Aaron_Blanco_Tejedor_Unsplash
Untuk keberlangsungan hidupnya, jantung manusia akan berdenyut 60 hingga 100 kali per menit. Begitu juga dengan semua pembuluh darah. Jumlah denyut jantung biasanya sama dengan jumlah denyut nadi di pergelangan tangan. Itu mengapa dokter menghitung denyut nadi.
Pembuluh darah bertugas menjadi “jalan raya” bagi darah yang membawa “makanan” untuk dibagikan kepada semua organ dan kemudian mengambil “sampah” dari organ tersebut. Sebuah tugas mulia.
Selagi menjalankan tugasnya yang mulia tadi, pembuluh darah dapat memanjang dan membentuk kelokan-kelokan panjang. Kelokan-kelokan tersebut sebenarnya normal.
Hampir mirip dengan terbentuknya keriput pada kulit. Tidak ada yang salah dengan itu, namun terkadang kelokan tadi menabrak saraf. Tabrakan tersebut menimbulkan apa yang dikenal oleh otak sebagai rasa nyeri.
Rasa nyeri adalah rasa yang tidak menyenangkan. Rasa nyeri adalah kemampuan untuk menjauhi bahaya dan menghindari kerusakan. Rasa nyeri adalah persepsi. Ada beberapa orang yang dilahirkan dengan kemampuan tidak mengenal rasa nyeri sama sekali.
Rasa nyeri akibat trigeminal neuralgia adalah nyeri yang paling hebat yang dikenal manusia. Pertama kali dilaporkan pada tahun 1756. Pernah dengar sebelumnya? Belum? Kamu tidak sendirian.
Trigeminal adalah saraf nomor lima yang membawa rangsangan di daerah wajah. Saraf ini berjalan menembus dasar tengkorak, dan berakhir di batang otak.
Pada perjalanannya, saraf trigeminal sering “disentuh” oleh pembuluh darah. Pertemuan pembuluh darah dan saraf seperti ini seringkali tidak menghasilkan sebuah prestasi, tapi lebih merupakan suatu bencana.
Seperti pembebasan tanah demi jalan raya, pembuluh darah akan menekan saraf tanpa henti (setidaknya selama jantung masih berdenyut) hingga terkadang menyebabkan perubahan bentuk saraf.
Pada skala besar, penderita trigeminal neuralgia akan melaporkan rasa nyeri di daerah wajah -biasanya pada salah satu sisi wajah- yang seringkali disalahartikan sebagai gangguan gigi dan gusi.
Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk, dapat dipicu oleh senyum, sentuhan ringan pada wajah bahkan oleh hembusan angin. Apalagi bila mengunyah atau menggosok gigi.
Ouch! Bila beruntung, alih-alih rasa nyeri, penderita merasakan baal pada wajah. Baal mirip sehabis dibius sebelum prosedur pencabutan gigi. Tidak sedikit yang merasa depresi karena tidak ada usaha yang dirasakan berhasil.
Seperti kutukan yang tidak dapat dipatahkan. Dan karena nyeri dapat dipicu oleh gerakan mengunyah, banyak yang memilih untuk tidak makan dan kehilangan berat badan (ide untuk diet? Percayalah, kamu tidak menginginkan kutukan ini)
Untungnya sejak 1967 ditemukan sebuah prosedur revolusioner yang hingga kini dianut untuk mengatasi kutukan ini. Telah banyak yang merasakan khasiatnya. Prosedur yang dikenal dengan sebutan microvascular decompression. Pernah dengar sebelumnya? Belum? Kamu tidak sendirian.
Pada prinsipnya, prosedur ini hanya memindahkan atau menghalangi pembuluh darah yang telah semena-mena menekan saraf trigeminal. Atau dengan kata lain melindungi saraf trigeminal dari siksaan pembuluh darah.
Hanya dari satu lubang kecil di belakang telinga (seukuran uang koin lima ratusan rupiah) dan dengan bantuan mikroskop, sebuah implan kecil diselipkan di antara pembuluh darah dan saraf.
Dengan tingkat keberhasilan yang tinggi (80-89%) dan resiko komplikasi yang relatif rendah (infeksi, baal wajah, gangguan pendengaran, kebocoran cairan otak) prosedur ini sudah saatnya menjadi opsi yang standar untuk keluhan nyeri wajah.
Agar senyum cepat kembali bersinar di wajahmu, agar tidak perlu separoh jumlah gigimu dicabut dari tempatnya, agar kamu dapat menikmati berbagai menu nikmat yang disajikan saat kumpul keluarga (dietnya nanti saja).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H