Pada tahun lalu, seorang budayawan dan pemilik museum rekor MURI, Jaya Suprana melontarkan kritik kepada Ahok. Surat 'terbuka'nya kepada Ahok mendapat banyak cibiran dan pujian. Para orang yang pro-Ahok langsung membully Jaya Suprana yang memiliki itikad baik mengkritik Ahok dan beberapa orang anti Ahok kalau mau dilebihkan, tampak melihat surat Jaya Suprana ini sebagai tambahan atas kitab suci yang mereka yakini -- dipandang Absolut.
Pribadi, karena Jaya Suprana simpatik dengan Habib Rizieq yang mulutnya tidak kalah kotor dari Ahok : menyebut Gus Dur buta mata, buta hati, pancasila Soekarno di Pantat, dan mengatakan 'campur racun' yang jelas-jelas mengindikasikan rasa marah dan emosi yang tidak rasional membela agamanya, saya menanggap Jaya Suprana ini layak dibully, meskipun surat terbukanya memang menurut saya tidak ada salah (he got the facts right).
Entah ia mengalami sindrom psikologis 'Stockholm' dimana JS 'fell in love' dengan petinggi FPI itu atau memang sengaja mengatakan yang FPI mau dengar dengan alasan apapun yang ada di pikirannya atau alasan lainnya tidak akan menjadi pokok pembahasan artikel ini. Tapi memang common bagi orang untuk simpatik pada orang ngawur yang memiliki 'sisi baik', jadi mungkin ini yang terjadi.
--
Bagi orang yang mengkritik cara bicara Ahok, karena JS sering dijadikan perwakilan kaum Tionghoa yang tampaknya memiliki bone to pick dengan Ahok, tapi harusnya kalau memang masyarakat Indonesia memang berubah, ada kata yang layak digarisbawahi, khususnya yang menjadi semacam peringatan bagi kedua kubu pendukungnya. (Baik pro maupun anti Ahok) :
"Bukan rahasia lagi, bahkan fakta sejarah, bahwa telah berulang kali terjadi malapetaka huru-hara rasialis di persada Nusantara. Akibat memang beberapa insan keturunan Tionghoa bersikap dan berperilaku layak dibenci maka beberapa titik nila merusak susu sebelanga."
Mungkin ini yang dilewatkan oleh kubu yang bertengkar soal Ahok di Kompasiana atau diluar web ini. Ini adalah semacam 'warning' dimana Jaya Suprana sendiri MENGAKUI secara tak sadar, bahwa Indonesia masih rawan kerusuhan berdasarkan rasial. Tentu saja, dia masih kurang lengkap membahasnya. Karena konflik tidak melulu Tionghoa vs Pribumi, tetapi banyak konflik berdasarkan kekuasaan seperti di Poso, dimana keduanya adalah Pribumi, Bad blood antara Dayak dan pendatang Madura di Kalimantan juga adalah salah satunya. Perang antaretnis pun pernah terjadi.Â
Jadi peringatan yang dimaksud adalah masyarakat Indonesia masih signifikan yang memiliki kecenderungan menyalahkan satu ras untuk tindakan tingkah laku satu orang saja. Hal ini yang menyebabkan/memperparah gesekan antar warga karena alasan SARA.
Jadi, contrary dari para pro Ahok, stetmen ini berdasar dan memang fair warning buat mulut Ahok (atau siapapun itu yang menjadi ras minoritas, bisa pemda bertenis Jawa di Padang, Bali, atau minority di salah satu daerah). Meskipun dia menurut saya kurang konsisten dalam surat terbukanya, hal ini benar dan patut dilakukan. Karena memang tidak bijak, langsung mendobrak suatu sistem pada keadaan tertentu. Terkadang memang harus subtle dan dengan cerdik mengkikis sistem tersebut dari dalam secara berkala. Tentu tidak ada penyakit yang bisa lekas sembuh bukan? Ada tahap2nya.
Sedangkan bagi yang anti-Ahok, tentu yang masih menggunakan SARA, seperti menilai 'Ahok kejam pada pribumi karena menggusur a, b, c' yang jelas menilai Ahok berbuat karena rasnya, mengingat Foke, Yos, dan Ali Sadikin pun pernah bertindak kontroversial seperti ini, dan yang menggunakan argumen ini dengan motivasi yang salah, ingat mungkin anda merupakan closet racist yang dimaksudkan JS (pujaan kalian) di atas.
Â