Konflik hubungan interpersonal antar orang tua dan anak sering kali menjadi pemicu kualitas pola komunikasi pada proses pembinaan sifat disiplin yang dilakukan orang tua pada anak. Hubungan interperonal merupakan salah satu hal terpenting dalam kehidupan manusia yang memengaruhi kualitas kehidupan. Hubungan interpersonal terbentuk dengan adanya komunikasi. Berkomunikasi merupakan kebutuhan manusia dalam mempertahankan kelangsungan hidup, hampir tidak mungkin seseorang sama sekali tidak melakukan komunikasi dengan orang lain selama hidupnya. Seperti pada proses pembinaan berdisiplin yang orang tua lakukan kepada anaknya, dimana pola komunikasi orang tua dan anak harus terjaga dengan baik supaya proses ini berjalan dengan baik pula. Orang tua dan keluarga merupakan pendidikan pertama bagi seorang anak. Proses peletakan dasar-dasar pendidikan di lingkungan keluarga merupakan tonggak awal proses pendidikan selanjutnya, baik secara formal maupun nonformal. Seperti John Locke dalam teori tabularasa mengatakan bahwa "anak-anak terlahir bagaikan lilin yang putih dan orang tua yang akan membentuknya". Oleh karena itu, orang tua memerlukan pola komunikasi yang tepat dan efektif dalam proses mendisiplinkan anak.
Namun ada satu hal yang tidak bisa terhindar dalam hubungan interpersonal antara orang tua dan anak, yaitu konflik. Perbedaan keinginan dan pandangan anak tentang batasan, nilai-nilai serta disiplin yang menjadi ketetapan orang tua  yang kemudian menimbulkan konflik. Masalah komunikasi dan resolusi konflik sering terjadi ketika orang tua dan anak sama-sama berusaha meraih keseimbangan. Konflik yang tak terselesaikan antara orang tua dan anak memiliki dampak besar pada proses mendisiplinkan anak. Maka dalam rangka menciptakan anak yang disiplin, orang tua perlu memperbaiki pola komunikasi serta memperbaiki hubungan interpersonal di antara keduanya.
George Herbert dalam bukunya yang berjudul "main self and society" mengatakan bahwa hubungan interpersonal juga sering disebut sebagai komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal antara orang tua dan anak merupakan kunci keberhasilan berintegrasi dalam proses pembinaan berdisiplin. Apabila komunikasi interpersonal berjalan dengan efektif, maka arus informasi dalam proses pembinaan anak yang disiplin akan berjalan dengan lancar sehingga anak termotivasi untuk mengikuti arahan yang diberikan oleh orang tuanya dalam hal berdisiplin. Komunikasi antara orang tua dan anak dapat disebut efektif apabila anak menginterpretasikan makna pesan yang  tersampaikan oleh orang tua. Komunikasi interpersonal yang efektif bertandai dengan adanya pemahaman yang sama atas pesan yang tersampaikan pada saat proses pembinaan berdisiplin yang berlangsung antara orang tua dan anak, dengan begitu pribadi anak akan terbentuk. Mereka akan memiliki gambaran tentang kehidupan mereka sendiri dan orang lain, serta gambaran yang membentuk prinsip-prinsip yang akan menjadi bekal dalam menjalani kehidupan.
Keseluruhan proses pembentukan anak yang disiplin sangat tergantung dari penerapan pola komunikasi orang tua. Pola komunikasi tecermin dari cara orang tua membangun komunikasi dengan anak. Pada dasarnya terdapat tiga pola komunikasi yang dilakukan orang tua terhadap anaknya, yaitu pola otoriter, pola permisif, dan pola otoritatif atau demokratis. Orang tua biasanya menerapkan ketiga pola ini secara situasional atau bisa terbilang pada saat-saat tertentu, salah satu pola komunikasi bisa lebih dominan daripada pola komunikasi yang lain. Dalam hal ini, proses komunikasi akan cenderung bergantung kepada konteks ruang dan waktu. Ketika anak berusia dini, pola komunikasi otoriter dianggap lebih efektif diterapkan dengan tujuan sebagai langkah awal dalam penanaman nilai-nilai moral pada anak. Selanjutnya ada pola komunikasi permisif. Berbeda dengan pola otoriter, orang tua yang menerapkan pola komunikasi permisif lebih cenderung lebih pasif dalam menaruh batasan-batasan terhadap sang anak. Karena orang tua dengan pola komunikasi seperti ini biasanya sangat yakin bahwa anak-anak seharusnya berkembang sesuai dengan kecenderungan alamiahnya. Kemudian yang terakhir ada pola komunikasi otoritatif atau demokratis. Pola komunikasi ini biasanya menjadi tuntutan untuk diterapkan dalam keluarga seiring dengan bertambahnya usia anak dengan tujuan melatih kedisiplinan, kemandirian, keberanian berpendapat, dan mengasah kemampuan menyelesaikan permasalahan interpersonal.
Artikel ini disusun oleh: Tsamaroh Annabila Mahasiswi semester 3, jurusan Ilmu Komunikasi, Faultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H