Mohon tunggu...
Tsamara Amany
Tsamara Amany Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswi Universitas Paramadina | @TsamaraDKI on Twitter

Selanjutnya

Tutup

Politik

Surat Terbuka untuk Mendikbud

27 Juli 2015   12:08 Diperbarui: 27 Juli 2015   12:08 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Pak Menteri yang terhormat, perpeloncoan di kalangan siswa/i bukan lagi hal baru. Senioritas di sekolah menjadi hal yang lumrah. Anehnya guru-guru di sekolah seolah tutup mata, padahal mereka mengetahui permasalahan yang ada di sekolah. Lebih aneh lagi, di era-era pemerintahan sebelumnya, tidak terlihat langkah konkrit untuk mengatasi perpeloncoan. Di kalangan orang tua dan siswa/i, yang terlihat hanya sekedar himbauan.

Masa Orientasi Siswa (MOS) menjadi sarana resmi untuk melanggengkan perpeloncoan. MOS menjadi ajang bagi para senior untuk menunjukkan kepada juniornya who’s the boss. Peraturan-peraturan yang diberikan oleh senior kerap menghantui junior di sekolah. Bahkan peraturan yang diberikan oleh senior lebih ditakuti oleh junior ketimbang peraturan resmi dari sekolah.

Pak Menteri, izinkan saya sebagai mantan siswi untuk bercerita sedikit. Di salah satu sekolah Islam di kawasan Jakarta Selatan, MOS bukanlah sarana bagi siswa/i baru untuk mengenal sekolahnya. Justru sebaliknya MOS menjadi ajang bully junior. Bagi mereka yang tidak mematuhi perintah kakak kelas, pasti ada hukumannya. Hukumannya macam-macam. Mereka yang perempuan sering dibuat malu, contohnya disuruh menyatakan cinta kepada kakak kelas lelaki, menggunakan rok yang begitu besar, dan kerap disindir-disindir. Sementara itu, mereka yang lelaki menghadapi hukuman yang lebih berat lagi. Meski peraturan lelaki tidak seberat perempuan, tetapi mereka harus siap menerima hukuman dipukuli.

Di sekolah tersebut, seluruh siswi diwajibkan menggunakan kerudung oleh sekolah baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Tetapi diskriminasi justru terjadi. Mereka yang senior bebas tidak menggunakan kerudung, sebaliknya para junior akan dihabisi oleh seniornya jika berani membuka kerudung. Selain itu, para junior juga tidak diizinkan makan dan duduk di kantin. Mereka hanya boleh membeli makanan tapi tidak diizinkan duduk di sana. Padahal kelas mereka cukup jauh dan menghabiskan waktu istirahat yang hanya 10 menit. Dan sekolah gagal menindak semua ini.

Masjid sekolah seolah bukan lagi tempat yang suci. Di belakang rumah Allah ini, siswa lelaki yang membuat kesalahan kerap dipukuli. Sungguh ironis Pak Menteri. Apalagi sekolah ini merupakan sekolah Islam, namun nilai keislaman yang ada rupanya tidak tertanam pada siswa.

Sungguh menyedihkan melihat sekolah kalah melawan preman-preman ini. Saya tidak mau munafik karena saya juga pernah ikut larut dalam suasana ini. Justru karena itulah, saya merasa sekolah tidak pernah memutus tali senioritas ini. Jarang ada hukuman yang setimpal bagi siswa/i. Guru Bimbingan Konseling (BK) kurang aktif melihat permasalahan yang ada, sehingga pelaku bullying selalu berhasil lolos.

Pak Menteri, saya bersama banyak orang di Republik ini menginginkan MOS dihapus. Sebab MOS adalah awal dari segala masalah bullying yang ada di sekolah. Alih-alih menjadi ajang perkenalan antar siswa, MOS justru menjadi sarana untuk melanggengkan senioritas di sekolah.

Seluruh mahasiswa Universitas Paramadina pasti mengenal istilah GMP (Grha Mardhika Paramadina) yang harus diikuti oleh seluruh mahasiswa baru. GMP bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai keparamadinaan dalam diri mahasiswa yang berlandaskan leadership and entrepreneurship building. Sebagai mantan rektor Paramadina, tentu Pak Menteri tahu betul mengenai hal ini. Menurut saya, ini adalah salah satu keberhasilan Bapak ketika menjadi rektor.

Ada baiknya jika Pak Menteri mengganti MOS dengan kegiatan GMP di sekolah untuk siswa/i baru. Selain lebih bermanfaat, kegiatan semacam ini menutup gap antara senior dan junior serta dapat menghapuskan sarana resmi sekolah sebagai ajang bullying.

Pak Anies Baswedan, ketika Anda dilantik sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Indonesia seperti menghirup udara segar karena dipimpin seorang akademisi muda yang memiliki passion tentang pendidikan. Generasi muda adalah masa depan Indonesia. Jika mereka gagal berprestasi karena bullying, maka masa depan Indonesia akan suram. Pak Anies, kami titipkan harapan padamu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun