Mohon tunggu...
wiezkf
wiezkf Mohon Tunggu... Human Resources - Open Observer

Pengamat bebas dengan imajinasi liar, penulis lepas yang tangannya sering nyasar ke keyboard, data analyst yang suka ngulik angka sampai mau minta cuti, reviewer jurnal bereputasi yang hobi debat sama teori!. Cukup dengan laptop, kopi, dan rasa ingin tahu, analisis data serta ulasan jurnal jadi petualangan epik penuh plot twist, di mana statistik sering menyerah bilang “Skip, aku nyerah!” 😂☕

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Etika dan Privasi dalam Tren Sharenting

30 Januari 2025   14:13 Diperbarui: 30 Januari 2025   20:21 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Bayi sedang riang dengan Camera Canon Eos (Pixabay/Pexel & modernseoul) 

Sharenting dan Masa Depan Privasi Digital: Sharenting merujuk pada kebiasaan orang tua dalam membagikan foto, video, atau informasi tentang anak mereka di media sosial seperti Facebook, Twitter (X), Instagram, TikTok atau Blogging media sosial lainnya. Aktivitas ini sering dilakukan sebagai cara untuk mengabadikan momen berharga atau berbagi perkembangan anak dengan keluarga dan teman-teman.

Apa Itu Sharenting?

Di era digital saat ini, semakin banyak orang tua yang membagikan momen pertumbuhan anak mereka di berbagai platform media sosial. Namun, apakah praktik ini (yang dikenal sebagai sharenting – kombinasi dari sharing dan parenting) benar-benar aman? Apa saja yang perlu diperhatikan sebelum membagikan foto dan informasi pribadi anak di dunia maya? 

Beberapa hal yang berkaitan dengan fenomena sharenting, risiko yang ditimbulkannya, serta cara aman untuk tetap berbagi tanpa membahayakan privasi anak, akan dibahas secara singkat dalam artikel sederhana ini. 

Seperti yang dijelaskan dalam prolog awal diatas, di mana masih banyak orang tua yang gemar mengunggah foto anak tanpa mempertimbangkan dampaknya di masa depan. Konten yang dibagikan hari ini mungkin akan tetap ada di internet selama bertahun-tahun dan dapat diakses oleh orang yang tidak dikenal. 

Bayangkan, bila seorang anak yang telah memiliki dokumentasi seperti foto atau videonya tersebar tanpa kontrol, bahkan kemungkinan bisa digunakan untuk hal-hal negatif seperti pencurian identitas atau eksploitasi digital.

Mengapa Orang Tua Melakukan Sharenting?

Berikut ini, terdapat beberapa hal yang menjelaskan alasan mengapa orang tua melakukan Sharenting:

  1. Dokumentasi Perkembangan Anak: Media sosial dijadikan sebagai album digital untuk menyimpan kenangan.
  2. Berbagi Kebahagiaan: Banyak orang tua ingin membagikan momen spesial kepada keluarga dan teman.
  3. Mencari Dukungan Komunitas: Bergabung dalam komunitas online dapat membantu orang tua mendapatkan saran dan dukungan dari sesama.

Seorang Ibu muda mengambil gambar bayinya menggunakan smartphone (Sumber: Getty Images/Unsplash+)
Seorang Ibu muda mengambil gambar bayinya menggunakan smartphone (Sumber: Getty Images/Unsplash+)

Risiko Sharenting bagi Anak

Meski terdengar menyenangkan, ada beberapa risiko yang harus diwaspadai sebelum membagikan informasi tentang anak secara daring:

  • Pelanggaran Privasi Anak: Saat orang tua membagikan foto atau informasi pribadi anak secara publik, anak kehilangan hak privasinya. Data yang tersebar di internet bisa digunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, bahkan tanpa sepengetahuan anak di masa depan.

  • Pencurian Identitas: Informasi yang tampaknya sepele seperti nama lengkap, tanggal lahir, atau lokasi dapat dimanfaatkan untuk pencurian identitas. Data anak yang tersebar di internet bisa digunakan dalam kasus penipuan atau kejahatan dunia maya lainnya.

  • Eksploitasi oleh Pihak yang Tidak Bertanggung Jawab: Foto anak yang diunggah ke media sosial bisa saja disalahgunakan oleh predator online. Ada kasus di mana foto anak digunakan untuk tujuan yang tidak etis atau bahkan dijual di situs gelap (dark web).

  • Risiko Geotagging dan Keamanan Fisik: Fitur geotagging pada foto bisa mengungkap lokasi anak dengan akurat. Hal ini berpotensi membahayakan keamanan mereka, terutama jika informasi lokasi dipantau oleh orang yang berniat buruk.

  • Dampak Psikologis di Masa Depan: Anak yang fotonya sering dibagikan tanpa izin bisa merasa tidak nyaman atau bahkan malu saat dewasa. Mereka mungkin merasa hak privasinya telah dilanggar dan kehilangan kendali atas citra diri mereka sendiri.

Cara Aman Berbagi Foto Anak di Media Sosial

Untuk menjaga keseimbangan antara berbagi momen dan melindungi privasi anak, penting bagi orang tua untuk mengatur privasi akun media sosial agar hanya keluarga atau teman terpercaya yang dapat melihat unggahan. Hindari membagikan informasi pribadi seperti nama lengkap, tanggal lahir, atau lokasi spesifik anak, karena dapat berisiko terhadap keamanan mereka. Selain itu, sebaiknya tidak mengunggah foto yang memalukan atau sensitif, karena dapat berdampak pada psikologis anak di masa depan.

Selain itu, orang tua perlu menonaktifkan fitur geotagging sebelum mengunggah foto guna mencegah informasi lokasi tersebar secara tidak sengaja. Menggunakan platform yang lebih aman seperti Google Photos atau WhatsApp dengan fitur enkripsi juga dapat mengurangi risiko kebocoran data. Penting pula untuk mendiskusikan konsep privasi digital dengan anak seiring pertumbuhan mereka serta memahami kebijakan media sosial agar lebih sadar terhadap potensi risiko yang ada.

Gunakan Alternatif Aman

Jika ingin berbagi perkembangan anak tanpa membahayakan privasi mereka, gunakan alternatif yang lebih aman. Misalnya, buat album digital pribadi yang hanya bisa diakses oleh keluarga dekat atau gunakan aplikasi berbagi foto yang memiliki fitur keamanan lebih baik daripada media sosial umum.

Senyum seorang Ibu bersama Bayinya saat Selfie (Sumber: Getty Images/Unsplash+)
Senyum seorang Ibu bersama Bayinya saat Selfie (Sumber: Getty Images/Unsplash+)

Edukasi Diri dan Anak tentang Jejak Digital

Sebagai orang tua, penting untuk memahami bahwa apa yang dibagikan di internet akan meninggalkan jejak digital yang sulit dihapus. Ajarkan anak sejak dini mengenai pentingnya menjaga privasi dan berpikir dua kali sebelum membagikan sesuatu secara online

Tentunya, orang tua semestinya memberikan teladan atau contoh yang baik dan berkualitas, agar anak pun akan lebih bijak dalam menggunakan internet saat mereka tumbuh dewasa nanti.

Hindari Konten yang bisa Membuat Malu Anak

Apa yang dianggap lucu atau menggemaskan bagi orang tua mungkin menjadi hal yang memalukan bagi anak di kemudian hari. Misalnya, video anak menangis, melakukan kesalahan, atau berada dalam kondisi yang kurang pantas sebaiknya tidak dibagikan. Selalu pertimbangkan bagaimana perasaan anak saat melihat unggahan tersebut di masa depan.

Sebelum membagikan sesuatu di media sosial, tanyakan pada diri sendiri:
✔️ Apakah ini aman bagi anak saya?
✔️ Apakah anak saya akan merasa nyaman dengan ini di masa depan?
✔️ Apakah saya sudah mengatur privasi dengan baik?

Intisari

Sharenting telah menjadi bagian dari kehidupan digital modern, tetapi kesadaran akan dampaknya terhadap privasi anak masih minim. Orang tua harus memahami bahwa setiap unggahan bukan hanya kenangan, tetapi juga jejak digital yang dapat berdampak pada masa depan anak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun