Mengapa seperti itu?
Karena saya yakin masyarakat Indonesia adalah masyarakat cerdas yang melihat segalanya dari berbagai sisi. Dua Arah. Tidak hanya menerima doktrin yang bersifat satu arah, melainkan juga dari arah sebaliknya. Begitu juga dengan pemerintah, atau siapapun yang membuat suatu pesan, jangan membuat himbauan hanya berdasarkan satu sudut pandang. Lihat juga sudut pandang lain, yaitu si pelanggar.
Memang, hal ini akan bertabrakan dengan nilai agama, sosial, dan sebagainya.
Pasti banyak dari kita berpendapat “Tuh liat, masa pemerintah melegalkan minuman keras sama rokok? Ini kan haram, apalagi efeknya buruk. Kalo orang pada mabok semua gimana, trus paru – parunya rusak semua gimana. Haduh. Ancur deh negara. Turunkan pemerintah”.
Namun dengan himbauan seperti itu, toh kita jadi berpikir bukan? Mending JackD apa Martini ya? Atau puasa aja? Duh, sebatang lagi ngga ya?
Keimanan seseorang juga dilihat dari cara dia berperilaku bukan? Kalo seandainya suatu masyarakat memang kuat agamanya, mau dikasih himbauan apapun yang menyimpang, pasti ngga bakal dilakuin. Dan kesehatan dari masing – masing orang tergantung dari pola hidupnya. Kalau mau sehat, ya jauhilah rokok. Mau himbauan kaya apa, kalo udah tau rokok bakal merusak paru – paru, ya pasti ngga bakal dibeli. Tergantung dari masing – masing individu.
Intinya...
Tapi, jujur untuk saat ini, saya yakin memang masyrakat Indonesia belum siap menerima hal yang seperti ini. Karena dilihat dari masyarakatnya pula, Indonesia mayoritas menganut apa yang dipercaya oleh para pendahulu. Kalau bahasa kerennya, konservatif. Nyaman dengan keadaan sekarang. Di sisi lain, perubahan dan arus globalisasi semakin menyerang. Dan masyarakat konservatif biasanya tidak akan open-minded terhadap perubahan. Kasihan, Indonesia.
Dan jika proyek himbauan seperti ini dilakukan pada masyarakat konservatif, akan menimbulkan konflik. Jadi, saya kira jangan dilakukan di Indonesia untuk saat ini.
Maaf apabila ada salah kata
Ini hanya sebatas pemikiran.
Hanya untuk referensi pribadi. Antara anda dan saya.