Apakah emosi adalah amarah dan marah? Betulkah?
Oleh: Try Gunawan Zebua
Gunungsitoli, Senin, 24 April 2023
Pada kehidupan kita saat ini, telah beredar suatu konsep dimana jika seseorang yang marah adalah orang yang emosi. Dalam artian bisa disimpulkan bahwa orang yang marah atau suka marah adalah emosi. Amarah adalah wujud kemarahan dari seseorang, dimana ada marah disana. Marah ini memiliki kecenderungan adalah saat seseorang banting-banting meja, kacau-kacau kan meja dan barang-barang, pecahkan barang-barang, lempar-lempar barang-barang, dan sebagainya yang cenderung kepada sesuatu yang memiliki sifat merusak dan membinasakan, sehingga orang begitu benci dan menjauhi hal tersebut. Sehingga marah termasuk ke dalam jenis sesuatu yang negatif karena merusak dan pasti akan di hindari.
Itulah marah yang saya lihat dari sekeliling kita. Sampai-sampai warna merah, digambarkan sebagai sesuatu yaitu marah juga. Itu salah satunya karena seperti darah yang berwarna merah, sangat bergairah, bersemangat, sampai kepada pertumpahan darah yang tidak sedikit dan waktu lama. Ada juga merah adalah marah yang jika dikaitkan dengan makanan, akan bersifat berupa ingin makanan disitu, bahkan kalau bisa beli semua makanan dan minuman disitu.
Ada juga marah yang katanya jika dari segi tinggi atau rendahnya suara, disimpulkan dengan nada tinggi. Seolah-olah jika seseorang bersuara tinggi, lantang, keras, dan tegas, maka orang tersebut disimpulkan pasti lagi marah. Menurut pengamatan saya, hal tersebut tidak dapat dijadikan kesimpulan secara umum. Mengapa saya mengatakan demikian? Karena ada daerah tertentu memang kalau berbicara itu keras sekali, dan juga ada yang lembut sekali, dimana terlalu lembutnya sampai saya tidak atau kurang mendengarkannya. Di daerah orang yang berbicara kerasnya minta ampun, bisa jadi dan pasti, suara mereka yang keras itu bukan marah. Malah mereka terbiasa jika bersuara itu harus dengan keras, kalau tidak mereka akan menganggap aneh.
Malah ada yang ketawa-ketawa sambil suaranya keras sekali. Begitu di tanya anda sedang marah? Tidak katanya, itu sudah kebiasaan mereka. Malah kemungkinan besar dan pasti, jika ada orang datang ke daerah mereka dengan suara kecil saat bicara, mereka akan menertawakan karena terasa aneh dan beda dengan mereka.
Begitu juga di suatu daerah tertentu ada yang halus sekali sampai tidak kedengaran saat sedang menghentikan suatu angkutan umum. Saya malah bingung, bagaimana mereka kalau marah. Mereka saja kalau ngomongnya itu kecil sekali dan halus. Malah, jika di daerah mereka kita bersuara keras akan di marahi dan katanya seperti orang yang lagi marah. Ternyata sepertinya orang di daerah yang halus ini, cenderung jika marah di pendam dan dibiarkan musnah dengan sendirinya. Mereka tidak ada bercerita disana dan disini. Mereka tutup dengan serapat-rapatnya. Itu terbawa dari nada suara rendah, yang memiliki arti apapun masalah buruk harus di rendahkan atau ditutupi. Sehingga ada konsep bahwa mereka-mereka itu adalah penurut karena mereka tidak akan berteriak atau bersuara keras, seperti di daerah yang nada tinggi.
Sampai-sampai ada yang mengatakan karena terlalu lembut suaranya, suka pendam perasaan dan sampai ada yang mengaitkan bahwa di daerah mereka wanitanya cantik-cantik karena halusnya suara mungkin kali ya. Apalagi dari segi bentuk wajah laki-lakinya cenderung agak halus, tapi bukan perempuan, dibanding dengan daerah yang suaranya tinggi bentuk wajah laki-lakinya kayaknya sangat menyeramkan sekali. Rambut keriting, kulit agak hitam atau cokelat, muka agak kotak, dan bahkan layaknya seperti seorang monster yang siapa menerkam siapapun di waktu kapanpun.
Ada lagi dari segi tegak atau tidaknya badan saat berjalan. Ada kecenderungan mengatakan bahwa orang yang badannya tegak, jalannya lurus, selalu menatap ke depan dengan mata agak tajam, di sebut mungkin pembentuk marah. Ada keberanian disana, ada aroma darah sepertinya, ada ketegasan dan tanggungjawab, dimana suasana seperti itu layaknya sedang marah. Padahal bisa jadi malah tidak. Mungkin karena sudah terbiasa di lingkungannya dan bahkan tugas pekerjaaannya. Tapi, kecenderungan di arahkan ke situasi marah.
Lain juga, tidak terlalu tegap, tidak juga terlalu keras, dan sebagainya, bahkan ada yang dari generasi pertamanya dibiasakan menunduk, supaya terlihat rendah hati dan penyabar. Sepertinya agak ada suasana lembut, tetapi bukan kelembutan perempuan. Mungkin karena terbiasa lembut dan menunduk disana, prianya gak terlalu lembut namun kalau di bilang berani juga ya berani. Tapi, mungkin karena terbiasa lembut, jika terjadi seperti perkelahian, tidak sampai kedengaran 1 desa. Hanya jarak sekitar 1 sampai 2 meter di daerah mereka berselisih. Beda dengan yang sebelumnya, bukan hanya satu desa, bisa langsung satu dunia ini tahu kalau mereka sedang bertengkar. Padahal bisa jadi mereka tidak sebarkan di internet, tapi dari mulut ke mulut sampailah ke seluruh dunia.
Begitu juga dari segi ekspresi wajah dan gerakan tubuh. Ada itu jika marah mukanya seram sekali, garuk dan geleng kepala, pukul-pukuk kepala, tarik nafas sedalam-dalamnya, senyum seperti tidak ada masalah padahal pasti ada bau marah, dan sebagainya. Dimana berbeda-beda cara mengungkapkan amarahnya. Seolah-olah ada yang cenderung menutupi dan lebih memilih diam atau sabar, serta bahkan ada yang sampai segala jenis binatang keluar tanpa batas. Bisa jadi pun dan pasti semua binatang keluar tanpa sisa sama sekali di dalam kandang.
Dari segi aroma di hidung, dimana ada kecenderungan yang marah berupa tegas itu agak aromanya menyengat. Menyegat dalam artian seperti saya berani dan tegas. Tapi, ada itu aromanya kayak lembut sekali, sangat terlihat dingin dan menyejukkan. Dalam hati sebenarnya panasnya minta ampun, rasanya ingin sekali meluap-luap ke permukaan, tapi ya tahan saja.
Dari segi gerakan dan waktu. Kalau marah katanya geraknya teratur, rapi dan berirama. Saat berjalan cepatnya minta ampun, bagaikan kereta api. Satu detik bisa sampai 1 kilometer. Tapi, ada itu pelan, namun pasti dan terlihat tegas atau berani, dimana satu detik bisa sampai setengah kilo. Bukan lambat disengaja, tapi menikmati setiap langkah yang ada dan cenderung hati-hati jika ada sesuatu yang berupa benda tajam di jalan.
Serta berbagai cara lain yang mewujudkan sesuatu yang disebut sebagai marah. Jadi, marah itu tidak selalu ditandai dengan banting-banting meja dan barang-barang, suara kencang dan keras, tegap dan tatapan tajam, serta sebagainya yang katanya terlihat berani dan jantan 100% katanya. Tapi, pada kenyataan hal tersebut bisa terbantahkan dengan mutlak. Dimana ada yang cenderung tenang, diam, santai, sejuk, adem, dan sebagainya yang aslinya marah tapi ditutupi sedalam-dalamnya, digembok paling dalam dan sampai berlapis-lapis. Dia yang pegang kunci penutup dan hanya dia yang bisa buka kunci, itupun kalau mau, tetapi kalau di paksa butuh waktu lebih satu jam, bertahun-tahun, bahkan mungkin sampai dia mati tidak akan terbuka. Semua tertutup rapat, aman dan terkendali.
Bahkan ada itu, terbiasa suara keras dan maki-maki kalau marah, dimana kata-katanya negatif, tetapi pada saat marah apa yang dikatakan positif, namun maksud sebenarnya adalah kebalikan dari kata yang positif itu. Kita jadinya kadang bingung, perkataan positif yang harusnya baik itu, apakah benaran atau malah kebalikannya.
Jadi, pada intinya wujud amarah itu berbeda dan tergantung situasi, apalagi orangnya.
Lantas, apakah emosi adalah amarah dan marah? Betulkah
Sebelum menjawabnya, alangkah lebih baik jika kita ketahui dulu apa itu emosi, soalnya marah sudah dijelaskan di atas.
Emosi itu pada intinya adalah suatu perasaan dan respon dari sesuatu. Dimana perasaan dan respon itu ada yang bersifat negatif, netral dan positif. Jika netral, maka itu bukan emosi yang terlihat, sepertinya diam dan tenang, dimana ada kecenderungan orang berkata itu bukan emosi. Sementara emosi negatif adalah suatu perasaan dan respon yang berdampak buruk, sehingga cenderung di hindari dan dijauhi. Berupa marah, kecewa, khawatir, ragu, was-was dan sebagainya, kendatipun pada dasarnya bisa bermanfaat sebagai rambu-rambu atau peringatan untuk lebih waspada dan hati-hati.
Sedangkan emosi positif adalah perasaan dan respon yang berdampak baik, dimana sangat di harapkan dan dinantikan, kendatipun bisa jadi baru muncul bertahun-tahun dan bahkan sebelum akhir hidupnya atau meninggal dunia. Bahkan kemungkinan ada itu yang sampai ikut terkubur bersama tubuhnya. Dimana diawal dan seharusnya emosi negatif, seakan-akan dan dengan pasti menjadi emosi positif. Tapi, sebenarnya bukan positif, hanya dianggap dan terbaca seperti positif. Emosi positif itu wujudnya adalah sabar, tenang, santai, rileks, senyum, ketawa, bahagia, gembira, tanpa tekukan atau kerutan, dan lain sebagainya.
Jadi, berdasarkan pemaparan di atas emosi itu adalah marah, tetapi marah hanya satu bagian saja dari emosi. Lebih tepatnya marah itu salah satu jenis dari sekian banyak jenis emosi negatif. Namun, pada dasarnya bisa jadi ditemukan bukan emosi negatif, yang semestinya emosi negatif, diubah menjadi positif. Hal tersebut dari yang marah seharusnya, berubah menjadi sabar dan senyuman manis. Tetapi agak dan pasti di tutup-tutupi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H