Oleh: Trygu
Gunungsitoli, 17 April 2022
Dalam kehidupan kita sehari-hari, terkadang ada saja orang yang ingin selalu mengatakan (dari diri sendiri untuk orang lain) atau ingin dikatakan oleh orang lain (dari orang lain untuk diri sendiri) sebuah kata "Aku Cinta Kamu," dimana dalam bahasa Inggrisnya "I Love You," dalam Bahasa Jepangnya "Aishiteru," dan dalam berbagai bahasa lainnya.
Selain dari segi kata, ada lagi tuntutan lain seperti harus memperjuangkan atau berbuat sesuatu yang membahagiakan orang yang dicintai tersebut. Semua itu dilakukan supaya dia senang atau oranglain tahu bahwa dia dicintai oleh seseorang.
Itu membuat orang tersebut memperjuangkan atau terlalu berjuang sampai akhirnya lupa waktu dan bahkan lupa terhadap dirinya sendiri. Mendahulukan dan mengerti yang lain dibandingkan dengan dirinya sendiri, sementara diri sendiri juga sebenarnya membutuhkan perhatian dari diri sendiri, dimana jika diri sendiri bisa bicara pasti dia akan berkata: "sudah cukup, aku sudah bosan dan capek melakukannya," "apapun itu selalu salah tidak pernah benar, dia ingin selalu dimengerti atau dipahami," dan berbagai perkataan lainnya akan terlontar dari diri sendiri, bahkan perkataan "cukup, saya sudah capek dan butuh istirahat," akan terucap oleh diri sendiri.
Supaya kata-kata tersebut tidak langsung terucap melalui kata-kata atau terwujud melalui tindakan nyata dalam kehidupan kita sehari-hari (seperti halnya sampai stres, depresi, gila atau malah bisa jadi sampai kita meninggal dunia), maka alangkah lebih baik jika kita itu, tanpa terkecuali dalam artian siapapun, perlu mencintai diri sendiri dengan cara memahami diri kita sendiri dengan sebaik-baiknya.
Dengan kita mampu memahami diri kita sendiri, maka kita akan tahu seberapa kemampuan kita, seberapa kesanggupan kita, atau seberapa kekuatan kita, sehingga kita bisa mencintai diri sendiri itu dengan apa adanya atau dengan kata lain terbuka tanpa ada satupun yang akan ditutupi. Mengetahui segala sesuatu yang akan menjadi pembatas atau kesanggupan kita.
Dengan kita memahami diri kita sendiri, maka kita akan menjadi lebih paham dengan diri sendiri, lebih bahagia dari sebelumnya, lebih peka terhadap diri sendiri, lebih fokus atau terarah, dan lebih teratur.
Lihat pasangan tersebut yang lagi dimabuk dengan yang namanya asmara atau cinta tersebut, mereka hanya fokus atau tertuju pada kebahagiaan pasangannya, tanpa memikirkan terlebih dahulu apakah dia sendiri akan bahagia atau menikmati hal tersebut. Apakah dia menikmati setiap perjuangan yang telah dilakukan atau yang akan dilakukan terhadap pasangannya?
Terkadang ada itu orang yang begitu berjuang untuk mendapatkan sesuatu, tetapi begitu mendapatkannya menganggap remeh karena hal tersebut bisa dia dapatkan, tanpa mempersiapkan diri atau berbenah karena tujuannya mencintai melalui pacaran tersebut, akan berakhir ke jenjang yang lebih tinggi lagi, dimana disebut itu sebagai pernikahan. Mungkin makanya ada perkataan yang mengatakan bahwa kita harus mencintai seperti cinta mula-mula terhadap pasangan kita setelah menikah.
Untuk memahami diri kita sendiri tersebut, dapat dilakukan dengan berdiam diri dan lalu berpikir seperti apa dan bagaimana kita itu. Mulai dari apa makanan atau minuman yang boleh kita makan atau minum, bagaimana cara kita berpikir, bertindak atau belajar, bagaimana cara kita dalam menyikapi atau bersikap terhadap suatu hal tertentu, dan bagaimana kita dalam melakukan segala aktivitas kita dalam kehidupan kita sehari-hari.
Dengan melihat saat-saat sebelumnya atau beberapa saat sebelumnya, serta bahkan dari masa lampau kita yang panjang. Bukan untuk menjatuhkan diri sendiri, tapi menggunakan masa lalu sebagai bahan pelajaran untuk masa kini dan masa depan yang lebih baik lagi. Dimana jika tidak baik ditinggalkan dan dijadikan pelajaran, tetapi jika baik perlu dipertahankan atau ditingkatkan menuju lebih baik dan sempurna lagi. Kendatipun sebenarnya tidak ada itu yang sempurna sama sekali, kecuali Tuhan Yesus.
Ada perkataan dalam Alkitab yang mengatakan bahwa: sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatnya, sama seperti Kristus terhadap jemaat (Efesus 5:29).
Yesus Kristus dalam kehidupan sehari-hari, memberikan teladan kepada kita tentang mencintai diri sendiri, dimana Yesus Kristus terkadang memberikan waktu untuk diri-Nya sendiri istirahat dari segala kegiatan yang telah dilakukan (Markus 6:31 dan 32). Itu semua dilakukan terhadap jemaat atau orang-orang supaya lebih fokus lagi kedepannya.
Kita sebagai manusia biasa juga harus memberikan waktu untuk diri sendiri, dimana saat makan harus makan, saat minum harus minum, saat tidur harus tidur, dan lain-lain sebagainya. Hal tersebut juga didorong karena segala sesuatu itu ada waktunya. Jadi, juga harus sesuai dengan waktunya kapan harus dilakukan.
Kalau memang harus dipaksakan berikan sedikit kelonggaran tertentu. Biarpun hanya sesaat, tapi harus dilakukan. Dengan kata lain harus diberikan pembatasan tertentu. Jangan juga sampai kita menggantikan Tuhan dengan terlalu melayani diri sendiri, itu karena Tuhan juga adalah seorang yang pecemburu.
Jadi, daripada kita terlalu melayani atau berjuang terhadap pasangan kita, kita terlebih dahulu harus melihat diri sendiri. Apakah diri sendiri sudah dilayani atau diperjuangkan juga, atau malah tidak sama sekali. Jangan terlalu melayani atau berjuang untuk oranglain, sementara diri sendiri terabaikan. Sehingga kita akan mengetahui seberapa batasan dari kemampuan kita sendiri, yang akan mengakibatkan kita akan mencintai diri kita sendiri.
Bionarasi
Trygu adalah penulis di kompasiana, kendatipun tidak rutin dalam hitungan hari atau minggu, tetapi terkadang dalam 1 bulan ada saja tulisan yang dihasilkan di kompasiana. Entah itu dengan menghasilkan tulisan dari kegiatan menulis buku Antologi yang kemudian di bagikan melalui akun kompasiana, maupun dari hasil pemikiran yang melihat sesuatu disekitar lingkungan sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H