Kedua, menyampaikan kritik secara objektif. Mengutamakan objektivitas dalam memberikan kritik merupakan bukti kejujuran kita dalam mengkritik. Katakan benar jika itu benar, dan katakan salah jika itu salah, bukan sebaliknya. Jangan karena mereka berasal dari golongan yang berbeda, kemudian kita kritik hanya untuk mencari-cari kesalahan orang lain sehingga citra atau nama baik mereka tercecer di depan umum.
Ketiga, bersikap lembut dan sopan. Sampaikan kritik dengan lembut dan santun, sehingga kritik yang disampaikan akan mudah diterima dibandingkan dengan mengkritik dengan sikap memaksa dan kasar, karena orang yang dikritik tidak merasa terpaksa menerima kritik tersebut.Â
Toh, kritik pedas bisa dijadikan alat bukti untuk membawa kritikan tersebut kepada seorang kriminal. Ingat, Indonesia memiliki UU ITE dan polisi siber yang bisa menindak segala hal menyimpang yang terjadi di media sosial.
Sebagai bagian dari bangsa yang besar, kita perlu menyampaikan kritik dengan tujuan untuk mendapatkan perubahan dan perbaikan bagi bangsa ini di masa yang akan datang. Namun kritik perlu disampaikan sesuai dengan kemampuan pengetahuan kita dan harus berdasarkan etika yang berlaku umum.Â
Pencemaran nama baik, hoax, provokasi atau fitnah tidak termasuk dalam kegiatan mengkritik. Maka berhati-hatilah dalam membedakannya, agar kita tidak melanggar hak orang lain dan hukum.
Dan yang harus kita sama-sama pahami adalah bahwa Gerakan Indonesia Tertib tidak hanya berlaku di dunia nyata, tetapi juga di dunia maya. Dengan keteraturan di dunia nyata dan maya, otomatis kita melindungi diri atau nama baik lembaga yang kita wakili.
*Tsalitsa Nur Royaani S, Mahasiswa Program Studi Komunikasi UNAS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H