Mohon tunggu...
Tsabita AmaliaHaq
Tsabita AmaliaHaq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

"Penjelajah". Mungkin kata tersebut yang bisa menggambarkan diri saya. Berjelajah waktu, tempat, situasi, dan moment untuk bisa mengisi detik waktu yang ada dalam diri saya. Menyukai berkuliner, menerjang tantangan, dan menulis kalimat hati dalam kata yang terbaca. Semoga hasil buah bincang dalam pikir ini dapat membrikan manfaat juga berkah. Enjoy reading!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Artikel Utama

Foya-Foya Berkedok "Self Reward", Penjajahan Sosial dalam Bentuk "Impulsive Buying"

10 Juni 2022   12:53 Diperbarui: 21 Juni 2022   00:45 2121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi belanja dengan gaji pertama. (Dok. Shutterstock/Luis Molinero) 

Keberadaan e-commerce mencukupi apa saja kebutuhan selama kondisi yang menuntut untuk beraktivitas di rumah saja "berdiam di rumah" menjadi simple, terjamin, cepat, dan mudah. 

Namun, kondisi seperti ini secara tidak langsung membuat indivudu ataupun kelompok menjadi "gelap mata" yang berujung semakin beringas dalam membeli segala sesuatu.

Timbulnya impulsive buying ini karena adanya perubahan kebudayaan dan juga sosial. Hal tersebut didukung oleh pendapat Kotler dalam Suhari (2008) menyatakan bahwa pengaruh perilaku konsumtif karena adanya perubahan kebudayaan, sosial, personal, dan juga psikologi. 

Dari sini jelas bahwa keadaan yang timbul karena pandemi yang tak kunjung mereda mengakibatkan tindakan konsumtif itu sendiri.

Selain itu, orang-orang pada zaman sekarang lebih mudah terpengaruh oleh orang lain. Seperti ketika seseorang di media social memakai barang tertentu yang terlihat bagus, kemudian seseorang tiba-tiba ingin membeli barang yang sama, padahal barang tersebut belum tentu ia butuhkan. 

Fenomena semacam ini kerap kali terjadi di lingkungan digital seperti media social karena adanya promosi suatu brand atau produk yang dilakukan oleh influencer.

Berkembangnya media informasi juga sangat mempengaruhi karena melalui media ini barang mudah untuk dipromosikan sehingga menarik minat publik untuk membeli barang tersebut tanpa memperhatikan produk itu benar-benar ia butuhkan atau tidak.

Sebenarnya membeli barang-barang sesuai trend ataupun selalu membeli barang-barang yang diinginkan secara berlebihan bukan  malah terlihat kekinian, tetapi termasuk bentuk ketidakabnormalan seseorang dalam mengkonsumsi atau membelanjakan sesuatu, dimana hal tersebut harus dihindari dan tentunya tidak baik untuk diri sendiri kedepannya. 

Namun, realitanya masyarakat di luar sana banyak sekali yang bertindak demikian agar terlihat "kekininian" dan menjadi trendsetter masyarakat luas. 

Tidak dipungkiri lagi seseorang bahkan sampai berhutang sana sini untuk dapat mengikuti arus perkembangan zaman dengan membeli berbagai produk demi menutupi gaya hidupnya bak "crazy rich". 

Mereka gelap mata dan terjebak dalam situasi dengan gaya hidup hedon serta materilialis yang menjadikan mereka melakukan segala cara agar tetap terlihat kekinian atau tidak tertinggal arus perkembangan yang ada.

Di sisi lain adanya perilaku konsumtif atau bahasa kerennya yaitu impulsive buying secara ekonomi dapat mendorong gerakan ekonomi di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun