Mohon tunggu...
Tuanku Damanhuri
Tuanku Damanhuri Mohon Tunggu... Penulis - Padang Pariaman Bicara

Lakuang maninjau kalam manyigi

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Menokok Kerupuk Jariang, Budaya Kampung Durian yang Terus Lestari

8 Desember 2024   12:48 Diperbarui: 8 Desember 2024   12:52 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Festival Budaya Lubuak Aluang, Mangkok Kerupuk Jariang masal. (foto dokpri)

Kerupuk kok masih ditokok? Itulah kehalusan bahasa di kampung awak, Minangkabau. Padahal, jariang atau jengkol yang baru masak direbus lalu di goreng, terus ditokok untuk jadi kerupuk jariang namanya. 

Ya, kerupuk yang kalau menurut awak yang paling enak di dunia ini. "Eh, tanaklah nasi, tumbuklah tepung," kata ibu-ibu menyuruh anak-anaknya.

Nasi kok ditanak. Tepung kok ditumbuk. Itulah bahasa sindiran. Tahu dek bayang kato sampai. Hari ini, Ahad 8 Desember 2024 mereka para ibu-ibu tangguh ini mengikuti Festival Budaya. "Menokok Kerupuk Jariang Masal".

Tapi di Kampung Durian. Sebuah kampung di Lubuk Alung yang terkenal dengan budaya menokok kerupuk jariang. Anda pergi ke sana, ada saja bunyi tokoan, batu berhantuk sama batu, jadilah kerupuk jariang.

Dan itu dijadikan budaya. Kalau saja ada seribu ibu-ibu yang tampil memainkan tingkah bunyi tokoan batu yang pada akhirnya menjadikan kerupuk jariang, wah, itu bisa masuk rekor muri bos.

Dan kerupuk jariang yang dihasilkan bisa berkarung-karung. Sejak kemarin siang, jariang sudah mulai dikeluarkan dari tungkusnya. 

Tenda sudah terpasang. Deki Yumardi dan kawan panitia, sibuknya minta ampun. Sutan Yardi yang populer dengan Paman Uzeng , sebagai ketua panitia pelaksana terus memastikan festival itu sukses. Menteri Kebudayaan Fadli Zon , awak belum dapat kabar diundang apa tidaknya.

Ketua panitia Sutan Yardi melaporkan, bahwa kegiatan festival ini melibatkan 50 regu, yang setiap regu diisi oleh dua orang, disediakan masing-masing regu sekilo minyak dan 200 buah jariang.

"Kegiatan menokok kerupuk jariang ini, ternyata sudah sejak lama. Tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi jariang itu sendiri," katanya.

Namun, proses pembuatan tetap seperti yang dulu. Menggunakan alat dari batu untuk penahan dan penokoknya. 

"Kerupuk jariang jangan dimakan sebiji. Sebab, banyak dan sikit dimakan, aromanya tetap menyeruak. Tapi kerupuk jariang Kampung Durian luar biasa," katanya.

Pj Walinagari Lubuk Alung Irfano menyebutkan, ini bentuk kebangkitan perekonomian masyarakat.

"Dengan festival ini, hendaknya kerupuk jariang semakin bergairah, yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan masyarakat," katanya.

Camat Lubuk Alung Dion Franata menyebutkan, festival ini merupakan kelanjutan pelestarian budaya.

Ini khusus buat nagari yang dilewati jalur kereta api Sawahlunto Ombilin, yang dikenal beberapa waktu lalu dengan "Galanggang Arang". 

"Dari 1909, bisa kita bayangkan bahwa Belanda pernah mencicipi kerupuk jariang buatan masyarakat Kampung Durian ini," ujar Dion Franata.

Efrianto mewakil badan Pelestarian Kebudayaan Wilayah III Sumbar menyebutkan, rel kereta api yang kita miliki ini ternyata selevel dengan Candi Borobudur di Jawa sana.

"Meskipun sempat stagnan, akhirnya festival ini bisa terlaksana dengan baik, yang pada akhirnya tentu diharapkan mampu memberikan yang terbaik buat industri kecil, berupa kuliner kerupuk jariang," ulasnya.

Sumbar memiliki warisan kebudayaan yang cukup luas dan besar. Salah satunya rel kereta api. Setiap nagari yang dilewati rel ini, punya budaya tersendiri.

"Dan di stasiun Lubuk Alung, ada budaya membuat kerupuk jariang. Membuat dengan proses alami, melahirkan rasa yang gurih, tak kalah dengan produk makanan luar sana," ulas Efrianto.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun