Kamis, 11 Januari 2024 pagi, rombongan Majlis Zikir dan Sholawat Al-Wasilah Padang Pariaman tiba di Banda Aceh.
Perjalan sehari semalam dari Aceh Singkil terasa melelahkan. Tapi ini memang kondisi yang mesti dilewati untuk sampai di tujuan, menziarahi Syekh Abdurrauf as-Singkili yang masyhur dengan sebutan Syiah Kuala.
Tapi sebelum tiba di Banda Aceh, rombongan sempat ziarah di makam Abuya Muda Waly Al-Khalidy di Blang Poroh, Labuhan Haji, Aceh Selatan.
Syiah Kuala tak pernah habisnya untuk dibincangkan. Ulama hebat dan masyhur di Aceh pada abad 17 ini terkenal dengan tasawufnya lewat Mazhab Shatariyah.
Tasawufnya jalan tengah, membuat syariat yang dilakukan terasa sejuk dan menyejukkan. Tidak miring ke kanan, apalagi ke kiri, Syiah Kuala memberikan nilai tasawuf tercermin pada adab dan nilai-nilai.
Rombongan yang dipimpin Amrizal Tuanku Sutan, Buya Bustanul Arifin Khatib Bandaro, Buyung Elok Tuanku Kuniang menggunakan dua bus pariwisata ini memulai ritual ziarah di Lubuak Pua, Nagari Balah Aie Utara, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak.
Yakni makam Tuanku Bagindo Lubuak Pua yang masyhur di Surau Pekuburan. Dari Tuanku Bagindo Lubuak Pua, terus ke Ulakan, Syekh Burhanuddin.
Dengan menziarahi Syiah Kuala, setidaknya Al-Wasilah Padang Pariaman memfasilitasinya jemaahnya untuk tahu arti penting seorang guru, dalam meluruskan nilai spritualitas dalam diri masing-masing.
Arti sebuah nilai silsilah guru. Meskipun perdebatan soal Syekh Abdurrauf as-Singkili ini juga tak pernah selesainya.
Al-Wasilah Padang Pariaman sepertinya meminimalisir perdebatan antara Aceh Singkil dan Kuala, Banda Aceh tersebut.
Ya, dengan mendatangi keduanya. Di Aceh Singkil, rombongan ziarah dan bermalam semalam di situ, setelah dari Syekh Mahmud Barus, Tapanuli Tengah.
Kemudian memutuskan dua malam di Kuala, sesuai jadwal awal, dan juga rutinitas sejak beberapa tahun terakhir oleh jemaah yang berasal dari VII Koto lama, Ulakan dan Pekanbaru ini.
Guru itu berguru, terus ke atas. Syiah Kuala adalah spritualitas Shatariyah yang dibawa Syekh Burhanuddin ke Minangkabau.
Syiah Kuala dianggap berhasil memberikan yang terbaik terhadap masyarakat Aceh lewat ajaran tasawuf ini.
Keberhasilan itu berlanjut tiba di Syekh Burhanuddin di Ulakan, sehingga Shatariyah termasuk komunitas terbesar di Sumatera Barat.
Lahir dan batin terasa kuat dan punya magnet tersendiri terhadap murid pada gurunya.
Sebagai bukti, betapa komplek makam di Gampong Deyah Raya, Banda Aceh ini porak poranda akibat hantaman stunami pada 2004 silam. Tetapi yang namanya kuburan, batu nisannya tak sedikitpun bergeser dari kedudukan.
Begitu cerita dari penjaga makam. " Ini gobahnya sudah bangunan pasca tsunami. Tapi, Alhamdulillah kuburannya tidak rusak, termasuk semua keluarga dan sahabatnya juga utuh akibat tsunami ini," katanya.
Syiah Kuala adalah ulama internasional. Namanya menjadi sebutan oleh ulama dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H