Tantangan dan Solusi
Tantangan utama dalam menanggulangi penyebaran berita palsu adalah adanya kekosongan hukum, terutama dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Kekurangan ini menciptakan celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku penyebaran berita palsu untuk menghindari pertanggungjawaban pidana. Oleh karena itu, salah satu solusi yang dapat diambil adalah memperkuat regulasi hukum yang mengatur kejahatan di dunia maya. Perlu adanya revisi atau penyempurnaan hukum yang eksplisit menangani berita palsu, serta peningkatan ketatnya penegakan hukum terhadap pelanggaran tersebut. Regulasi yang lebih tegas dapat menjadi instrumen efektif dalam membendung laju penyebaran berita palsu dan memberikan landasan hukum yang jelas bagi penegak hukum dalam menindak para pelaku.
Selain itu, upaya edukasi masyarakat tentang literasi digital juga menjadi kunci dalam menanggulangi fenomena berita palsu. Pemahaman masyarakat tentang cara memverifikasi informasi, sumber berita yang terpercaya, dan kritis dalam menerima informasi dari media sosial dapat mengurangi tingkat kerentanan terhadap penyebaran berita palsu. Program-program literasi digital dapat diintegrasikan dalam sistem pendidikan dan juga dapat diselenggarakan oleh pemerintah, lembaga pendidikan, dan media massa. Pemberdayaan masyarakat untuk menjadi konsumen informasi yang cerdas dan bertanggung jawab dapat menjadi solusi jangka panjang dalam melawan fenomena berita palsu. Dengan menggabungkan upaya perbaikan regulasi hukum dan peningkatan literasi digital, diharapkan dapat diciptakan ekosistem informasi yang lebih sehat dan aman bagi masyarakat.
Kebebasan berekspresi dan berpendapat di Indonesia, dijamin oleh UUD 1945, semakin diperluas melalui media sosial. Namun, fenomena berita palsu (hoax) meningkat sejak Pemilu 2014, terutama di media sosial, digunakan sebagai alat politik dalam kampanye hitam untuk merusak reputasi lawan. Literasi digital rendah dan kurangnya identifikasi sumber berita dapat memperburuk masalah ini. Dampak sosialnya mencakup kegaduhan, krisis kepercayaan terhadap media, dan penurunan kualitas informasi. Secara hukum, UU ITE (Nomor 11 Tahun 2008) memberikan dasar penanganan berita palsu, namun penerapannya mendapat kritik terkait kebebasan berpendapat. Tantangan utama adalah kekosongan hukum, terutama dalam KUHP. Solusinya melibatkan penguatan regulasi, revisi hukum, dan edukasi literasi digital untuk menciptakan ekosistem informasi yang lebih sehat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H