Adalah H. Sehabuddin, Ketua DMI Padang Panjang yang memimpin masjid di Silaing Bawah itu. Masjidnya bersih dan ramah terhadap musafir.
"Masjid Jami' Nurul Huda berdiri sejak 1960 an dengan semi permanen. Sampai 1992, masjid ini masih digembok kuat ketika tidak sedang beraktivitas," cerita Ustadz Ade, panggilan akrab Wakil Ketua Umum MUI Padang Panjang ini.
Kepada tim kolaborasi DMI Sumbar dan CT Arsa Foundation, Ustadz Ade menyebutnya sebagai orang-orang saleh dan taat, serta saleh sosial, ia awalnya menolak jadi Ketua masjid ini.
"Saya tak mau, lantaran kesibukan yang tinggi dan padat. Tetapi, semua yang hadir setuju dan meminta saya jadi Ketua Masjid Jami' Nurul Huda ini," ungkapnya.
Di hadapan banyak jemaah dan masyarakat Silaing Bawah itulah, Ustadz Ade mengemukakan keinginannya untuk membuka masjid itu 24 jam.
Tentu, kebersihan tempat wudhu menjadi utama dalam aktivitas Ustadz Ade setelah ditunjuk jadi ketua masjid. Di samping memimpin kajian rutin dengan jemaah tetap masjid itu.
"Orang non muslim saja bersih tempatnya, kenapa rumah ibadah muslim tidak". Sebuah kritikan terbalik yang dilakukan Ustadz Ade, diceritakannya ke tim DMI Sumbar Jumat sore itu.
Ustadz Ade yang mengaku Ketua Persatuan Garin Indonesia (PGI) ini dalam selorohnya, tak ambil pusing dengan kritikan dan pujian masyarakat serta jemaah tentunya.
"Tak juga ada yang memuji, wah rancak dan bagusnya masjid kita. Atau yang mengkritisi, kenapa harus siang malam buka, apa tidak takut dicuri kotak infak dan alat-alat berharga di masjid ini," cerita Ustadz Ade dengan plong dan lepas mengalir begitu saja.
Lalu soal biaya yang ditanyakan Prof Duski Samad. Ya biaya musafir dan jemaah yang tiap hari tak pernah sepi di masjid itu, oleh Ustadz Ade dijawab dengan dinamis saja.
"Ada-ada saja yang membiayainya. Malah hutang masjid yang cukup banyak, ada saja yang menghubungi saya untuk membayar hutang itu," sebutnya.