Keberadaan e-commerce mencukupi apa saja kebutuhan selama kondisi yang menuntut untuk beraktivitas di rumah saja "berdiam di rumah" menjadi simple, terjamin, cepat, dan mudah.Â
Namun, kondisi seperti ini secara tidak langsung membuat indivudu ataupun kelompok menjadi "gelap mata" yang berujung semakin beringas dalam membeli segala sesuatu.
Timbulnya impulsive buying ini karena adanya perubahan kebudayaan dan juga sosial. Hal tersebut didukung oleh pendapat Kotler dalam Suhari (2008) menyatakan bahwa pengaruh perilaku konsumtif karena adanya perubahan kebudayaan, sosial, personal, dan juga psikologi.Â
Dari sini jelas bahwa keadaan yang timbul karena pandemi yang tak kunjung mereda mengakibatkan tindakan konsumtif itu sendiri.
Selain itu, orang-orang pada zaman sekarang lebih mudah terpengaruh oleh orang lain. Seperti ketika seseorang di media social memakai barang tertentu yang terlihat bagus, kemudian seseorang tiba-tiba ingin membeli barang yang sama, padahal barang tersebut belum tentu ia butuhkan.Â
Fenomena semacam ini kerap kali terjadi di lingkungan digital seperti media social karena adanya promosi suatu brand atau produk yang dilakukan oleh influencer.
Berkembangnya media informasi juga sangat mempengaruhi karena melalui media ini barang mudah untuk dipromosikan sehingga menarik minat publik untuk membeli barang tersebut tanpa memperhatikan produk itu benar-benar ia butuhkan atau tidak.
Sebenarnya membeli barang-barang sesuai trend ataupun selalu membeli barang-barang yang diinginkan secara berlebihan bukan  malah terlihat kekinian, tetapi termasuk bentuk ketidakabnormalan seseorang dalam mengkonsumsi atau membelanjakan sesuatu, dimana hal tersebut harus dihindari dan tentunya tidak baik untuk diri sendiri kedepannya.Â
Namun, realitanya masyarakat di luar sana banyak sekali yang bertindak demikian agar terlihat "kekininian" dan menjadi trendsetter masyarakat luas.Â
Tidak dipungkiri lagi seseorang bahkan sampai berhutang sana sini untuk dapat mengikuti arus perkembangan zaman dengan membeli berbagai produk demi menutupi gaya hidupnya bak "crazy rich".Â
Mereka gelap mata dan terjebak dalam situasi dengan gaya hidup hedon serta materilialis yang menjadikan mereka melakukan segala cara agar tetap terlihat kekinian atau tidak tertinggal arus perkembangan yang ada.
Di sisi lain adanya perilaku konsumtif atau bahasa kerennya yaitu impulsive buying secara ekonomi dapat mendorong gerakan ekonomi di Indonesia.