Mohon tunggu...
Tsabita Aulia Rahmah
Tsabita Aulia Rahmah Mohon Tunggu... Lainnya - currently an intern in Daily Prophet

Pengelana aksara

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Derita Orang yang Sering Mabuk Perjalanan

24 Juli 2020   20:38 Diperbarui: 25 Juli 2020   11:34 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah mabuk pas naik kendaraan gaes? Saya yakin pasti hampir setiap orang pernah merasakan pengalaman ini setidaknya sekali atau dua kali dalam hidupnya. Ya kecuali buat kalian-kalian yang memang tahan banting anti mabuk. Eh ini maksudnya mabuk karena perjalanan loh ya, bukan mabuk karena pesta miras sambil main togel.

Untuk kalian yang termasuk golongan tidak pernah mabuk perjalanan, alangkah indahnya hidup kalian bisa bepergian tanpa pusing memikirkan masalah ini. Pasalnya bagi saya pribadi, hal ini menjadi semacam momok menakutkan tiap kali saya berencana pergi dan kebetulan menggunakan kendaraan bermesin. Yup saya termasuk orang yang nggak tahan kalau lagi naik kendaraan. Dalam kasus ini sih seringnya mobil, atau bisa juga bis or angkot.

Dari awal saja hidung saya ini rasanya sudah peka dengan aroma bensin dan wangi-wangian mobil yang menurut saya sangat membuat pusing tujuh keliling. Hal ini sudah berlangsung sejak saya masih duduk di bangku sekolah dasar. Alhasil tiap akan bepergian menggunakan karpet terbang mobil, ibu saya harus rela selalu siap sedia plastik kresek just in case saya tidak bisa menahan mual dan tiba-tiba huek-huek.

Bayangkan saja, waktu kecil dulu padahal cuma pergi naik angkot ke pasar induk di kecamatan sebelah yang jaraknya kurang lebih 15 menit tapi keringat dingin sudah megucur di sekujur tubuh saya. Perut seperti diaduk-aduk dan rasanya ingin memuntahkan saja semua isi perut saya ini. 

Sepanjang perjalanan ibu saya akan selalu menanyai, "Mumet ora nduk? Pak muntah ora?". Saya gedhek-gedhek, padahal dalam hati menjawab iya dan rasanya sudah tak karuan tapi saya tahan setengah mati. Jangan lupakan pula kresek hitam yang selalu berada di saku ibu saya. Aneh kan, bukannya saku isi duit malah isi kresek.

Pernah juga sekali dulu saya pergi ikut budhe saya ke Tegal yang notabene jaraknya lebih jauh dari pasar induk itu. Kali ini naik mobil pribadi sih, bukan angkot. Tapi tetap saja hal yang lebih parah terjadi, ketika dalam perjalanan pulang dan sedang mampir di salah satu rumah makan pinggir jalan saya tiba-tiba nyeletuk ke ibu saya, "Mak, numpak becak wae. Aku wes emoh numpak mobil, mumet.". 

Saat itu dalam posisi saya habis muntah di kamar mandi dan keringat gembrobyos di tubuh saya. Ibu saya mungkin rasanya seperti tidak habis pikir lagi, jarak perjalanan masih kurang lebih 1,5 jam lagi kok bisa-bisanya mau naik becak. Edan buanget, haha.

Selain kresek ternyata ibu saya punya juga punya alternatif lain untuk mewaspadai penyakit mabuk saya ini. Yaitu ketika naik mobil, saya akan didudukkan di kursi depan atau minimal di kursi nomor dua (belakang kemudi). Kursi paling belakang haram hukumnya untuk saya. 

Katanya duduk di depan itu biar bisa liat pemandangan jadi nggak mumet lagi. Walaupun mobil yang digunakan bukan milik sendiri tapi ibu saya akan meminta kepada yang punya supaya saya bisa duduk di depan. Wkwk, kalau yang ini ya lumayan ngefek juga sih. Tapi jadinya nggak enak sama si tuan rumah mobil, buk.

Akibat mabuk perjalanan yang super parah ini saya jadi sering ditinggal alias nggak diajak ketika saudara-saudara saya pergi liburan yang jaraknya terhitung jauh. Katanya begini, "Rak usah melu koe, ngko muntah tok.". 

Enak banget tuh mulut ngomong, padahal kan saya juga ingin ikut pergi. Tapi pada akhirnya saya manut juga untuk tidak ikut, dari pada merasakan pusing dan mual yang luar biasa. Ya jadinya saya berubah menjadi seorang yang jarang pergi-pergi jauh karena masalah mabuk ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun