Oleh: Trygu (Try Gunawan Zebua)
Gunungsitoli, 04 Agustus 2022
Jomblo adalah suatu kata yang mungkin saja bagi beberapa orang atau kebanyakkan orang, bukan merupakan suatu istilah yang baru atau sama sekali baru.
Dengan kata lain baru di ingat lagi atau sama sekali merupakan suatu hal yang baru di dengar, dimana dari dulu sebelum mendengar istilah jomblo belum pernah didengar, sampai suatu waktu tertentu di dengar dari mulut atau perkataan oranglain.
Makna kata jomblo dapat kita lihat dari pernyataan atau perkataan yang mengandung kata jomblo di dalamnya, dimana dapat kita lihat dari pernyataan atau perkataan: "Sampai kapan jomblo ya?," "Gak bosan jadi jomblo melulu," "Jomblo? kasihan deh lu yang gak laku-laku," serta berbagai pernyataan atau perkataan oranglain yang terkait atau mengandung kata "Jomblo" di dalamnya.
Jika kita memandang atau melihat dari segi atau sudut pandang huruf-huruf yang terkandung dalam kata "Jomblo," kata "Jomblo" adalah suatu kata yang terdiri dari 6 huruf, dimana hanya ada huruf "o" yang mengulang menjadi tertulis 2 (dua) kali. Selain itu, huruf lain masing-masing muncul sebanyak 1 (satu) kali saja, yaitu huruf: "J," "M," "B," dan "L."
"o-o," dan "JMBL" adalah huruf-huruf yang membentuk kata atau istilah "Jomblo." "o-o" seolah-olah terbentuk membentuk kegiatan sepertinya paham atau mengerti sesuatu hal tertentu yang di bahas, sedangkan "JMBL" berarti jambak lol, sehingga dapat berarti bahwa kata "jomblo" memiliki pengertian atau defenisi sebagai paham bahwa dia sedang di jambak lol.
Ini hanya merupakan pandangan dari pendapat atau pemikiran penulis yang dibarengin dengan candaan, bukan defenisi dari ahli atau pakar tertentu. Hanya sebatas candaan atau humor belaka. Bukan berniat atau memiliki arti untuk menghina bagi yang memiliki "status jomblo," melainkan hanya lontaran pada tulisan awalan saja (sebatas hiburan belaka).
Oke, sekarang kita masuk pada pembahasan serius, apa dan seperti apa jomblo tersebut. Pada kehidupan kita sehari-hari, seseorang yang sedang sendirian atau dengan kata lain belum memiliki pasangan (1 laki-laki dan 1 perempuan yang menyatu dan saling melengkapi), maka itu disebut sebagai jomblo.
Istilah lain yang memiliki makna atau maksud dan tujuan yang sama dengan istilah "jomblo" tersebut adalah "lajang" dan "single". Bukan "lajangan" yang diplesetkan sedikit menjadi "layangan" yang terbang-terbang di udara, bukan juga "singlet" yang dari kata "single" yang kemudian ditambahkan huruf "t" pada akhirannya yang merupakan kain yang dipakai sebagai pelapis sebelum memakai baju kemeja. Atau dengan berbagai plesetan-plesetan yang lainnya atau dan lain-lain sebagainya (hanya candaan atau dalam istilah Inggris "Just Kidding").
Pada kehidupan kita di masyarakat, lebih-lebih di masa kini, kata "Jomblo" terkadang masih diberikan kesan-kesan negatif atau dengan kata lain dilabelin dengan kata-kata negatif, seperti: tidak normal, gak laku-laku, menyedihkan atau memprihatinkan, penampilan jelek atau tidak menarik, tidak mampu bersosialisasi dengan baik, dan berbagai kesan-kesan atau label-label negatif yang lainnya.
Seolah-olah atau seakan-akan, jomblo tersebut adalah suatu hal yang mengerikan atau tidak baik sama sekali, sehingga jomblo terkesan sebagai status yang buruk atau mesti untuk dihindari dengan berbagai cara.
Baik itu dengan dicarikan jodoh, maupun disarankan untuk ikut aplikasi-aplikasi atau situs-situs online mencari jodoh. Itu secara tidak langsung membuat status jomblo atau tidak memiliki pasangan sangat-sangat buruk sekali.
Alkitab berkata pada Kejadian 2 ayat 18: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia."
Kemudian Pengkhotbah 3 ayat 1: "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya." Dari Kitab Kejadian dan Pengkhotbah di atas, dapat kita simpulkan bahwa ada waktunya untuk seorang laki-laki atau perempuan itu untuk sendirian, namun tidak baik kalau hanya sendirian saja atau dengan kata lain ada waktunya yang dua menjadi satu, sebagai suatu kesatuan yang utuh dan saling melengkapi antara yang satu dengan yang lainnya. Bahkan Tuhan (Allah/Yesus) pun menciptakan perempuan supaya laki-laki tidak sendiri atau ada yang melengkapinya.
Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa sebenarnya ada waktunya kita untuk jomblo, tetapi ada pula waktunya kita untuk memiliki pasangan. Kapan? tergantung kehendak dan waktu dari Tuhan. Tunggu saja, sebab jika kehendak Tuhan yang terjadi pasti indah dibandingkan kehendak kita. Itu karena Tuhan tidak memberikan rencana atau rancangan yang buruk bagi kita.
Kita hanya perlu bertanya kepada Tuhan kapan dan dimana, serta siapa orangnya, dan juga bersabar dalam menantikan waktu Tuhan yang terbaik dan bahkan terindah bagi kita umat manusia.
Namun, pada masa-masa dimana kita menjadi jomblo bukan merupakan suatu masa atau waktu yang tragis dan mengerikan bagi kehidupan kita. Survei kebahagiaan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (2017) dalam Oktawirawan dan Yudiarso (2020:214) menunjukkan bahwa sekelompok masyarakat yang belum pernah menikah mempunyai indeks kebahagiaan tertinggi di antara kelompok lainnya.
Hal tersebut senada dengan yang dinyatakan oleh Himawan, et.al (2017) dalam Oktawirawan dan Yudiarso (2020:216) pernikahan bukanlah syarat mutlak bagi seseorang untuk memperoleh kebahagiaan.
Begitu juga hasil penelitian yang dilakukan oleh Oktawirawan (2020:27) disimpulkan bahwa seorang lajang tidak selalu memprihatinkan karena kebahagiaan seseorang tidak hanya di ukur dari relasi romantis yang dimilikinya.
Sehingga dari berbagai pendapat atau hasil penelitian tersebut dapat kita simpulkan bahwa menikah bukan merupakan suatu penentu kebahagiaan kita, melainkan jomblo pun kita dapat bahagia jika dibandingkan menikah.
Ada waktu atau kalanya bahagia di pernikahan dan begitu juga ada waktu sedih maupun bahagiannya waktu kita jomblo, dimana seperti yang telah dikatakan di atas bahwa segala sesuatu itu ada waktu dan masanya. Tetapi bukan berarti jomblo salah, maupun menikah juga salah.
Jomblo yang bahagia adalah jomblo yang mana saat jomblo atau dengan kata lain para jomblo tersebut, memanfaatkan masa-masa atau waktu dimana saat dia jomblo dengan hal-hal atau aktivitas-aktivitas yang produktif dan menghasilkan.
Dimana jika sudah menikah nanti sudah siap dengan benar-benar untuk menikah, baik itu dengan membaca berbagai buku atau hasil penelitian terkait pasangan, mengikuti berbagai pelatihan atau seminar yang membahas tentang pasangan, mendengarkan cerita atau curhat dari teman-teman atau orangtua yang sudah menikah, konsultasi dengan para ahli atau pakar keluarga, dan mungkin ada cara yang lain atau dengan kata lain-lain dan sebagainya.
Jomblo produktif disini dilakukan dengan cara menekuni hobi yang kita lakukan atau sukai dengan sungguh-sungguh, fokus, dan konsisten, sehingga diharapkan akan menghasilkan suatu manfaat yang baik kepada dirinya sendiri (si jomblo), maupun orang lain yang ada disekitarnya dan bahkan bagi alam atau benda-benda, tumbuhan, maupun hewan yang ada disekelilingnya.
Misalnya hobi menulis dapat dikembangkan dengan mengikuti berbagai pelatihan atau seminar terkait dengan dunia penulisan, dimana di zaman sekarang ini dapat kita temukan informasinya dengan mudah di media sosial atau dengan mencari melalui mesin pencari seperti google.
Selain itu, dapat juga dilakukan dengan membaca berbagai buku-buku, artikel atau hasil penelitian, diktat, dan lain-lain sebagainya yang dapat memberikan kita pengetahuan dan pengalaman terkait dengan dunia tulis dan menulis tersebut.
Sehingga diharapkan kedepannya kita dapat memiliki kemampuan atau skill yang berkaitan dengan menulis, untuk tujuan menghasilkan suatu karya yang baik dan bahkan memenangkan berbagai perlombaan yang ada.
Dari perlombaan yang kita nantinya menangkan, kita akan menerima hadiah yang dapat digunakan sebagai pemenuhan kehidupan sehari-hari, penambah pengetahuan atau investasi pengetahuan, maupun menjadi investasi dimasa depan kita.
Dimana kita memiliki simpanan atau tabungan untuk masa depan kita kelak. Kita menjadi "jomblo hobi menulis yang produktif atau menghasilkan", dimana menghasilkan prestasi, menghasilkan uang, maupun menghasilkan sebuah karya yang dapat memberkati atau menjadi berkat bagi siapapun yang membacanya.
Dihasilkan dari proses yang hanya hobi, menjadi suatu karya yang produktif atau menghasilkan, dengan mengalami pembentukan atau melalui proses yang panjang dan sangat-sangatlah berarti bagi siapapun tanpa terkecuali. Begitu juga dengan hobi yang lainnya, baik itu hobi menyanyi, olahraga, mengkoleksi hal-hal tertentu, dan lain-lain sebagainya.
Daftar Pustaka
Oktawirawan, Dwi Hardani. 2020. Stigma Terhadap Pemuda dengan Status Lajang (Studi Kualitatif). Dinamika Sosial Budaya, Vol. 22, No. 1, Juni 2020, pp 21-28, (Online).
Oktawirawan, Dwi Hardani, dan Yudiarso, Ananta. 2020. Analisis Dampak Sosial, Budaya dan Psikologis Lajang di Indonesia. Jurnal Pamator, Vol. 13, No. 2, Oktober 2020, pp 213-217, (Online).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H