachment_384100" align="aligncenter" width="600" caption="Menggalang dana pada pengendara mobil (dokumen relawan)"]
Atau dengan bermodalkan dus air mineral ia juga tak pantang menyerah mengetuk hati pengendara mobil dan motor untuk menyumbang dana untuk kebutuhan biaya pengobatan pasien-pasiennya yang ia advokasi. Kendala biaya yang tidak semuanya masuk dalam tanggungan BPJS atau biaya hidup dalam masa pengobatan dan sejenisnya, menggerakan hatinya untuk mengetuk siapa saja dan di mana saja untuk terlibat dalam kegiatan sosialnya.
Widyaningsih Budihartanti (27 tahun) menampilkan #CitraCantikIndonesia bukan dalam balutan busana indah dan seabreg merek kosmetik lalu berjalan keliling mengitari mall mewah. Ia mempresentasikan kecantikan wanita Indonesia lewat terjun langsung ke pelosok desa membantu warga, mengadvokasi rakyat jelata serta membantu kesulitan mereka dengan semangat dan penuh dedikasi tinggi.
Perempuan yang biasa dipanggil sehari-hari Wiwit ini, mengejawantahkan semangat perempuan Indonesia dengan bergumul dalam misi kemanusiaan dan berani meninggalkan kebiasaan-kebiasaan perempuan seusianya yang asyik dengan dunianya sendiri. Ia terjun bahu membahu bersama relawan lainnya menembus sulitnya infrastruktur jalan di wilayah Banten, menuju lokasi bencana atau menyusuri rumah-rumah penduduk yang membutuhkan advokasinya.
Menjadi relawan baginya bukan sekedar ikut-ikutan atau gagah-gagahan, karena ternyata Wiwit sudah menekuni kegiatan sejak tahun 2012 dan kini telah mengakar serta mendarah daging baginya.
Bukan hal mudah bagi Wiwit untuk memulai sesuatu hal baru. Wiwit menyadari tidak ada karpet merah baginya ketika ia menjejakkan kaki pertama kali terjun dalam misi kemanusiaan tersebut.
[caption id="attachment_384101" align="aligncenter" width="600" caption="Bersama Eliyatul Ihlas pasien asal Carita - Pandeglang Penderita Arteriovenous malformation (AVM) tahun 2012 dan paska operasi kedua 2014 (dokumen Relawan)"]
Maka kalau suasana ruang kerja yang nyaman serta pendapatan rutin tetap yang didapat berani ia tinggalkan, semuanya karena ia merasakan kekayaan batin yang tak terhingga dari kegiatan sosial tersebut. "Kalau saya harus memilih antara kenyamanan hidup dan menghentikan menyusuri rumah-rumah miskin yang masih bertebaran di Banten, maka saya akan memilih meninggalkan kenyamanan itu demi masyarakat miskin Banten": tekadnya dengan mimik serius.
Sebuah tekad dan semangat yang terbukti dari sepak terjangnya membantu masyarakat yang tak tersentuh uluran tangan pemerintah hingga masuk ke pelosok yang ada di wilayah penulis, yang penulis sendiri dapat membayangkan betapa jauhnya perjalanan, rusaknya infrastruktur di mana penulis sendiri belum tentu sanggup melakukannya. Tapi bagi Wiwit inilah lahan perjuangannya.
Memulai tertarik dan mencemplungkan dirinya karena terinspirasi oleh adiknya Rully Agustyawan yang telah lebih dulu aktif dalam misi kemanusiaan membuat Wiwit ingin berbuat hal yang sama. Terlebih bila ia melihat wajah cerah dan kepuasan batin yang muncul setiap adiknya menyelesaikan tugas sosialnya, menguatkannya untuk melakukan hal serupa, "membagi asa untuk sesama".