Awal tahun 2025 membawa berbagai dinamika baru bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di ruang Lingkup Pemerintah Kota Ternate, Kecamatan Ternate Barat. Namun, di tengah antusiasme untuk memulai tahun dengan semangat baru, muncul keluhan terkait kewajiban pembayaran sebesar Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah) dalam proses pengusulan "Sasaran Kinerja Pegawai" (SKP). Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan PNS, terutama bagi mereka yang merasa terbebani namun tidak memiliki kapasitas untuk membantah atau menyampaikan komplain secara terbuka.
Kondisi ini mencerminkan tantangan yang dihadapi para PNS dalam menjalankan tugas administratif mereka, di mana ada potensi ketidakjelasan prosedur yang berimbas pada ketidaknyamanan. Di sisi lain, fenomena ini juga mengundang perhatian untuk mengevaluasi transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan kewajiban administratif yang terkait dengan karier mereka. Apakah ini mencerminkan kebutuhan akan pembenahan sistem atau hanya miskomunikasi yang terjadi di tingkat pelaksana? Bagaimana dampaknya terhadap semangat kerja dan kepercayaan mereka terhadap sistem pemerintahan?
Tulisan ini mencoba dan berupaya mengulas fenomena tersebut secara profesional, mengangkat suara para PNS yang terpengaruh, serta menawarkan refleksi untuk mencari solusi yang adil dan transparan. Fenomena ini layak menjadi perhatian kita semua untuk menciptakan sistem yang lebih baik.
APA ITU SASARAN KINERJA PEGAWAI (SKP)?
Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) adalah dokumen wajib bagi setiap ASN (Aparatur Sipil Negara) yang berfungsi sebagai instrumen evaluasi kinerja. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS, penyusunan SKP bertujuan untuk memastikan setiap individu ASN memenuhi target kinerja yang sejalan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing. Dalam konteks Pemerintah Kecamatan Ternate Barat, muncul pertanyaan tentang apakah proses penyusunan SKP melibatkan biaya tertentu dan jika iya, berapa nominalnya serta dasar hukum yang mendukungnya.
1. Apakah Penyusunan SKP Harus Dikenakan Biaya?
Secara normatif, penyusunan SKP tidak memerlukan biaya tambahan karena merupakan bagian dari tugas dan tanggung jawab ASN yang diatur dalam regulasi. PP Nomor 30 Tahun 2019 menegaskan bahwa penilaian kinerja, termasuk penyusunan SKP, harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan tanpa beban finansial tambahan bagi ASN. Dengan demikian, pembebanan biaya kepada ASN untuk proses penyusunan SKP tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran administratif.
2. Bila Dikenakan Biaya, Berapa Nominal harus Dibayarkan?
Jika terjadi pembebanan biaya, nominal yang dikenakan seharusnya didasarkan pada aturan yang sah, seperti Peraturan Menteri atau Keputusan Walikota yang mengatur pengelolaan administrasi ASN. Namun, hingga saat ini, tidak ada regulasi resmi yang menetapkan nominal tertentu untuk proses penyusunan SKP. Oleh karena itu, pembayaran sebesar Rp. 100.000. (seratus ribu rupiah) yang diduga dilakukan di Kecamatan Ternate Barat menjadi pertanyaan besar terkait legalitasnya.
3. Dasar Hukum untuk Pembiayaan SKP
Dasar hukum yang relevan dalam proses penyusunan SKP meliputi:
- Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), yang mengharuskan digitalisasi layanan administrasi, termasuk SKP, untuk mengurangi potensi korupsi.
- PP Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS, yang tidak mencantumkan biaya penyusunan SKP.
- Keputusan Menteri PANRB Nomor 8 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja PNS, yang mengatur mekanisme penyusunan SKP secara efisien tanpa biaya tambahan.
- Keputusan Walikota Ternate, jika ada, yang dapat menjadi pedoman spesifik untuk kebijakan lokal.
Namun, hingga artikel ini ditulis, tidak ditemukan peraturan yang mengatur pembebanan biaya penyusunan SKP di lingkup Pemerintah Kota Ternate.
4. Dugaan Pungli (Pungutan liar) internal
Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh bahwa laporan adanya kewajiban pembayaran Rp. 100.000 (Seratus Ribu Rupiah) kepada Kepala Sub Bagian Kepegawaian Kecamatan Ternate Barat untuk proses SKP menimbulkan dugaan pelanggaran etika dan administrasi. Berdasarkan asas profesionalitas dan transparansi yang diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, tindakan ini bertentangan dengan prinsip dasar birokrasi. ASN memiliki hak untuk mendapatkan layanan administrasi tanpa dipungut biaya yang tidak diatur dalam regulasi.
5. Langkah dan Tindakan Pencegahan (Preventive)
Untuk mencegah dan mengatasi pelanggaran serupa yang kemungkinan akan terjadi di masa yang akan datang, beberapa langkah strategis dapat diambil:
- Audit Internal dan Investigasi: Dilakukan audit internal terhadap proses penyusunan SKP di Kecamatan Ternate Barat oleh Inspektorat Kota Ternate untuk mengidentifikasi pelanggaran administratif.
- Sosialisasi Regulasi: Memberikan pemahaman kepada seluruh ASN mengenai regulasi yang berlaku, termasuk hak dan kewajiban dalam proses penyusunan SKP. Pelatihan dapat dilakukan untuk memastikan semua ASN memahami mekanisme yang sesuai.
- Penerapan SPBE: Meningkatkan digitalisasi administrasi melalui "Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik" (SPBE), yang memungkinkan ASN menyusun SKP secara mandiri tanpa intervensi pihak ketiga.
- Sanksi bagi Pelanggar: Jika terbukti adanya pungutan liar, pemberian sanksi tegas kepada oknum yang terlibat, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.
- Layanan Pengaduan: Membuka kanal pengaduan bagi ASN untuk melaporkan dugaan pelanggaran administratif terkait penyusunan SKP dan atau permasalahan-permasalahan universal lainnya yang berpotensi merugikan ASN moral maupun materi. Pengaduan ini dapat ditangani langsung oleh Inspektorat atau Badan Kepegawaian Daerah (BKD).
- Transparansi dan Akuntabilitas: Menggunakan pendekatan berbasis transparansi dalam proses penyusunan SKP dengan melibatkan semua pihak terkait untuk memastikan tidak ada pungutan liar.
6. Apa yang dilakukan bila telah membayar?
Jika pembayaran biaya SKP sebesar Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah) telah dilakukan, langkah pertama adalah memastikan bahwa pembayaran tersebut dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Jika pembayaran tersebut dianggap tidak sesuai atau berlebihan, pegawai yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan pengembalian dana kepada instansi terkait, seperti Badan Kepegawaian atau instansi yang mengelola administrasi kepegawaian di wilayah tersebut.
Proses pengembalian dana biasanya dimulai dengan mengisi formulir pengajuan yang berisi alasan pengembalian dan bukti pembayaran yang sah, seperti bukti transfer atau kuitansi pembayaran. Setelah itu, pengajuan akan diverifikasi oleh pihak berwenang untuk memastikan bahwa pembayaran tersebut memang tidak sesuai ketentuan. Jika pengajuan disetujui, pengembalian dana akan diproses melalui mekanisme yang telah ditentukan, seperti transfer langsung ke rekening pegawai.
Penting bagi pegawai untuk mengikuti prosedur yang ada dan berkonsultasi dengan pihak berwenang agar proses pengembalian berjalan lancar dan sesuai aturan.
RANGKUMAN
Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) merupakan bagian integral dalam sistem manajemen kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN) di Indonesia. SKP bertujuan untuk menetapkan target kinerja yang harus dicapai oleh setiap pegawai dalam periode tertentu, dan berfungsi sebagai dasar evaluasi kinerja. Penyusunan SKP adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh ASN tanpa adanya beban finansial tambahan. Namun, muncul dugaan adanya pembayaran sebesar Rp. 100.000., (seratus ribu rupiah) kepada Kepala Sub Bagian Kepegawaian di Kecamatan Ternate Barat yang menimbulkan potensi pelanggaran administratif.
Fenomena ini memerlukan perhatian serius agar proses penyusunan dan evaluasi SKP dapat berjalan sesuai dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme. Untuk itu, Pemerintah Kota Ternate perlu menerapkan langkah-langkah preventif dan korektif guna menghindari penyalahgunaan kewenangan yang dapat merugikan ASN.
SKP memiliki manfaat besar, antara lain memberikan kejelasan kepada ASN tentang apa yang diharapkan dalam pekerjaan mereka, mendorong mereka untuk bekerja secara lebih terarah dan terukur, serta memfasilitasi pimpinan dalam melakukan pembinaan pegawai dengan pendekatan yang objektif dan sistematis. Penyusunan SKP harus mengacu pada perencanaan strategis instansi pemerintah, perjanjian kinerja, uraian jabatan, serta SKP dari atasan langsung. Kualitas SKP dapat diukur melalui Evaluasi Kualitas Komitmen Kinerja (K3), yang akan mencerminkan pencapaian dan efektivitas kinerja ASN.
BIBLIOGRAFI
- Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.
- Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS.
- Keputusan Menteri PANRB Nomor 8 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja PNS.
- UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
- Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
- Peraturan Walikota Ternate Nomor 4 Tahun 2016.
- Kota Ternate Dalam Angka 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H