Perkawinan tidak tercatat memberikan gambaran bahwa tidak adanya bukti yang menjelaskan adanya suatu perkawinan berupa akta nikah, maka tidak ada pula kepastian hukum di dalam perkawinan tersebut. Sehingga, suami yang melakukan perkawinan tanpa dicatatkan dapat urnuk tidak mengakui anak dari istrinya itu. Hal ini temtu berdampak pada psikologis dan hak seorang anak. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum, pendidikan, ataupun kesejahteraan sosial.
Makna Filosofis, Sosiologis, Religius, dan Yuridis Pencatatan Perkawinan
a) Makna filosofis: Pencatatan perkawinan adalah pengamatan atau nalar yang menjelaskan bahwa undang-undang yang dibuat memperhatikan pandangan hidup, hati nurani, dan cita-cita hukum yang mengandung suasana mistik, serta falsafah pancasila dan pembukaan UUD 1945.
b) Makna sosiologis: Pencatatan perkawinan adalah kegiatan menulis yang dilakukan oleh satu orang tentang peristiwa yang terjadi, yang sangat penting bagi kedua mempelai karena akta nikah yang mereka peroleh merupakan bukti nyata sahnya perkawinan tersebut, baik secara agama maupun secara nasional. Dengan adanya akta nikah, mereka juga dapat mengesahkan keturunan yang sah dari perkawinan tersebut dan memperoleh hak-hak ahli waris.
c) Makna religious: Pencatatan perkawinan adalah tindakan administratif yang dilakukan oleh instansi yang berwenang (Kantor Agama bagi yang beragama Islam dan Dinas Catatan Sipil bagi yang non muslim) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ditandai dengan diterbitkannya akta nikah atau buku nikah bagi pengantin. Pencatatan perkawinan ini pada dasarnya merupakan ketentuan hukum negara semata, sedangkan dalam islam tidak diwajibkan mencatatkan perkawinan, namun alangkah lebih baiknya dicatatkan sebagai alat bukti sahnya suatu perkawinan tersebut.
d) Makna yuridis: Pencatatan perkawinan adalah salah satu prinsip hukum perkawinan nasional yang bersumberkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Prinsip ini terkait dengan dan menentukan kesahan suatu perkawinan, artinya selain mengikuti ketentuan masing-masing hukum agamanya atau kepercayaan agamanya, juga sebagai syarat sahnya suatu perkawinan. Pencatatan perkawinan mencakup tiga peristiwa dalam perkawinan, yaitu perkawinan, perceraian, dan rujuk.
Pandangan Kelompok mengenai Pentingnya Pencatatan Perkawinan, dan Dampak yang Terjadi bila Pernikahan tidak Dicatatkan (Sosiologis, Religius, dan Yuridis)
      Menurut hemat kami pencatatan perkawinan penting untuk dilakukan mengingat dalam hal ini juga diatur dalam Undang-Undang no.1 tahun 1974 pasal 2 ayat 2 bahwasnay pencatatan perkawinan merupakan bagian intergral yang menentukan kesahan suatu perkawinan dimata negara, pencatatan perkawinan juga diperlukan agar perkawinan tersebut memndapat kepastian hukum yang menjamin perlindungan bagi pihak' yang terlibat di dalam perkawinan tersebut, maka apabila pasangan suami istri tidak melakukan pencatatan perkawinan maka negara tidak bisa menjamin kepastian hukum, selain itu perkawinan yang tidak dicatatkan tidak akan memiliki bukti yang autentik sebagai bentuk dari kepastian hukum.Â
      Dari segi sosiologis akibat dari perkawinan yang tidak di catatkan  adalah tidak adanya pengakuan dr masyarakat terkait adanya perkawinan tsb, yang kemudian dapat menimbulkan cemoohan dr masyarakat kepada pihak' yang terlibat dalam perkawinan tersebut.Â
      Akibat yang ditimbulkan dari perkawinan yang tidak dicatatkan menurut agama (religious), pada dasarmya perkawinan itu sah apibla memnuhi syarat dan rukun yang telah ditentukan akan tetapi dapat menyebabkan permasalahan di kemudian hari, teruma bagi pihak wanita dan anak yang lahir dari perkawinan tersebut.
      Secara yuridis, perkawinanyang tidak di catatkan akan menimbulkan akibat hukum, salah satunya status kelahiran anak dan juga dalam masalah waris, anak yang lahir dari pernikahan ini secara agama di anggap sah tetapi secara hukum tidak sah sebab perkawinan orangtuanya tidak tercatat  dan diakui oleh negara, maka anak ini secara hukum negara akan dianggap memiliki hubungan dengan ibunya saja.