Apakah masih ada penjajah itu saat ini? Bisa bebaskah kita?
Oleh: Try Gunawan Zebua
Gunungsitoli, Minggu, 21 Mei 2023
Kata "penjajah" bagi bangsa kita, apalagi bagi generasi tua adalah pasti bukan merupakan sebuah hal yang asing atau sama sekali baru. Lebih-lebih kepada mereka yang turut serta langsung pada masa perjuangan (memimpin), hanya sekedar membantu memperlancar, bahkan bisa jadi jika kita mendengarkan dari generasi sebelumnya. Bisa sedikit dirasakan aroma menyegat, suara bising maupun menjerit, maupun suhu yang agak memanas. Kendatipun sebenarnya bukan hanya sedikit, melainkan banyak, melimpah hingga tumpah-tumpah (menyengat sekali).
Penjajah adalah orang yang melakukan tindakan menjajah. Sedangkan orang yang di jajah atau mengalami penjajahan disebut sebagai korban jajahan atau penjajahan. Sedangkan orang yang melawan penjajah disebut sebagai pejuang. Pejuang ingin bebas atau merdeka dari tekanan, tuntutan, atau ketegangan, yang ditimbulkan oleh penjajah. Supaya di negeri sendiri tidak merasa takut, was-was, khawatir, dan sebagainya (hal buruk lain), jika mau ke mana saja, melakukan apa saja, maupun berpikir apa saja.
Bagi bangsa kita, penjajahan adalah hal yang biasa, karena bangsa kita itu pernah di jajah termasuk oleh negara lain. Dalam hal pengertian bahwasanya penjajahan oleh bangsa selain bangsa Indonesia. Apakah bangsa itu? Misalnya kita ambil adalah bangsa Belanda dan Jepang. Belanda menjajah bangsa kita ratusan tahun, sedangkan bangsa Jepang menjajah kita bisa dikatakan hanya hitungan tahun. Ada terdengar kabar bahwasanya Belanda itu menjajah lebih baik atau bermanfaat di bandingkan bangsa Jepang.
Kenapa saya mengatakan hal demikian? Itu karena kendatipun saya tidak lahir pada masa itu, tapi saya dengar dari cerita generasi tua dan literatur yang masih tertinggal, termasuk video perjuangan dan penjajahan, bahwasanya Belanda itu kendatipun lama menjajah, memberikan manfaat kepada bangsa kita berupa anak bangsa di sekolahkan bahkan di luar Indonesia. Ada yang mengatakan di sekolahkan di Jerman dan Belanda, mungkin ada negara lain, tapi hanya itu yang saya dengar. Belum lagi sistem pembelajarannya bagus, yang mungkin saja (tidak pasti) termasuk baik.
Mungkin makanya dulu negara lain yang datang belajar ke negara kita pada masa itu. Itu karena saya dengar-dengar cerita, saat dulu itu kalau dalam kelas itu, bentuk susunan kursi dan meja berbeda-beda atau diubah bentuknya setiap hari. Sehingga siswa tidak merasa bosan dan jenuh, itu dan itu saja. Bukan bentuk kursi dan meja dalam artian yang kotak jadi kubus, lalu balok, lalu bola, dan sebagainya, tetapi susunannya.
Ada yang katanya membentuk seperti lingkaran, persegi, segitiga, dan sebagainya. Sehingga siswa dapat langsung melihat temannya dan ketahuan dengan mudah siapa yang mengantuk. Belum lagi, ada yang mengatakan diberikan tanaman atau penghias di dalam kelas, yang bahkan ada yang mengatakan di ubah-ubah tanaman dan susunan tanamannya. Tanaman, apalagi yang berwarna hijau, warna warni, belum lagi yang mengeluarkan aroma sedap, dapat membuat mata cerah, segar, dan ketegangan bisa diturunkan. Itu karena aroma sedap bunga dapat menjadi aroma terapi yang menyegarkan dan merangsang timbul dan bertahannya semangat dalam belajar.
Kita tidak tahu pasti, itu hanya yang saya dengar saja. Bahkan ada yang mengatakan sistem pendidikan dalam kelas maksimal 10 orang katanya siswa dalam kelas, dimana pada masa sekarang beda jauh yang mana dalam satu kelas bisa jadi lebih dari 50 orang siswa. Atau bahasa kasarnya 1 kelas untuk ditempatkan oleh satu juta siswa. Memangnya kita mau mendidik atau sedang mengeringkan ikan asin. Mau mendidik atau mau membentuk sebuah keluarga besar, apalagi sebuah negara sendiri.
Saya rasa pun terlalu banyak tidak kondusif, apalagi di masa sekarang semakin panas suhu lingkungan, yang mana kita semakin mudah berkeringat. Belum lagi, saling rebutan oksigen diantara jutaan siswa dalam hitungan detik, maupun setiap satu tarikan nafas. Bagaimana bisa nyaman dan maksimal belajar jika seperti itu, ya, sepertinya begitu.
Sedangkan Jepang, katanya sangat menyiksa dan membuat menderita. Mungkin makanya Belanda dapat bertahan menjajah bangsa kita sampai ratusan tahun karena memberikan manfaat positif, jika dibandingkan Jepang hanya hitungan hari bisa dikatakan.
Saya tidak mendukung dan apalagi tidak membenarkan penjajahan, saya hanya mencoba mengajukan pendapat dari analisis saya tentang masa waktu penjajahan yang berbeda. Kenapa bisa berbeda, dimana Belanda bisa ratusan tahun, sedangkan Jepang, bahkan bisa dikatakan tidak sebentar atau hanya hitungan detik saja. Kalau Jepang, makanya hitungan hari apalagi detik saja bertahan, itu karena mereka benar-benar menyiksa dan menyengsarakan. Ada katanya memukul dan mencambuk siapapun yang membangkang.
Mungkin juga tidak segan-segan membunuh orang pribumi. Ada istilah kerja paksa atau rodi, tanpa istirahat, kendatipun kalau ada istirahat hanya 1 detik saja mungkin bisa dikatakan (itu pun kalau ada). Bahkan ada yang mengatakan anak perempuan disetubuhi, dengan gonta ganti sana sini.
Yang penting melihat seorang gadis, apalagi cantik, maka langsung di tiduri saja. Makanan orang pribumi di rusak atau kacaukan, apalagi saat mereka berada di situ. Serta berbagai hal yang lain, yang mana membuat darah masyarakat pribumi memanas, sehingga terjadilah perjuangan kebebasan, yang katanya kemerdekaan atau demokrasi. Mungkin makanya kita lihat bentuk badan kurus-kurus, tapi bisa juga orang dulu panjang-panjang umurnya karena makanannya tidak ada bahan kimia, mungkin ya, dan kayaknya pasti.
Kendatipun sempat terdengar dan memang akan terjadi, bangsa Belanda sebelumnya, akan kembali masuk ke Indonesia dengan jalinan kerjasama. Tapi, karena mungkin di dorong penderitaan dari Jepang itu dan rasa ingin bebas, apalagi mempertajam taring di bangsa sendiri, maka akan muncul kata-kata seperti jangan tanggung-tanggung, yang mau kembali harus kita usir saja sekalian saja. Jangan tunggu-tunggu lagi, jangan tunggu besok, tapi sekarang saja.
Lebih cepat lebih baik, atau dengan kata lain siapa cepat dia yang dapat. Kalau kita yang cepat memperjuangkan kemerdekaan sebelum Belanda kembali, maka kita juga yang akan mendapatkan kemerdekaan itu sendiri. Merdeka yang katanya bebas, kemudian ada yang mengatakan demokrasi.
Tapi, masalah Belanda dan Jepang itu, sudah selesai, dan pada kenyataannya memang sudah selesai. Kita hanya sekedar saja mengingat sejenak dan melakukan analisis dalam, apalagi kritis. Setiap masalah, kendatipun sebenarnya buruk, pasti ada pelajaran di baliknya yang dapat kita ubah dari negatif menjadi positif, dimana dari merusak menjadi sesuatu yang bermanfaat. Tetapi, hanya sekedar pelajaran dari masa lalu, di analisis masa kini, dengan tujuan masa depan yang lebih baik lagi.
Hal tersebut juga terbukti, dimana sejahat-jahatnya seseorang, pasti ada kebaikan, atau dia akan melakukan kebaikan di waktu yang akan datang. Paling tidak bertobat atau menyadari bahwa itu adalah sebuah kesalahan besar dan fatal, kendatipun kecil ukurannya.
Lantas, apakah masih ada penjajah itu saat ini? Ada, siapakah itu? Menurut salah satu bapak dan tokoh bangsa kita, bapak Ir. Sukarno, bahwasanya penjajah masih ada dan itu adalah anak bangsa sendiri. Mungkin juga anak bangsa ini di pengaruhi oleh kepentingan bangsa lain dan kepentingan diri sendiri, apalagi lingkungan sekitar.
Jadi, kendatipun secara administrasi kita bebas dari bangsa lain, kendatipun mungkin saja dulu masih ada sedikit, kita itu di jajah oleh anak bangsa atau saudara-saudara kita sendiri. Saya lihat kita sudah mulai bertaring ke negara lain, tapi pada saudara sebangsa dan setanah air bagaimana? Ya, semua tergantung kepentingan yang bermula dari motivasi yang menggerakkan kita dalam melakukan tindakan.
Lalu, bisa bebaskah kita dari penjajahan? Jawabannya, tidak bisa, kendatipun hanya sedikit saja kalau ada kemungkinan bisa. Kemungkinan sangat susah, ribet dan rumit (mustahil). Apalagi kita Indonesia memiliki sistem darah dan persahabatan yang erat. Apalagi bangsa kita adalah bangsa yang kaya atas perbedaan, sehingga tidak bisa kita menarik secara umum, hanya kadang bisa di Nasional dan dalam penerapan mungkin bisa tergantung daerah masing-masing.
Sesuai bentuk, karakteristik atau sistem yang semua daerah berbeda. Belum lagi semua bermula dari sebuah pikiran yang adalah kepentingan itu sendiri. Bahkan kita sendiri tidak tahu dan pasti tidak tahu keseluruhan atau belangnya seseorang dalam waktu dekat. Melainkan bisa puluhan, apalagi ratusan tahun. Kalau mau cepat, bisa dengan mendeteksi genetika sampai ketahuan sebanyak-banyaknya, tapi harganya tidak sedikit atau fantastis sekali. Pada intinya bisa jadi hanya dia dan Tuhan yang tahu keseluruhan naskah lengkapnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H