Mohon tunggu...
Newbie
Newbie Mohon Tunggu... -

Aliran Naturalisme

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Part I] Di Balik Sebuah Cerita

27 November 2016   18:04 Diperbarui: 30 November 2016   19:09 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prolog

Mentari yang masih bergelut manja dengan awan sembari bergerak perlahan meninggalkan tempat peraduan. Genangan hujan yang terlihat di halaman rumah dan udara dingin yang masih membalut bekas hujan yang mengguyur dari semalam.

Desa yang memberikan kehidupan kepada warga sekitarnya dengan hasil alam baik itu pertanian dan perkebunan, masyarakat desa yang hidup sederhana dengan berteman dengan alam.

Masyrakat hidup berdampingan dengan alam, saling menjaga diantara alam dan penduduk adalah salah satu harapan yang tak dapat di tampilkan di kehidupan perkotaan.

Dibalik kehidupan alam yang indah dan kerukunan alam dan masyarakat itu, ada hal  yang menarik perhatianku dari salah satu kehidupan para masyarakat tersebut.

Kehidupan yang sederhana, gairah dan semangat hidup jelas terlihat dari pasangan keluarga itu yang seakan membuat ku malu pada kehidupan keluarga ku sendiri.

***

ilustrasi kawasan pendesaan (sumber : https://jakasppainter.files.wordpress.com/)
ilustrasi kawasan pendesaan (sumber : https://jakasppainter.files.wordpress.com/)
Kisah ini berawal kala liburan tahunan yang membawa kami ke pendesaan ini, setiap liburan memang keluarga kami sering mencari hal-hal baru untuk pembelajaran karena tujuan awal yang memang bukan sekedar liburan.

Kami memilih pendesaan ini karena memang sudah mempertimbangkan jauh-jauh hari, aku dan istri memang memiliki hobi yang sama yaitu travelling dan memotret keindahan alam.

Sebuah desa yang terletak jauh di pinggiran kota itu memakan waktu yang cukup lama untuk dapat sampai ke sana. Ketika mobil memasuki jalan pendesaan itu, kami disambut kawasan pertanian dan pepohonan begitu pula keramahan para penduduk desa setempat.

Pendesaan yang sejuk berbalut pemandangan indah ini membangkitkan rasa keingintahuan di dalam hati ku untuk mengetahui seluk beluk desa ini baik itu kehidupan penduduknya maupun kehidupan desa itu sendiri.

Kami berhenti sejenak di warung milik salah satu penduduk yang terletak di pinggir jalan, biarpun warung ini sederhana namun menghadirkan kenyamanan yang menghapus kelelahan akibat dari perjalanan jauh hari ini. 

Setelah berbincang-bincang sejenak, pemilik warung itu mengatakan untuk dapat melapor kepada pemimpin desa tersebut dengan tujuannya agar dapat membantu kebutuhan kami di desa dan hal lainnya.

Kami pun berpamitan dengan pemilik warung dan para penduduk yang saat itu yang berada di warung, untuk menemui pemimpin desa tersebut.

Sesuai arahan dari pemilik warung dan bertanya-tanya dengan penduduk setempat, akhirnya kami menemukan sebuah rumah sederhana yang terletak di pojok desa tersebut.

Rumah tersebut di keliling oleh pepohanan dan sawah, terlihat keasrian alam dan kenyamanan yang ditawarkan oleh rumah dan alam sangat terasa menyelimuti kami.

Ku berhentikan mobil tepat di halaman rumah tersebut, tak perlu dikomandoi anak-anak dengan semangatnya turun dari mobil yang diikuti oleh aku dan istri.

Terlihat jelas wajah gembira dari anak-anak yang berhamburan ke arah hamparan lahan sawah yang begitu luas, aku hany bisa memandang istri dan disambut senyuman dan anggukan yang mengartikan untuk membiarkan anak-anak kami.

Ilustrasi mbah giran (sumber : http://rikyarisandi.blog.widyatama.ac.id/)
Ilustrasi mbah giran (sumber : http://rikyarisandi.blog.widyatama.ac.id/)
Aku dan istri kemudian berjalan menuju pintu rumah tersebut sembari mengetuk dan mengucap salam yang bertujuan untuk silaturahmi dengan pemilik rumah.

Selang tiga menit pintu rumah pun terbuka, seorang lelaki  tua dengan singlet lusuh berteman kain sarung sembari senyum di wajah menyambut kedatangan kami. Setelah berbasa-basi sejenak, Beliau pun mempersilahkan kami masuk ke dalam rumah.

Sejak awal aku menginjak rumah ini, aku merasakan kenyamanan yang ditawarkan baik itu dari pemilik rumah maupun rumah itu sendiri seakan aku berada di rumah sendiri.

Kami pun diperkenalkan dengan istri beliau yang saat itu sedang memasak makan siang di dapur. Rumah ini cukup sederhana namun luas karena memang bersifat tak permanen layaknya rumah di perkotaan, terlihat ada beberapa kamar yang memang sengaja di buat untuk para tamu seperti kami.

Aku larut dalam perbincangan dengan beliau, yang menjelaskan tentang desa maupun kehidupan penduduk setempat sembari bergantian beliau memandangi aku dan istri. Asap kretek mengepul dari bibir tuanya beriringan dengan kisah yang tertutur dengan lancarnya.

Ditengah-tengah perbincangan istri ku pamit untuk ke dapur dengan alasan membantu istri beliau, yang sedang menyiapkan makan siang. Siang itu kami makan bersama dengan keluarga pak Giran dengan di balut suasana keluargaan dan kesederhanaan.

Begitu welcomenya beliau terhadap kedatangan kami membuat aku seakan sudah kenal lama dengan beliau sehingga kami semua cepat akrab.

Terlihat kedekatan antara anak-anak dengan beliau maupun istrinya, seperti kakek dan cucunya saja. Aku sangat bersyukur dengan liburan kali ini yang sangat berkesan, karena mampu memberikan sedikit kebahagian kepada keluargaku.

**

Kami menghuni kamar di pojok yang berdekatan dengan pepohonan dan taman bunga yang indah, setelah memasukkan semua barang ke kamar dan istri ku berbaring sejenak dikamar aku pun menuju ke ruang tengah.

Terlihat sebuah pemandangan yang menarik bagi ku, anak-anak sedang tertidur di pangkuan pak giran sesekali beliau mengusap rambut anak-anak ku untuk memastikan anak-anak tetap tertidur dengan lelap.

"maaf pak, udah ngerepotin". ucap ku, sedikit membuatnya kaget karena tak menyadari kehadirian ku

"gak apa-apa mas andi." ujar beliau sembari tersenyum

"ya sekalian berasa ada cucu juga mas." sambung beliau

"memang cucu bapak dimana ?" tanya ku

"di kampung sebelah mas, anak ku tinggal di kampung sebelah karena bekerja disana". jelasnya.

**

POV Suami

Aku tertidur cukup lama saat itu, saat ku sadari suara azan magrib telah berkumandangan dengan merdunya di temani suara binatang malam yang menambah suasana pendesaan yang begitu asri dan nyaman ini.

Ku perhatikan sekeliling kamar dan anak-anak tertidur dengan senyum dan damai tercetak dari wajahnya, sesaat ku kecup keningnya dan melangkah ke kamar mandi.

Aku melangkah keluar kamar meninggalkan anak-anak yang sedang tertidur, saat kaki melangkah keluar bertepatan dengan bu giran yang sedang membawa napan berisi dua gelas teh hangat dan secangkir kopi mengarah ke teras depan.

Terdengar suara tawa istri di selingi candaan pak giran dan ibu yang sedang bercengkrama di teras,baik di ruang tengah maupun di teras tetap duduk dalam posisi lesahan karena di rumah tersebut tak ada meja dan bangku seperti di rumah kami.

Saat ku melangkah ke pintu depan, aku berhenti sejenak di balik dinding rumah yang terbuat dari anyaman bambu dimana terlihat posisi istri yang duduk di samping kiri pak giran dan ibu duduk di hadapan mereka.

Ku lihat istri ku menggunakan sweater dipadu dengan daster kemeja, dan rambutnya yang panjang di biarkan terlepas. Bibir tua Pak giran yang sesekali mengisap kreteknya sembari menyeruput kopi hitam, terlihat tangan kiri tua pak giran yang tak canggung untuk membelai rambut panjang istri ku yang di selingi bisikan ke telinganya dan di sambut tawa si ibu yang membuat wajah rina bersemu merah.

Suasana yang begitu akrab dan tak ada rasa canggung diantara ketiga insan yang padahal baru bertemu tadi siang, terlihat chemistry terbentuk secara natural diantara mereka tanpa adanya sesuatu yang dibuat-buat. Senyum dan rasa damai bercampur suka cita melihat keakraban diantara mereka tak ada pikiran aneh yang terlintas di benak ku.

Malahan aku bersyukur melihat keadaan yang tersaji saat ini, dimana istri ku mendapatkan kebahagian dari sedikit banyaknya dapat terlepas lelah bekerja dengan kerasnya di rumah sebagai ibu rumah tangga, setidaknya biarkan dia merasakan kebahagian dan tertawa lepas seperti saat ini.

Udara malam yang kian dingin, membuat posisi rina merapat ke arah pak giran dimana tangan kiri tua beliau telah melingkar di bahunya, terlihat sesekali tangan kiri tua itu memijit bahu maupun kuduk tak terlihat adanya penolakan dari tubuh rina. 

"udah nduk.. tduran di paha bapak aja" ujar si ibu dengan polos nya yang di sambut tawa rina.

" gak papa buk, gak enak.. malu ah sama ibu". ujar rina sembari tersenyum dan wajah yang bersemu memerah.

Terlihat pak giran berbisik sesuatu yang membuat rina tertawa dan disambut oleh si ibu yang seakan dapat mendengarkan bisikan si bapak. Tanpa rasa canggung rina bergelayut manja sembari kepalanya bersandar di pundak tua pak giran yang disambut elusan lembut di rambut panjangnya.

Bu giran hanya bisa geleng-geleng kepala bercampur tawa tanpa adanya rasa cemburu terlihat diwajahnya yang melihat tingkah kedua insan tersebut. Aku kemudian teringat akan kedua orang tua rina yang telah tiada, mungkin itu yang membuat rina merasa nyaman dan tanpa canggung bersikap manja dengan pak giran. 

Aku pun beranjak dari tempat pengintipan menuju ke kamar untuk mengecek keadaan anak-anak yang ternyata masih terlelap dalam buaian mimpi indahnya.

Aku membaringkan diri di samping anak-anak, sembari mencium kening keduanya. Dipan sederhana dipadu dengan dinding anyaman rotan ini menambah kenyamanan kamar yang sedang ku tempati ini. 

Tak terasa aku pun terjaga dari tidur yang tak kurencanakan ini, aku terbangun karena ingin buang air kecil. Ku lihat sekeliling ternyata istri ku telah tertidur diantara aku dan anak-anak, terlihat jelas raut wajah yang bahagia dan senyum menghiasinya. Aku pun bangkit untuk menuju ke kamar mandi yang terletak dibelakang bersebelahan dengan dapur.

Saat baru keluar terdengar "suara-suara aneh" yang berasal dari kamar pak giran. Suara-suara aneh yang berasal dari perbuatan orang dewasa yang biasa dilakukan oleh sepasang suami istri.

Di usia beliau yang sudah tua begitu ternyata aktivitas malam pun masih berlanjut, kataku dalam hati sembari menahan tawa geli yang memang tak menyangka bahwa pak giran memang masih bergairah dalam hal hubungan suami istri.

***

*bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun