Hiasan ruangan sebagian besar berasal dari daur ulang limbah. Payung bekas berjajar bak sebuah tenda, botol ecobrik yang tersusun rapi dalam lemari, sampai pemanfaatan limbah kayu untuk meja dan kursi. Tidak ada sedotan plastik maupun tisyu sekali pakai. Mau minum? Silahkan ambil sepuasnya yang tersedia di dalam jar tanpa harus merogoh kantong untuk membeli botol mineral.
Mbak Alif, putri bu Tas kini menemani ibundanya mengelola kantin Maatoa. Di kantin ini tak hanya sebagai persinggahan memenuhi hasrat lapar semata. Kantin ini juga dialiri dengan ilmu. Setiap bulannya mbak Alif membuat kelas maupun diskusi yang terbuka untuk umum. Mulai dari kelas Bahasa Inggris, workshop merangkai bambu Sri Rejeki, sampai berdiskusi mengenai pengolahan sampah.
Profesi mbak Alif sebagai seorang psikolog pun menyadari bahwa kesadaran akan lingkungan juga berpengaruh pada kesadaraan seseorang untuk merawat psikisnya dengan baik. Sama halnya seperti pernyataan yang dilansir dari American Psychological Association, perubahan iklim dan kerusakan lingkungan berdampak pada perilaku interpersonal yang imbasnya manusia lebih mudah mengalami kecemasan dan stress. Â
Terlebih saat ini jaman semakin menuntut kita untuk memiliki gaya hidup serba konsumtif. Kemudahan berbelanja sampai bertransaksi semakin menerobos nafsu manusia yang membabi buta membeli hal yang semestinya tidak diperlukan olehnya. Sampah plastik pun kian meraja lela. Lalu, anak cucu kita mau diwarisi lingkungan seperti apa?
Semangat ibu Tas dan mbak Alif semestinya harus semakin banyak diinternalisasi oleh semua kalangan masyarakat terutama generasi muda dan orang tua.Â
Sepertinya halnya mbak Alif dan ibu Tas. Mbak Alif sebagai generasi muda berperan untuk beraksi, berkontribusi mensosialisasikan pencegahan sampah sekali pakai, pemilahan, sampai pengolahan sampah dengan membuat komunitas, kelas, maupun diskusi. Bu Tas sebagai orang tua berperan menginternalisasi nilai-nilai hidup berkelanjutan kepada anak-anaknya sebagai penerus agar bisa menerapkan hidup ramah lingkungan dalam kehidupan sehari-hari.
Jika orang tua dan generasi muda sama-sama kompak turut andil dalam aksi peduli lingkungan, maka resiko-resiko kerusakan lingkungan yang terjadi di masa mendatang akan dapat direduksi secara berkala.Â
Bukankah ibu sebagai orang tua itu tiang suatu negara, dan generasi muda adalah tonggak bagi suatu bangsa. Maka harus diperlukan generasi penerus sama seperti mbak Alif dan Ibu Tas.
Bumi itu tempat tinggal kita. Lantas kita lah yang akan merawatnya. Bahkan sampai kiamat pun tiba. Ajaran agama pun tetap memerintahkan untuk senan tiasa menjaga. Sayangi bumi kita. Sayangi lingkungan kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H