Padang Pos ini saya termasuk di awal masuk dan bergabung. Tapi belum wartawan. Hanya loper, mengantar koran ke tempat pelanggan, di mulai pada edisi ke-6.
HUT perdana Padang Pos tahun 2000, saya dapat penghargaan sebagai "loper terbaik" dari media mingguan yang Pemimpin Redaksi-nya Dr. Basril Basyar dan Armaidi Sekretaris Redaksi-nya.
Nah, di penghujung Media Sumbar, tahun 2005, kami mulai "berpisah" media. Saya terus ke Publik, sebuah tabloid yang ingin jadi "Tempo-nya" Sumatera Barat.
Begitu semangat mendiang AA Datuak Rajo Djohan di kala saya mengantar surat lamaran di kantornya, Belanti Padang.
Hanya dua tahun lebih sikit saya di Publik, akhir 2008 datang tawaran ke saya untuk bergabung dengan Harian Singgalang.
Menurut saya, di samping sebagai penulis buku produktif, Armaidi adalah tokoh yang cermat mencatat, jelimet dalam mendokumentasikan apa yang dilakukannya.
Untuk sebuah kegiatan, semisal Armaidi jadi pembicara di situ. Itu panitia acara sudah dapat "bonus".
Sebab, sehabis acara akan mencogok beritanya di layar hp panitia. Tak satu media, tapi bisa tiga sampai 10 media.
Pemilik portal langsung saja memasukkan bahan ke halaman, lalu pilih satu dari sejumlah alternatif yang dikasih Armaidi judulnya, dah, terbit.
Hebatnya, Armaidi bisa mewawancarai dirinya sendiri. Jarang wartawan yang sudah jadi tokoh itu mampu dan mau menulis berita dia sendiri.
Armaidi tak mau ketinggalan itu. Dia tulis sendiri berita tentang dia yang barusan melakukan kegiatan.