Mohon tunggu...
Tuanku Damanhuri
Tuanku Damanhuri Mohon Tunggu... Penulis - Padang Pariaman Bicara

Lakuang maninjau kalam manyigi

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ziarah Sukses, Komunikasi Ranah dan Rantau Tersambung

14 Januari 2024   03:01 Diperbarui: 14 Januari 2024   04:11 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebagai jemaah Majlis Zikir dan Sholawat Al-Wasilah foto bersama dengan pemilik rumah makan Nur Paris. (foto dokpri)

Selesai Subuh, Sabtu 13 Januari 2024 rombongan Majlis Zikir dan Sholawat Al-Wasilah Padang Pariaman sibuk berkemas-kemas.

Barang bawaan yang masih berserak dirapikan, yang belum sempat mandi jelang Subuh, setelah shalat segera ke kamar mandi.

Begitu perkakas dapur, juga sejak malam sudah diansur menggemaskannya, agar tidak tergesa-gesa pagi Sabtu itu.

Ya, jadwal pulang telah tiba. Perjalanan spritual berupa ziarah dan wisata religius yang dimulai Senin 8 Januari 2024, berakhir sudah.

Terakhir di Banda Aceh, tepatnya di makam Syekh Abdurrauf as-Singkili yang dikenal dengan sebutan Syiah Kuala di Gampong Deyah Raya, Kota Banda Aceh.

Majlis Zikir dan Sholawat Al-Wasilah Padang Pariaman yang dipimpin Amrizal Tuanku Sutan, Buya Bustanul Arifin Khatib Bandaro, Nursyamsu alias Bujang dan Buyung Elok Tuanku Kuniang ini tentu mewarisi tradisi spritual ziarah dari ulama terdahulu.

Ulama yang alim dan mewarisi jalan sufi lewat kajian Shatariyah. Dia terkenal dengan Tuanku Bagindo Lubuak Pua.

Makanya, ziarah dimulai dari Surau Pekuburan. Surau tempat Tuanku Bagindo Lubuak Pua membangun etika dan moral, membangun keilmuan yang dia sendiri memulai kajian itu sebelum disampaikan ke masyarakat.

Dari Tuanku Bagindo Lubuak Pua, terus ke Ulakan, dan besoknya tiba di makam Papan Tinggi di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

Di sini, Presiden Joko Widodo menetapkan Barus sebagai titik nol kilometer peradaban Islam di Indonesia. Tercatat, makam Papan Tinggi adalah Syekh Mahmud dan sudah ada sejak 44 hijriah.

Ziarah dilanjutkan ke Aceh Singkil dan Gampong Deyah Raya, Banda Aceh setelah sebelumnya ziarah di Dayah Darussalam, Labuhan Haji, Aceh Selatan menziarahi Abuya Muda Waly Al-Khalidy dan keluarga besarnya.

Terima kasih perantau

Suksesnya perjalanan spiritual ziarah jalan sufi lewat Shatariyah dan Naqsyabandiyah ini, tentu tak terlepas dari peran berbagai pihak.

Al-Wasilah Padang Pariaman yang memfasilitasi kegiatan tahunan masyarakat VII Koto Sungai Sariak ini menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada pimpinan jemaah.

Para tuanku dan orang siak yang memimpin jemaah selama sepekan, terasa luar biasa membantu tim kerja yang solid.

Semua ibadah wajib dan ritual ziarah dilakukan secara bersama dibawah pimpinan dan bimbingan tuanku dan orang siak ini.

Diharapkan kerja solid dan ikhlas tim, menjadi amal ibadah tentunya dalam keseharian.

Kemudian, Al-Wasilah juga menyampaikan terima kasih pada tokoh rantau yang telah memberikan bantuan, sehingga perjalanan ini terasa spesial.

Spesial, karena di samping ibadah ziarah, jemaah bersama pimpinan rombongan membangun komunikasi dengan perantau.

Adalah Musliardi Tanjung. Perantau orang awak yang sukses di Lhokseumawe. Rombongan singgah dan dijamu oleh Ketua Ikatan Keluarga Minang (IKM) Lhokseumawe ini.

Bagi Musliardi Tanjung, menjamu jemaah dari kampung yang sedang ziarah di Aceh, menjadi nilai kepuasan tersendiri.

Musliardi Tanjung yang populer di medsosnya Edi Binu El Rumbio ini, pernah mengaji dulunya di Madrasatul 'Ulum Lubuk Pandan tahun 1990 an.

Jemaah diminta memilih makan nasi atau makan sate, terserah sesuai ketersediaan perut yang akan menerimanya.

Musliardi Tanjung yang asli Toboh Binu, Nagari Lurah Ampalu dan semenda di Ambung Kapur Sungai Sariak ini termasuk perantau sukses, meniti usaha sejak awal merantau di Tanah Rencong itu.

Kemudian H. Marjuli Piliang, pemilik Ketageh Coffee di Aceh Tamiang. Rombongan tiba di tempat perantau asal Padang Sago ini menjelang tengah malam.

Dengan sabarnya H. Marjuli Piliang bersama sejumlah rekannya menunggu rombongan, yang sedikit telat dari jadwal semula.

Segala menu yang terhidang, tak menunggu lama di atas meja. Waktu sebentar, semuanya habis.

Minuman silakan dipesan sesuai selera, dan sesuai pula ketersediaan yang ada di Katageh Coffee.

Dengan demikian, jemaah yang melakukan ziarah ini telah Membangun hubungan kuat antara ranah dan rantau.

Cerita dan sejarah keluarga pun terbuka dengan baik. Awalnya tak kenal, akhirnya ada hubungan rupanya.

Ya, seperti hubungan ipar besan, andan pasumandan, dunsanak, karib kerabat serta sesama muslim, yang dituntut untuk saling tolong menolong.

Apalagi Piaman. Anak nagari di Piaman cenderung merantau sejak saisuak. Tak heran, dimana pun daerah rantau, pasti ada orang Piaman. (

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun