Teknologi blockchain telah menjadi topik hangat dalam beberapa tahun terakhir, dan dianggap sebagai inovasi paling berpengaruh dalam industri keuangan. Teknologi ini memungkinkan pencatatan transaksi secara terdesentralisasi dan aman dengan menggunakan sistem enkripsi kriptografi. Dalam artikel ini, kita akan membahas potensi dan tantangan hukum dari teknologi blockchain, serta dasar hukum yang ada di Indonesia.
Teknologi blockchain memiliki potensi besar dalam memfasilitasi transaksi yang aman dan transparan. Potensi hukum dari teknologi blockchain terletak pada kemampuannya untuk menciptakan kepercayaan dan transparansi dalam transaksi, serta mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi. Dalam konteks hukum, teknologi blockchain dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses bisnis dan hukum.Â
Dengan menggunakan teknologi blockchain, transaksi dapat dilacak dan diverifikasi dengan mudah, meminimalkan risiko penipuan dan manipulasi. Selain itu, teknologi blockchain juga dapat meningkatkan efisiensi proses bisnis dengan mengurangi waktu dan biaya yang diperlukan untuk memverifikasi dan menyelesaikan transaksi.Â
Salah satu potensi hukum terbesar dari teknologi blockchain adalah kemampuannya untuk memfasilitasi transaksi tanpa perlu melibatkan pihak ketiga, seperti lembaga keuangan atau otoritas pemerintah. Hal ini dapat mengurangi biaya transaksi dan mempercepat proses bisnis.
Teknologi blockchain juga dapat digunakan untuk membuat kontrak pintar atau smart contract, yang merupakan perjanjian yang dieksekusi secara otomatis pada jaringan blockchain.Â
Smart contract dapat digunakan untuk memudahkan proses bisnis, seperti pembayaran, pemrosesan klaim asuransi, atau penyelesaian perselisihan. Smart contract dapat mengurangi biaya dan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses bisnis, serta meminimalkan risiko kesalahan manusia. Namun, potensi hukum dari teknologi blockchain juga membawa tantangan dan risiko.Â
Salah satu tantangan terbesar adalah ketidakpastian hukum dalam pengaturan teknologi blockchain. Karena teknologi blockchain baru dan terus berkembang, regulasi dan hukum terkait penggunaannya masih belum matang dan perlu diperbaiki secara terus-menerus.Â
Meskipun memiliki potensi besar, teknologi blockchain juga membawa tantangan dan risiko dalam konteks hukum. Berikut adalah beberapa tantangan hukum utama yang terkait dengan penggunaan teknologi blockchain :
- Ketidakpastian Hukum: Teknologi blockchain relatif baru dan terus berkembang, sehingga regulasi dan hukum terkait penggunaannya masih belum matang dan sering kali ambigu. Hal ini dapat menyebabkan ketidakpastian hukum dan mempersulit penerapan teknologi blockchain dalam praktik.
- Perlindungan Data: Dalam penggunaan teknologi blockchain, data dan transaksi dapat terbuka untuk publik dan diverifikasi secara otomatis. Hal ini dapat membawa risiko terkait privasi dan perlindungan data pribadi pengguna, serta dapat mengancam kerahasiaan bisnis dan industri.
- Perlindungan Konsumen: Teknologi blockchain dapat digunakan untuk membuat kontrak pintar atau smart contract, yang dieksekusi secara otomatis. Hal ini dapat meminimalkan risiko kesalahan manusia, namun juga dapat menyulitkan konsumen dalam hal ketentuan kontrak dan jaminan.
- Kepemilikan Intelektual: Teknologi blockchain dapat digunakan untuk memfasilitasi dan mendukung hak cipta dan hak kekayaan intelektual, namun juga dapat menimbulkan masalah terkait hak kekayaan intelektual, seperti penggunaan tanpa izin dan pelanggaran hak kekayaan intelektual.
- Tantangan Regulasi: Karena teknologi blockchain dapat digunakan untuk memfasilitasi transaksi tanpa perlu melibatkan pihak ketiga, seperti lembaga keuangan atau otoritas pemerintah, maka regulasi dan pengawasan terkait penggunaannya menjadi lebih sulit.
- Kebutuhan akan Interoperabilitas: Dalam penggunaan teknologi blockchain, interkoneksi dan interoperabilitas antara berbagai jaringan blockchain menjadi penting. Namun, tantangan teknis dan hukum terkait interoperabilitas masih menjadi isu yang perlu diatasi.
Di Indonesia, hukum yang mengatur teknologi blockchain adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pasal 5 ayat (1) ITE mengatur bahwa informasi dan/atau dokumen elektronik dinyatakan sah secara hukum apabila memenuhi persyaratan tertentu, salah satunya adalah memiliki tanda tangan elektronik yang sah. Sedangkan, blockchain sendiri dapat dianggap sebagai bukti elektronik yang sah, sepanjang data yang dicatat dalam blockchain diakui oleh hukum. Hal ini dikarenakan blockchain memungkinkan transaksi dicatat secara otomatis dan terdistribusi ke berbagai node atau komputer, sehingga sulit dimanipulasi.
Selain itu, pemerintah Indonesia juga telah menerbitkan beberapa peraturan terkait teknologi blockchain. Pada tahun 2019, Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 21/2/PBI/2019 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial (Financial Technology/Fintech) yang mengatur tentang penyelenggaraan layanan fintech yang menggunakan teknologi blockchain di Indonesia.Â
Selain itu, pada tahun yang sama, Kementerian Komunikasi dan Informatika juga menerbitkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2019 tentang Registrasi Sistem Elektronik Penyelenggara Sistem Elektronik Transaksi Berbasis Teknologi Aman untuk memberikan pengaturan terhadap layanan blockchain dan teknologi terkait.