Oleh: Try Gunawan Zebua
Gunungsitoli, 17 Agustus 2021
Siapa yang tidak kenal dengan yang namanya matematika, dimana-mana pasti ada saja yang membicarakannya. Hal tersebut dapat kita lihat dimana ada yang mengatakan: "Saya benci matematika", "Guru matematika itu galak dan kejam", "Saya tidak bisa mengerjakan soal-soal matematika itu", "Anak saya tidak pintar matematika", dan berbagai perkataan lain yang setiap pernyataan atau kalimatnya memiliki kata "Matematika" didalamnya.
Bahkan ada beberapa atau mungkin malah kebanyakkan orang berupaya untuk menghindari atau menjauhi matematika, padahal sebenarnya tidak bisa karena matematika ada dimana saja dan kapan saja.
Hingga saat ini (dewasa ini), matematika masih menjadi momok yang menakutkan bagi siapapun, apalagi bagi mereka yang membenci atau tidak suka dengan yang namanya matematika. Hal tersebut dinyatakan oleh Sriyanto (2017:22), dimana Sriyanto mengatakan bahwa pelajaran matematika sendiri sudah dianggap sulit, masih ditambah lagi guru yang mengajarkan matematika sering kali berperilaku killer, galak, cepat marah, suka mencela, sering menghukum siswa, kalau mengajar 'garing', terlalu cepat dan monoton. Hal tersebut senada dengan yang dinyatakan oleh Pitadjeng (2015:3), dimana: Banyak orang yang tidak menyukai matematika, termasuk anak-anak yang masih duduk di bangku SD-MI.
Selanjutnya Pitadjeng (2015:3) mengatakan bahwa: Mereka menganggap bahwa matematika sulit dipelajari, serta gurunya kebanyakan tidak menyenangkan, membosankan, menakutkan angker, killer dan sebagainya. Dari hal tersebut di atas, maka tidak heran bahwa prestasi setiap siswa yang membenci atau tidak suka matematika rendah, bahkan menyebabkan prestasi bangsa kita di tingkat Internasional pun rendah, dimana dapat kita lihat dari hasil penilaian bangsa kita pada TIMSS dan PISA.
Berbagai cara telah dilakukan untuk membuat prestasi terhadap matematika meningkat, dimana ada yang menggunakan Model Pembelajaran yang mengaitkan dengan kehidupan nyata, menciptakan berbagai permainan, bahkan sampai ada yang menciptakan aplikasi dimana dengan menggunakan aplikasi tersebut dengan cara mengfoto soal matematika, akan mendapatkan langsung jawabannya tanpa perlu dipikir-pikir lagi. Namun hal tersebut tidak membuat prestasi bangsa kita di TIMSS dan PISA meningkat secara drastis.
Saya dulu juga termasuk salah satu orang yang tidak menyukai, menghindari dan takut dengan matematika itu. Sehingga tidak heran prestasi saya dibidang matematika pas-pasan atau tidak begitu cemerlang sekali. Bahkan nilai 0 (nol) pun pernah saya dapatkan di nilai tugas yang dibagikan oleh guru hingga saya SMP.
Saya pun termasuk orang yang kebanyakkan menerima hukuman dari guru matematika. Saya teringat waktu saya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), saya bertemu dengan guru matematika yang begitu galak sekali. Salah sedikit dihukum, salah sedikit dicubit, bahkan salah sedikit selalu dimarahi dalam kelas.
Guru SMP saya dulu selalu menghukum saya dan teman-teman dengan memukul jari yang dibuat menjadi satu atau saling bertemu antara semua jari (hanya satu tangan) dengan menggunakan penghapus dimana salah satu bagiannya terbuat dari kayu, sehingga sangat menyakitkan sekali rasanya. Kemudian, guru kami itu memukul kami dengan penggaris kayu yang panjang dan membuat kami harus berdiri di depan kelas sampai batas waktu yang ditentukan oleh guru tersebut atau malah bahkan sampai les pelajaran matematika selesai.
Selain melalui tindakan, guru tersebut pun selalu memarahi kami dan mengatai kami. Setiap kali saya mendapatkan nilai 0 (nol), guru tersebut akan mengatakan goreng atau rebus lalu makan pakai kecap setelah pulang ke rumah nilai kami yang 0 (nol) tersebut. Maksud dari perkataan guru kami itu adalah mengibaratkan nilai 0 (nol) tersebut adalah sebagai telur, dimana digoreng atau direbus lalu diberikan kecap dan dimakan setelah pulang dari sekolah.
Suatu saat saya berpikir bagaimana nilai saya matematika ini, dimana saya merasa khawatir karena dulu waktu masih berlaku Ujian Nasional (UN) matematika termasuk salah satu mata pelajaran yang diberikan di Ujian Nasional. Saya berpikir bagaimana kalau nilai matematika saya kecil dan saya tidak lulus Ujian Nasional, sehingga saya harus mengulang kembali di sekolah.
Selain itu, saya merasakan penderitaan yang berat terkait matematika itu, bahkan setiap pelajaran matematika berlangsung saya termasuk salah satu orang yang berdoa semoga waktu atau jam cepat berlalu, atau guru memiliki kesibukkan sehingga tidak sempat mengajar matematika dalam kelas.
Suatu saat, saat saya sedang berada di Fotocopy di sekolah, saya melihat tukang jamu dan lalu saya menghampiri tukang jamu tersebut, lalu saya iseng-iseng bertanya kepada tukang jamu tersebut (candaan), adakah jamu yang bisa membuat kita menjadi pintar matematika?
Tukang penjual jamu tersebut mengatakan ada dan lalu saya pesan jamu tersebut, lalu saya membayar dan meminumnya. Itu semua supaya saya bisa menjadi pintar untuk belajar matematika, sehingga saya dapat lulus dari Ujian Nasional (UN). Selain usaha tersebut dengan meminum jamu, saya pun mencari guru privat matematika dan saya pun mendapatkannya.
Saya privat dengan salah satu mahasiswa S1 prodi Pendidikan Matematika di IKIP Gunungsitoli pada saat itu yang sibuk dengan perkuliahan dan dagangan keluarga mereka. Dari privat tersebut pun perlahan-lahan namun pasti saya pun bisa matematika dan bahkan suka terhadap pelajaran matematika.
Hal tersebut membuat nilai matematika saya meningkat, sampai-sampai guru matematika pun merasa heran dan terkejut. Guru matematika saya di SMP mengira nilai saya di penilaian tugas maupun ujian adalah nilai hasil mencontek. Padahal tidak sama sekali, itu karena saya mempelajari matematika dengan sungguh-sungguh.
Setelah tamat D3, saat saya mengalami stres lingkungan ketika saya belajar atau kuliah di Malang, saya pulang ke kampung halaman dan kemudian melanjutkan studi S1 Pendidikan Matematika di kampus IKIP Gunungsitoli, Nias. Saya memilih prodi Pendidikan Matematika karena saya merasa senang dan penasaran seperti apa itu matematika lebih mendalam.
Saya pun makin menyukai matematika karena matematika itu ada dimana saja dan kapan saja. Matematika berpengaruh terhadap perkembangan dunia teknologi dan bahkan matematika tersebut sebagai salah satu penentu apakah seseorang itu cerdas atau malah tidak sama sekali.
Kendatipun setiap orang itu pada umumnya adalah manusia yang cerdas, dimana setiap orang memiliki kemampuan atau talenta tertentu yang jika diketahui dan diarahkan dengan baik maka akan dapat memberikan hasil yang maksimal sekali.
Selain mempelajari matematika, saya pun menuliskan buku yang berkaitan dengan matematika dalam hal Psikologi, dimana itu stres, minat, motivasi dan Teori Motivasi Abraham Maslow yang dikaitkan dengan belajar matematika.
Saya menuliskan buku tersebut karena saya melihat dilapangan kebanyakkan buku tentang matematika itu buku pelajaran dan kumpulan rumus, dimana kurang membahas dalam hal psikologi belajar matematika.
Daftar Pustaka
Pitadjeng. 2015. Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Sriyanto, H. J.. 2017. Mengobarkan Api Matematika. Sukabumi : CV Jejak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H