Mohon tunggu...
Tsamara Amany
Tsamara Amany Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswi Universitas Paramadina | @TsamaraDKI on Twitter

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hikmah Rizal Ramli

22 Agustus 2015   18:02 Diperbarui: 22 Agustus 2015   18:02 2272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehadiran Rizal Ramli membawa suasana baru dalam Kabinet Kerja. Meski langkahnya menuai kritik karena dianggap menyalahi etika seorang menteri, Rizal Ramli tak menghiraukannya. Protes kerap datang karena Rizal dianggap belum siap menjadi bagian dari pemerintahan. Diakui oleh Ketua Tim Komunikasi Presiden, Teten Masduki, bahwa Presiden Jokowi telah menegur langsung Menteri Koordinator Kemaritiman itu agar tidak mengkritiknya di depan publik. Wakil Presiden Jusuf Kalla yang ditantang debat oleh Rizal Ramli menuding semua orang marah dengan tingkah laku sang Menko.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan bahwa Presiden Jokowi bukan orang yang anti terhadap kritikan. “D‎alam membangun kita kan harus ada pandangan yang terbuka apalagi dalam kondisi seperti ini, enggak semua (menteri) harus jadi "yes man". Jangan kemudian perbedaan itu menjadi konsumsi publik yang menjadi persepsi publik bahwa ada kegaduhan ada perbedaan pendapat, padahal enggak seperti itu," kata Pramono sebagaimana yang dikutip Liputan6.com (20/8).

Ada sisi positif yang dapat diambil dari pernyataan Pramono. Jika semua anggota kabinet satu suara dalam pengambilan keputusan, tentu ada sesuatu yang salah. Tidak ada pro kontra, semua satu suara tanpa perdebatan apakah keputusan tersebut benar atau tidak. Dalam ilmu komunikasi, hal ini disebut kohesivitas kelompok.

Kohesi yang tinggi menggambarkan kelompok sebagai keluarga, tim, dan komunitas. Banyak teori-teori yang menjelaskan hal tersebut sebagai sense of belonging atau “we-ness”, yang merupakan esensi dari kohesivitas kelompok. Sebenarnya hal ini tidak salah, karena kekompakan kabinet mutlak dibutuhkan untuk memulihkan optimisme pasar. Namun kohesi berlebihan justru akan memunculkan buruknya keputusan yang diambil. Dalam komunikasi pula dijelaskan bahwa kohesivitas yang terlalu tinggi memunculkan sindroma groupthink yang menjadi sisi negatif dari suatu kelompok.

Sindroma groupthink membutuhkan orang yang powerful dalam mengambil keputusan. Dalam hal ini Presiden Jokowi yang paling berkuasa dan anggota kelompoknya merupakan para menteri kabinet kerja. Ketika Presiden mengatakan A, maka seraya semuanya akan mengatakan A tanpa mempertanyakan keputusan Presiden. Ini karena sense of belonging dan trust yang begitu terhadap seseorang paling berpengaruh dalam kelompok. Keputusan yang diambil pastinya akan kompak tapi belum tentu menguntungkan rakyat. Sebab, Presiden bukan maha benar dan bisa salah. Tugas seorang menteri mengkoreksi Presiden jika ada kesalahan.

Dengan keberadaan Rizal Ramli yang bukan asal bapak senang (ABS), Presiden dapat menerima banyak masukan. Pengambilan keputusan lebih obyektif dan rasional karena tidak dipengaruhi kekuasaan, tetapi melalui proses perdebatan yang menghasilkan putusan terbaik.

Sumber kegaduhan dan ketidakpastian memang seyogyanya dikurangi. Di depan publik semua harus satu suara agar investor merasa terjamin dengan kebijakan pemerintah. Namun secara internal, tidak ada larangan untuk berdebat sekeras apapun demi mendapatkan hasil terbaik. Jika Rizal Ramli hadir untuk meluruskan segala kesewenangan dalam kabinet, maka pengangkatannya merupakan hikmah. Lebih baik secara internal bertengkar untuk mengambil keputusan yang terbaik untuk rakyat, ketimbang semua satu suara untuk mengambil uang rakyat.

 

Tsamara Amany

Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina

*) Sumber Gambar: nasional.kompas.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun