Tadi sore, seorang teman perempuan mengirimkan sms kepada saya, sebut saja namanya Cindy. Dia menanyakan perihal pacarnya, eh, mantan pacarnya, yang katanya sudah punya pacar baru. Mantan pacarnya tersebut merupakan sahabat karib saya. Sebut saja namanya Jerry. Dia menanyakan, apakah saya tahu soal pacar baru Jerry. Apakah ketika dia "jadian" dengan cewek barunya, posisi dia sudah putus dengan Cindy atau belum. Karena kalau belum, berarti dia selingkuh. Begitu katanya. Lalu saya menjawab tidak tahu sama sekali. Mungkin memang aneh, sebagai seorang sahabat, saya tidak tahu sama sekali tentang persoalan itu. Saya adalah seorang yang tidak suka mencampuri urusan orang lain, terutama apabila itu menyangkut persoalan pribadi seseorang. Saya sedikitpun tidak punya keingintahuan terhadap masalah pribadi seseorang. Kecuali apabila saya dalam posisi di mintai pendapat atau bantuan. Dan saya memang tidak tahu sama sekali tentang persoalan Jerry dan Cindy ini. Mereka berdua memang telah lama menjalin hubungan. Setelah sama-sama lulus kuliah, mereka terpisahkan oleh jarak yang lumayan jauh. Beda provinsi, beda pulau. Cindy mengatakan kepada saya, bahwa dia masih terluka, masih sakit hati. Dia merasa di hianati. Lalu saya bilang, ikhlaskan saja, biar nanti Tuhan yang membalas. Kalaupun jodoh, pasti tidak akan kemana. Cindy pun menjawab, " kamu enak tinggal ngomong, ikhlas, sabar, susah.. sakit rasanya, dan kamu gak tahu rasanya.." Sayapun langsung menjawab, " kamu salah kalau bilang saya tidak tahu rasanya. Saya tahu, bahkan mungkin saya jauh lebih tahu dari kamu. Kamu baru satu kali ini ngalamin yang namanya patah hati, sakit hati. Saya sudah tiga kali!!! "
Sebenarnya saya agak sedikit malu untuk mengungkapkannya disini, tetapi memang benar, kalau untuk urusan percintaan, saya adalah pecundang nomor satu (kasian ya saya..hehe). Tiga kali berturut-turut saya selalu gagal, dan ke tiga-tiganya bukan karena kesalahan saya, setidaknya itu menurut saya. Pacar saya yang pertama di jodohkan oleh orang tuanya, untuk kemudian di nikahkan dengan seorang polisi yang rupanya anak dari sahabat orang tuanya (yang ini mirip sinetron). Pacar saya yang kedua, selingkuh. Dan parahnya, dia baru bilang ketika dia telah menjalani hubungan dengan pacar barunya itu selama dua bulan. Berarti selama dua bulan-lah saya di bohongi. Pacar saya yang ketiga, "balikan" lagi dengan mantan pacarnya. Begitulah, hingga akhirnya saya menjadi sedikit trauma dan hampir tidak percaya lagi dengan perempuan. Apalagi kalau sampai jatuh cinta, saya akan berpikir jutaan kali. Saya sempat terjatuh, sempat kehilangan semangat hidup. Begitu dahsyatnya efek yang di timbulkan dari putus cinta, hingga sampai saat ini, saya masih belum berani berkomitmen dengan perempuan manapun. Mungkin hanya sebatas TTM (teman tapi mesra) saja, tanpa cinta sedikitpun.
Kembali ke Cindy, saya mengatakan kepadanya, bahwa lebih baik bagi hidup kita untuk mengikhlaskan segala sesuatu. saya tahu itu sulit, dan memang semua itu butuh proses yang panjang. Pelan-pelan saja (seperti judul lagu deh). Saya mengatakan kepadanya, bahwa sekarang hidupnya toh sudah baik, sudah bekerja. Dia harus fokus pada apa yang sedang dia kerjakan, tidak lalu menganggap bahwa hidup sudah berakhir begitu saja. Saya akui, tidak semudah membalikkan telapak tangan, tidak semudah diucapkan, karena sayapun pernah merasakannya. Lalu sayapun menceritakan, bagaimana saya mencoba menata hidup saya kembali, dari yang tadinya kehilangan semangat, menjadi lebih baik lagi. Cindy bertanya, bagaimana caranya? Saya menjawab, bagi saya, hidup ini bagaikan menyetir mobil. Kita harus fokus memandang kedepan, konsentrasi. Tetapi, sekali-sekali, kita juga perlu melihat ke belakang, melihat ke kiri dan ke kanan. Tetapi jangan terlalu lama dan terlalu sering, hanya sesekali saja, karena jika terlalu lama melihat ke belakang, bisa saja kita akan menabrak sesuatu di depan kita. Dengan melihat kebelakang, kita akan tahu, siapa saja dan apa saja yang ada dan pernah ada di belakang kita. Seperti masa lalu kita, tentu ada yang menyenangkan dan menyedihkan, jadikan semua itu pelajaran bagi kita untuk terus melangkah ke depan. Jangan lupa untuk menoleh ke kanan dan kekiri, agar kita tahu, siapa saja yang masih berjalan seiring dengan kita. Teman-teman, keluarga dan sahabat yang mencintai kita. Menyetir mobil, jangan terlalu kencang, jangan juga terlalu pelan. Seperti juga hidup ini, tidak baik apabila kita selalu terburu-buru. Segala sesuatu, apabila di lakukan dengan terburu-buru, hasilnya tidak akan pernah baik. Tetapi, sebaiknya jangan terlalu pelan. Kapan sampainya kalau terlalu pelan? Hidup kita akan selalu tertinggal dengan yang lainnya. Dan itu merupakan kerugian yang besar bagi kita. Ketika berkendara, terkadang kita menempuh jalan yang salah. Bertanyalah, jangan pernah malu untuk bertanya. Tentunya bertanya kepada orang yang mengerti, orang yang tahu betul kemana arah yang benar. Sehingga kita bisa memutar, untuk kemudian menemukan arah yang benar. Sama dengan hidup, tidak ada manusia yang sempurna. Setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan, entah itu di sengaja ataupun tidak. Tetapi kita semua masih bisa kembali. Ketika kita tidak mengetahui sesuatu, kita bisa bertanya kepada orang yang lebih tahu dari kita. Orang yang mampu membimbing kita, sehingga kita tidak akan mengulang kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Ketika menyetir mobil, di butuhkan konsentrasi yang tinggi, fokus. Coba saja menyetir sambil "sms-an", kita pasti tidak akan fokus, konsentrasi kita pecah dan dapat menyebabkan kecelakaan yang fatal. Dalam mengerjakan sesuatu, hendaklah kita selalu fokus pada satu pekerjaan. Selesaikan dulu satu persatu, jangan gegabah.
Sungguh sia-sia hidup kita, apabila harus dihabiskan dengan menoleh ke belakang. Ada sesuatu di depan sana, Tuhan sudah mempunyai rencana yang besar untuk kita. Jadikan masa lalu sebagai pelajaran, ambil baiknya dan tinggalkan keburukannya. Untuk apa kita terus menangisi hal yang tidak penting untuk di tangisi. Kalau saya bisa, tentu yang lain juga bisa, karena kita sama-sama manusia. Setidaknya begitulah menurut saya. Saya tidak pernah memaksakan Cindy, atau siapapun untuk setuju dengan cara saya menyikapi kehidupan ini. Setiap orang pastinya mempunyai pola pikir yang berbeda-beda dalam menyikapi segala sesuatu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H