Mohon tunggu...
Newbie
Newbie Mohon Tunggu... -

Aliran Naturalisme

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Part II] Di Balik Sebuah Cerita

27 November 2016   21:23 Diperbarui: 1 Desember 2016   22:08 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kawasan pendesaan (sumber : https://jakasppainter.files.wordpress.com/)

Suara kokok ayam jantan berderu beriringan dengan menyusupnya wangi harum tanah melewati dinding kamar yang terbuat dari anyaman bambu itu. Aku terbangun dan terduduk sejenak di pinggir dipan kayu sembari mengatur nafas dan memperhatikan sekeliling.

Terlihat cahaya mentari yang baru terbit dengan indahnya masuk ke kamar di sela-sela dinding kamar. Terdengar sayup-sayup suara rina sedang berbincang dengan pak giran di kebun samping kamar, anak-anak sedang bermain tetapi lebih tepatnya sedang mencoba menanam beberapa jenis tanaman yang di pandu oleh buk giran.

Di pojok kebun terlihat ada sebuah balai yang berukuran kecil yang berfungsi untuk beristirahat atau bisa juga digunakan untuk duduk-duduk menikmati pemandangan di pagi atau sore hari.

Rina duduk di balai ditemani oleh pak giran sedang memperhatikan anak-anak dan ibu yang sibuk menanam, sesekali terlihat pak giman menjelaskan sesuatu sambil menunjuk ke arah kebun maupun ke areal pertanian.

Rina yang pagi itu mengenakan kebaya yang biasa dikenakan oleh oleh anak ibu giran, rambut panjangnya dibiarkan tergerai dan lipstik tipis mewarnai bibirnya yang indah.

Rina benar-benar cantik pagi ini, di balik sinar mentari yang baru terbit itu hampir dipastikan rina mirip seorang bidadari yang turun dari kanyangan. 

Terima kasih Tuhan, aku sangat bersyukur atas nikmat dan karunia yang telah Engkau anugerahkan kepada ku yaitu  seorang istri yang baik, penyayang, keibuan dan sederhana terlebih lagi atas kehadiran dua malaikat kecil ku.

**

POV Istri

Ilustrasi rina (sumber : http://cdn.klimg.com/kapanlagi.com/g/para_selebriti_ungkap_suka_duka_jadi_pembawa_acara_infotainment/p/olla_ramlan-20140421-001-acat.jpg)
Ilustrasi rina (sumber : http://cdn.klimg.com/kapanlagi.com/g/para_selebriti_ungkap_suka_duka_jadi_pembawa_acara_infotainment/p/olla_ramlan-20140421-001-acat.jpg)
Aku sangat senang ketika suamiku mengajak untuk berlibur tahun ini, seperti tahun-tahun sebelumnya kami sekeluarga selalu berliburan karena dengan cara itu suami ku bisa membalas atau membayar akan waktunya yang tersita untuk bekerja.

Liburan kali ini terasa berbeda karena suami ku menawarkan sebuah desa yang memang jauh dari perkotaan, selama ini kami sering menghabiskan liburan di tempat wisata kebanyakan orang. 

Sejak awal memasuki desa hingga kami menginap di rumah pak giran ini, aku merasakan hal berbeda dari biasanya karena desa ini memberikan pemandangan yang indah dan penduduk yang sangat ramah.

Ketika kami memasuki desa ini begitu pula kala menginjakkan kaki dan bertemu dengan pak giman berserta ibu. Pak giran dan ibu menyambut kami dengan penuh rasa kekeluargaan dan kehangatan seperti menyambut anaknya yang baru pulang ke rumah tersebut.

Ilustrasi mbah giran (sumber : http://rikyarisandi.blog.widyatama.ac.id/)
Ilustrasi mbah giran (sumber : http://rikyarisandi.blog.widyatama.ac.id/)
Pak giran adalah seseorang lelaki dewasa yang baik, sederhana dan berwibawa di mata ku beruntung sekali ibu berjodoh dengan pak giman dan beruntung pula pak giran yang mendapatkan istri seperti beliau yang sangat pengertian dan penuh kasih sayang.

Bila mengingat kejadian semalam, aku merasa tak enak dengan ibu dimana aku bermanjaan dengan pak giran di depan ibu tetapi ibu tak cemburu maupun marah sedikit pun.

Masih teringat jelas bagaimana semalam aku diperlakukan dengan manjanya oleh pak giran, mungkin kalau aku di posisi ibu bakal cemburu dan marah sejadinya.

Bila saja suami ku melihat kejadian semalam mungkin dia akan marah dan menganggapku wanita murahan dan tak setia karena aku tak menolak sedikit pun saat pak giman merangkul dalam pelukannya dan aku menyadarkan kepala di pundak tuanya.

Mungkin karena aku yang belum mampu beradaptasi dengan cuaca di desa ini yang membuat situasi semalam terjadi dengan begitunya.

Melihat gelegat badan yang agak kedinginan dan mulai merapatkan posisiku kepada pak giran, pak giran pun berinisiatif untuk merangkulkan tangan kirinya ke pundakku.

"kamu kedingin ya ,nduk ?" bisik si bapak sembari merangkul dengan tangan kirinya.

"iya pak, jangan pak gak enak ada ibu ". balas ku sambil melirk ke arah ibu.

"udah nduk, tiduran di paha bapak aja". timpal si ibu

Rangkulan si bapak disambut tawa dan godaan dari ibu yang membuat wajahku bersemu memerah karena aku malu menerima rangkulan si bapak namun bapak malah mendapat persetujuan dari ibu.

"kamu manis nduk, mirip ibu waktu muda" bisik pak giran di sela-sela percakapan kami.

"bapak bisa aja, cantikan ibulah pak". sahut ku

Ibu menangkap perubahan di wajah ku yang kembali bersemu merah karena di goda oleh pak giran, ibu tertawa kecil sembari mencolek suaminya..

"nak rina memang cantik pak, beruntung andi mempersuntingnya". ibu menimpali 

"hati-hati loh nduk, bapak masih doyan "begituan" ". tambah si ibu sembari tertawa dan berkedip kepada ku.

Aku hanya bisa tersenyum dan ikut tertawa dengan ibu dan tanpa sengaja mata ku menangkap sebuah pemandangan keganjilan di balik sarung si bapak.

Pantesan aja ibu mengedipkan matanya rupanya ada sesuatu perubahan yang terjadi di balik sarung pak giran. Udara malam yang kian menanjak seiring waktu terus meningkat, begitu pula dengan aktivitas tangan tuanya yang mulai memijit bahu serta kuduk hingga sesekali menggosok punggung ku yang tak mampu untuk menolaknya.

Pak giran memberikan rasa nyaman bukan sekedar mencabuli diri ku. Rasa nyaman dari seseorang yang mengerti akan memperlakukan wanita akan membuat wanita itu tak akan mampu menolaknya dan sedikit pun aku tak berpikir aneh-aneh terhadap pak giran.

**

Pak giran dan ibu segera menuju ke kamar, terlihat lampu kamar yang di matikan dan aku menuju ke kamar mandi untuk membasuh muka seperti biasa saat aku mau tidur.

Ketika aku berjalan ke kamar, tanpa ku sadari terdengar suara percapakan bapak dan ibu.

"ayo buk.. kemari.." suara si bapak.

"kenapa pak, udah gak sabar aja?" ujar si ibu.

"hayoo.. karena si rina ini pasti ya pak ?" kejar si ibu sembari tertawa kecil.

" hehehe. tau aja si ibu ini. " balas si bapak.

Aku hanya bisa terdiam dan tiba-tiba wajah ku kembali bersemu merah karena malu mendengar percakapan pak giran dengan ibu. Ternyata benar bahwa si bapak masih doyan begituan walau usianya sudah tua namun yang membuat ku malu adalah bahwa alasan malam ini untuk memulai hubungan tersebut adalah aku.

Aku menjadi imajinasi si bapak sedang ibu tak marah maupun cemburu malahan ibu makin bersemangat dan di sambut tertawaan, aku tak mampu membayangkan bagaimana jadinya nanti dan apa yang akan terjadi dalam liburan ini.

Aku pun beranjak ke kamar dengan rasa penasaran dan ketidak percayaan ku, ku lihat mas andi terlelap sambil memeluk kedua malaikat kecil kami sambil mencium kening suami dan kedua anak ku, aku mengambil posisi di samping anak-anak dan aku pun mulai merangkai di dalam mimpi malam ini.

**

Seperti halnya pagi ini dimana kala beliau memberikan baju kebaya anak gadisnya, yang ku tahu namanya adalah ningsih Ibu memperlakukan ku seperti anak gadisnya sendiri.

Beliau juga sangat senang dengan kehadiran ku disini, dimana menjadi temannya berbincang dan memasak di dapur.

"rin .. kemari sebentar". ujar ibu saat aku akan melangkah ke kamar mandi.

"iya bu, ada apa ?" sahut ku yang berjalan ke arah kamar ibu.

" coba baju kebaya ini nak, cocok sama kamu sepertinya". ujar ibu sembari memberikan baju kebaya itu kepada ku.

" baik bu, akan rina coba ya selepas mandi." jawab ku dengan senyum dan sembari beranjak untuk ke kamar mandi.

Kebaya itu cukup sederhana namun masih terlihat bagus dan terjaga oleh sang empunya, kebaya yang biasanya dipakai oleh penduduk desa kebanyakan.

Aku pun mencoba kebaya yang ibu berikan, setelah selesai aku coba berdiri sejenak di depan cermin memandangi diriku yang baru kali mengenakan kebaya model seperti ini.

"cocok dan pas sama kamu rin.." celutuk pak giran yang entah sejak sudah berada di depan pintu.

" eh .. bapak.." ujar ku sembari menoleh ke arah pak giman.

"udah lama pak ?" tanya ku pada beliau.

" hehe.. yuk, ibu dan anak-anak udah nunggu tuh" balas pak giran.

" iya pak" jawab ku.

Aku memperhatikan mas andi yang masih tertidur dengan pulas, mencium keningnya sejenak dan beranjak keluar untuk bergabung dengan ibu dan anak-anak ku.

Aku berjalan beriringan dengan pak giran ke arah kebun samping rumah yang menjadi tujuan kami.

"kamu cantik nduk pakai kebaya itu" bisik pak giran sembari berjalan.

" bapak bisa aja.. deh" ujar ku sambil menahan tawa dan wajah ku memerah yang di sambut senyum pak giran.

Kedatangan kami disambut pelukan anak-anak yang berhamburan ke arah kami. Pak giran mengendong adit dan aku mengendong nisa, Ibu hanya tersenyum dan memandang penuh makna ke arah ku, dan sebuah kedipan mata yang tak ku tahu apa maknanya.

***

*bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun