"Tapi, siapa pun yang akan jadi bupati nantinya, memang kerja menjemput bola, memberikan kemudahan bagi investor demi untuk kesejahteraan masyarakat, sepertinya harus jadi prioritas utama," katanya.
Baik Yohanes Wempi maupun Irwandi Sulin, agak kecewa dengan adanya penyerahan sejumlah aset Pemkab Padang Pariaman ke Pemko Pariaman.
"Memang aset itu terletak bukan di wilayah kabupaten. Tetapi, pemerintah lewat bupati bisa merawat, mengelola, sekaligus mendatangkan PAD," katanya.
Contoh, katanya, rumah dinas bupati yang gagah, tapi tidak ditempati oleh bupati. Ini butuh kajian dan regulasi.
"Perlu dijadikan sumber pemasukan bagi daerah. Semisal dijadikan tempat wisata, rumah sewaan, serta penginapan," ujarnya.
Jadi, bupati tidak sekedar mengelola APBD, tetapi mampu meningkatkan PAD dari potensi yang ada. Baik potensi alam, maupun potensi aset yang ada.
Sembilan kawasan strategis yang pernah viral dan jadi aturan tersendiri di Padang Pariaman dulunya, menurut dia sangat patut dievaluasi.
"Dievaluasi bukan untuk dibuang atau dihilangkan. Tetap itu dijadikan agenda yang terus dikembangkan, karena sangat berdampak pada ekonomi dan kesejahteraan masyarakat," ungkapnya.
Kapan perlu, Perda itu ditambah. Menjadi 12 atau 14 kawasan strategis misalnya. Sebab, keberadaan tambak udang yang nyaris memenuhi pinggir pantai Padang Pariaman, dari ujung Selatan di Batang Anai, hingga ujung Utara di Batang Gasan, belum tercatat sebagai potensi daerah.
Belum lagi tambang galian c di daerah ini, yang sebagian besar amburadul. Artinya, tambang belum terkelola secara baik dan benar, sehingga potensi itu tak jelas pemasukannya buat daerah.
Begitu juga kekayaan di ujung Selatan, di Asam Pulau. Ide orang dulu yang membuka akses Asam Pulau - Malalo, Tanah Datar ini, agaknya perlu kajian dari pemerintah daerah.