Mohon tunggu...
Yudha Adi Nugraha
Yudha Adi Nugraha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penggiat Alam Bebas

Saya adalah seorang individu yang memiliki kepribadian yang ramah dan terbuka. Saya memiliki rasa ingin tahu yang besar dan selalu tertarik untuk mempelajari hal-hal baru. Dalam waktu luang, saya menikmati membaca buku-buku non-fiksi, hukum serta teknologi dan saya sangat menyukai pendakian gunung. Saya menganggap kemampuan komunikasi sebagai kelebihan utama saya. Saya selalu berusaha untuk menjelaskan hal-hal dengan jelas dan dapat berinteraksi dengan baik dengan orang lain. Sisi lain dari saya adalah bahwa saya bisa terlalu keras pada diri sendiri dan memiliki tendensi untuk mengabaikan istirahat dan keseimbangan hidup. Visi saya adalah untuk terus berkembang dalam karier saya dan menjadi seseorang yang berpengaruh. Saya juga ingin memanfaatkan kemampuan dan pengetahuan saya untuk membantu masyarakat dan membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kemandirian Sebagai Kunci Psikologis dan Filosofis

1 Februari 2025   07:00 Diperbarui: 31 Januari 2025   02:51 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://unsplash.com/photos/photo-of-man-about-to-jump-from-cliff-pWOdBS_l9LQ

Perjalanan manusia dalam memahami diri dan lingkungannya sering kali diwarnai oleh keinginan untuk mencari kenyamanan dan kepastian. Salah satu bentuk pencarian ini adalah ketergantungan pada orang lain, baik dalam aspek emosional, finansial, maupun pengambilan keputusan. Namun, ketergantungan yang berlebihan sering kali menjadi penghambat bagi pertumbuhan pribadi dan kebebasan individu. Dalam perspektif psikologi dan filsafat, menjadi mandiri adalah langkah menuju kebebasan sejati yang memungkinkan seseorang untuk berkembang secara optimal tanpa harus selalu bergantung pada orang lain.

Dari sudut pandang psikologi, ketergantungan dapat muncul sebagai akibat dari berbagai faktor, seperti pola asuh, pengalaman masa lalu, dan ketakutan akan kegagalan. Banyak individu yang tumbuh dalam lingkungan di mana mereka tidak diberi kesempatan untuk mengambil keputusan sendiri, sehingga ketika dewasa mereka mengalami kesulitan dalam menghadapi tantangan tanpa bantuan orang lain. Dalam teori perkembangan Erik Erikson, ketergantungan yang berlebihan dapat dikaitkan dengan tahap perkembangan "autonomy vs. shame and doubt", di mana individu yang tidak diberikan kesempatan untuk mandiri sejak dini cenderung mengalami ketakutan dalam mengambil inisiatif dan merasa tidak mampu mengatasi masalah sendiri. Dari perspektif psikologi kepribadian, Carl Rogers dalam pendekatan humanistik menekankan bahwa individu memiliki "self-actualization tendency", yaitu kecenderungan alami untuk tumbuh dan berkembang menjadi versi terbaik dari dirinya sendiri. Ketergantungan yang berlebihan justru menghambat aktualisasi diri karena individu tidak mampu menggali potensi dan mengambil tanggung jawab atas kehidupannya sendiri. Dengan kata lain, seseorang yang terus-menerus mengandalkan orang lain dalam menghadapi kehidupan akan kesulitan mencapai kepuasan batin dan kebermaknaan dalam hidupnya.

Dalam konteks kesehatan mental, ketergantungan pada orang lain juga dapat menyebabkan kecemasan dan depresi. Individu yang tidak memiliki kemandirian cenderung merasa tidak aman ketika mereka tidak mendapatkan dukungan atau validasi dari orang lain. Mereka mungkin mengalami "learned helplessness", di mana mereka merasa tidak memiliki kontrol atas hidup mereka sendiri dan menyerahkan keputusan penting kepada orang lain. Hal ini dapat menciptakan perasaan tidak berdaya yang berujung pada stres kronis dan rendahnya rasa percaya diri. Dalam filsafat, konsep kemandirian dan kebebasan telah menjadi pusat perdebatan sejak zaman kuno. Filsuf Immanuel Kant dalam karyanya "What is Enlightenment?" menekankan bahwa keberanian untuk menggunakan akal sendiri adalah inti dari pencerahan. Menurut Kant, manusia sering kali memilih untuk tetap dalam kondisi ketergantungan karena merasa nyaman dengan otoritas eksternal yang membuat keputusan bagi mereka. Ia menyebut kondisi ini sebagai "self-imposed immaturity", di mana individu enggan berpikir dan bertindak sendiri karena takut menghadapi konsekuensi dari kebebasan yang mereka miliki. Oleh karena itu, bagi Kant, menjadi merdeka di atas kaki sendiri adalah bentuk pencerahan yang sejati, di mana seseorang mampu berpikir dan bertindak tanpa harus bergantung pada pihak lain.

Filsuf Jean-Paul Sartre, dalam eksistensialisme, juga menekankan pentingnya kebebasan individu dan tanggung jawab terhadap pilihan yang diambil. Dalam pandangan Sartre, manusia "dikutuk untuk bebas", yang berarti bahwa kita tidak memiliki pilihan selain bertanggung jawab penuh atas kehidupan kita sendiri. Bergantung pada orang lain adalah bentuk "bad faith", yaitu penyangkalan terhadap kebebasan yang sebenarnya kita miliki. Dengan menolak untuk bertindak sendiri dan menyerahkan kendali hidup kepada orang lain, seseorang justru mengingkari eksistensinya sebagai makhluk yang bebas dan bertanggung jawab. Konsep "amor fati" dalam filsafat stoikisme juga relevan dalam pembahasan ini. Marcus Aurelius dan Epictetus menekankan bahwa manusia harus menerima nasibnya dengan penuh tanggung jawab dan tidak mencari pelarian dalam ketergantungan kepada orang lain. Dalam pandangan stoik, individu harus berfokus pada hal-hal yang berada dalam kendalinya dan melepaskan diri dari harapan terhadap orang lain. Dengan demikian, seseorang dapat mencapai ataraxia atau ketenangan jiwa yang tidak terguncang oleh faktor eksternal.

Membangun kemandirian psikologis dan filosofis bukan berarti menolak hubungan sosial atau menutup diri dari bantuan orang lain, tetapi lebih kepada menemukan keseimbangan antara kebersamaan dan kemandirian. Dalam teori psikologi sosial, manusia adalah makhluk sosial yang secara alami membutuhkan interaksi dengan orang lain. Namun, ada perbedaan antara ketergantungan yang sehat (interdependensi) dan ketergantungan yang merugikan (dependensi berlebihan). Interdependensi adalah ketika seseorang dapat bekerja sama dengan orang lain tanpa kehilangan identitas dan kendali atas kehidupannya sendiri. Sebaliknya, ketergantungan yang berlebihan menyebabkan seseorang kehilangan otonomi dan sering kali merasa tidak berdaya tanpa kehadiran orang lain. Untuk mencapai kemandirian yang sejati, individu perlu membangun self-efficacy, yaitu keyakinan bahwa mereka mampu menyelesaikan tugas dan menghadapi tantangan hidup secara mandiri. Albert Bandura, dalam teori pembelajaran sosialnya, menekankan bahwa pengalaman sukses kecil dapat membantu meningkatkan rasa percaya diri seseorang dalam mengambil keputusan dan bertindak mandiri. Oleh karena itu, penting bagi individu untuk mulai mengambil langkah-langkah kecil dalam menyelesaikan masalah tanpa selalu meminta bantuan dari orang lain.

Dalam konteks filsafat eksistensial, individu harus memiliki keberanian untuk menghadapi ketidakpastian. Kebebasan yang sejati tidak datang tanpa risiko, dan sering kali, ketakutan akan kesalahan atau kegagalan menjadi alasan utama seseorang tetap bergantung pada orang lain. Namun, sebagaimana yang dikatakan oleh Sren Kierkegaard, keberanian untuk mengambil langkah ke dalam "the leap of faith"---yakni menghadapi hidup dengan penuh tanggung jawab tanpa bergantung pada orang lain---adalah langkah menuju kebebasan sejati. Selain itu, membangun disiplin dan tanggung jawab pribadi juga menjadi aspek penting dalam mencapai kemandirian. Dalam pendekatan psikologi positif, disiplin diri dianggap sebagai kunci untuk mencapai kehidupan yang bermakna dan sukses. Orang yang mampu mengendalikan diri dan bertanggung jawab atas tindakannya sendiri akan lebih mampu mencapai kebebasan psikologis yang tidak bergantung pada validasi atau dukungan eksternal.

Sebagai kesimpulan, mengubah pola pikir dari ketergantungan menjadi kemandirian adalah langkah penting dalam mencapai kebebasan sejati, baik dalam perspektif psikologi maupun filsafat. Secara psikologis, individu yang mandiri lebih mampu menghadapi tantangan hidup dengan percaya diri dan tidak mudah mengalami stres atau kecemasan yang berlebihan. Dari sudut pandang filsafat, kebebasan individu adalah hak fundamental yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Dengan memahami bahwa kehidupan adalah hasil dari keputusan dan tindakan kita sendiri, kita dapat membangun keberanian untuk berdiri di atas kaki sendiri, tanpa harus terus-menerus bergantung pada orang lain. Menjadi mandiri bukan berarti menolak bantuan, tetapi memastikan bahwa kita tetap memiliki kendali penuh atas kehidupan kita sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun