Mohon tunggu...
Yoshua Reynaldo
Yoshua Reynaldo Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Seorang : Kristen, Filsuf Stoa amatir, penikmat sejarah era tengah dan modern, dan manusia yang terbiasa menganalisis dan kritis pada banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Fenomena Jonru Ginting, Crusader Anti Jokowi

5 Januari 2016   09:59 Diperbarui: 5 Januari 2016   09:59 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jonru Ginting. Nama ini kembali populer karena polemik-polemik berlebihan yang ditimbulkan olehnya, khususnya ke Jokowi. Sebelum memulai membahas artikel ini, saya tidak akan menyerang pribadi Pak Jonru sendiri, soal dia mau ngerocos di Sosmed adalah urusannya, dan saya tidak pernah mendukung memenjarakan Jonru, karena memang orang ini, menurut opini pribadi saya lebih ke pembuat polemik yang polos (tidak ngerti masalah), tapi secara umum dia tidak menimbulkan bahaya apa-apa, karena postingannya intelek dan berhati-hati untuk tidak menyinggung SARA. 

Namun karena postingan sebelumnya tentang foto Jokowi sudah melebihi batas kesabaran saya melihat sifat radikal berlebihan pak Jonru, dan mengingat pengikutnya cukup banyak di Medsos, mungkin ini bisa menjadi pelajaran bagi pengikut Jonru

Representasi Jonru Ginting

Jonru Ginting mungkin bisa diekspresikan sebagai salah satu Jenderal kubu pro-Prabowo yang yang dapat dinilai ekstrim dan khususnya mewakili golongan agamis, mengingat Jonru sering membuat polemik yang memuliakan agamanya, jadi dia dapat dikatakan mewakili secara penuh golongan 'fundamentalis'. Jokowi yang dilabelkan sebagai 'Iblis' oleh media religius (yang bahkan dijuluki mirip Iblis karena makan pakai tangan kiri di beberapa media agamik) tentu akan menarik orang ke Jonru sebagai orang yang menjadi ikon kontra Jokowi dari kalangan fundamentalis. Kalau anda lihat komentar postingan beliau, pasti banyak kata2 tanda akhir jaman, ayat kitab, kutipan dokumen tradisi agama, dan sebagainya.

Sayangnya, kalau saya lihat orang-orang yang komen di lapaknya yang terdidik pun (Mahasiswa) tampak sangat terpengaruh bias agamis yang mereka yakini, jadi terkadang orang akan hanya setuju saja menanggapi postingan Jonru. Memang ada yang kritis juga, tapi kalau anda lihat, Top commentnya pasti mayoritas orang yang mengatakan akhir jaman, ayat kitab suci, dsb, dsb. Kekritisan sebagian fansnya (yang memang ada) bisa dikatakan dikalahkan oleh orang2 yang tersihir oleh postingan/argumennya yang bisa jadi dikarenakan bias agamik yang saya katakan. Memang kita cenderung lebih mudah menerima orang yang sepaham dengan kita. Itu human nature, yang bisa positif atau negatif. Kenapa bias? Saya tidak bisa menerima hubungan posting tentang Jokowi dengan kutipan ayat dokumen religius, itu saja, atau tentang akhir zaman. Emangnya Jokowi apaan? Antikristus? Ha ha ha ha.

Kredibilitas Jonru Ginting

Seperti hal yang dikatakan Jonru sendiri (bukan saya lho) sudah sering mengatakan dia sering 'Khilaf' dalam memberitakan hal yang berkaitan dengan Jokowi. Intinya dia terkadang memberikan berita yang cenderung polemicist dan hoax ke Jokowi. Khilaf dalam hal ini, menurut saya merepresentasikan 'bias' yang dia miliki, dengan kata lain, ia cenderung lebih mudah menerima berita yang mendiskreditkan orang yang tidak sepaham dengannya, contoh yang utama  adalah mengenai status keagamaan Dr. Quraisyh Shihab.

Dari hal ini saja kita sudah tahu kalau Jonru Ginting memiliki kecenderungan rash judging yang cukup tinggi, terutama pada orang yang bersebrangan dengan dia dalam paham yang tidak akan dibahas di sini, karena memang itu personal belief yang sudah bukan ranah pembahasan di umum terbuka lagi.

Saya jarang melihat fan page pak Jonru Ginting, tapi saya akan beri contoh 2 polemik yang sempat saya lihat dan ikuti : Soal kenaikan BBM dan soal Kampung Pulo pada waktu itu.

Dalam hal kenaikan BBM dulu di statusnya Jonru berargumen layaknya seperti orang awam, yang tidak memiliki analisis akademik yang mem-back up claimnya dia. Tentu saja hal ini tidak salah - beropini adalah salah satu kebebasan berpendapat di negara Demokrasi. Anda boleh beropini teori konspirasi, ada UFO menjemput anda ke Surga, atau beropini Sarah Palin adalah manusia serigala, apapun bebas. Tapi yang lemah dalam masyarakat luas adalah menanggap opini suatu orang pasti benar.

Jawaban Jonru Ginting ini bisa anda temukan di orang awam, tukang ojek, Ibu RT, bahkan orang yang terdidik tapi tidak pada ranah yang diteliti (orang MIPA, Dokter, dsb.)

Link : https://www.facebook.com/jonru.page/posts/10152811494409729

Dari postan dia saja sudah mengakui kalau BBM naik : Hidup makin susah. Dan ia tidak 'peduli' dengan intelek2 yang berargumen secara akademik. Padahal dalam penelitian bonafide dalam sains, Perusahaan terkemuka, dan institusi/organisasi komersil maupun nonkomersil, divisi-divisi berisi orang intelek itu dibutuhkan. Sifat Jonru Ginting yang agak anti-akademik merupakan tipikal argumen 'simple-minded'. Contohnya anda menolak obat karena obat itu 'pahit', bukan karena anda tidak percaya pada obat itu, atau menggunakan argumen logis lainnya. 

Yang kita tahu, meskipun ini masih debatable apakah kenaikan BBM baik atau tidak, substansi argumen penolakan BBM naik ini bisa diragukan. Dengan analisis amatir saja kita tahu dampak kenaikan BBM adalah dampak reaksi berantai menimbulkan Inflasi (harga naik) dan inflasi menimbulkan kemiskinan. Tapi kalau anda googling data kemiskinan, kemiskinan menurun MESKIPUN ada kenaikan BBM. Dan kita tahu bahwa orang2 timur seperti Papua malah cenderung pro kenaikan BBM (penghapusan subsidi) karena alokasi dana subsidi BBM yang dinikmati banyak orang Jawa dan Sumatra dapat dipakai untuk mengobati kemiskinan di desa underdevelop yang mayoritas berada di daerah timur. Kalau orang Jawa dan Sumatra yang semiskin-miskinnya masih bisa nonton TV dan makan gorengan tidak mau mengalah dengan orang2 di Papua, NTT, dan Maluku yang bisa dikatakan sebagian pun masih savage dan tidak mengenal didikan, itu contoh 'wong cilik' yang tidak layak dibela menurut saya.

Kedua yang saya ikuti adalah soal si Jonru meretweet tantangan si J.J. Rizal ke Ahok buat menggusur rumah di Klp Gading dan Pluit serta Jakarta Selatan. Saya tidak tahu soal Pulit, Klp Gading, dan Jaksel, tapi dari sisi 'tantangan' Jonru dan J.J. Rizal ini, terlihat brainless dan tidak memikirkan strata sosial dan kapabilitas tempat2 tersebut dengan Kampung Pulo. Sebenarnya sebelum mengiyakan kata-kata J.J. Rizal, ada baiknya kita menelusuri sejarah Kelapa Gading lebih dalam lagi (yang tampaknya belum ditelusuri J.J. Rizal menurut opini pribadi saya).

Kalau saya pahami, masalah di Kelapa Gading sebagai daerah resapan tidak semudah yang diberitakan di Internet. Soal 'daerah resapan' yang dimaksud juga kurang jelas. Apakah itu semua daerah Kelapa Gading? Atau hanya sebagian? Mengingat Sumareccon memiliki perumahan di K. Gading sebelum rencana pembangunan itu dimulai (1965), tampaknya kemungkinannya kecil kalau SELURUH tanah Kelapa Gading adalah peruntukan daerah resapan. Dengan argumen pada posisi ekstrim seperti itu, malah cenderung menyuruh kita menjadi kaum 'Hipis' (Hippie) yang memang menolak teknologi secara radikal.

Dari hal ini saja, tampaknya Jonru Ginting merupakan orang yang perlu diwaspadai, beda dengan Farhat Abbas yang ngomongnya tidak memakai argumen akademik seperti Jonru dalam beberapa postingannya (beberapa, bukan semua), orang ini memiliki banyak pengikut karena efek psikologis identitas seseorang sebagai fanatik suatu agama yang membuat mereka merasa puas tersendiri.

Tentu saja, saya pun heran dengan kejadian baru-baru ini, dimana Jonru mengkritik foto Jokowi sebagai palsu adalah hal yang sangat berlebihan menurut saya. Liputan 6 yang membuat berita itu adalah media yang kredibel dan netral. Dan separah apapun bias dan blunder MetroTV dan TVOne, saya tidak pernah melihat ke-dua stasiun TV itu mengupload video/foto Hoax. Liputan6 bukan media abal-abal seperti voa-islam yang pernah mengopas tulisannya Kompasianer Opa Jappy (ditambah dengan kata2 provokasi) dan salah satu kompasianer anti Ahok (tanpa diedit sama sekali), suaranews yang mengambil artikel dari Triomacan dan Ratu Adil, dan media abal-abal lainnya. Dalam common sense, tentu saja hal ini berlebihan, bahkan sebagai seorang anti-Jokowi saja hal ini sudah aneh di mata saya.

Respon Yang Diperlukan

Polemicist seperti Jonru Ginting, Farhat Abbas, Triomacan2000 dan sejenisnya memang sensasional kalau mengemukakan pendapat di depan umum. Orang awam yang memiliki bias anti-Jokowi dan religius seperti pengikut Jonru akan cenderung mengiyakan kata-kata Jonru Ginting, entah itu berdasarkan intelek dan akademisi atau tidak.

Seandainya polemicist yang bersangkutan benar, misalnya dalam kenaikan BBM, alasan yang mendasari hal itu pun harus berdasarkan data yang valid, bukan hanya pressumption saja. Hal ini akan membuat cara berfikir manusia tidak dewasa dalam menyelesaikan konflik yang benar benar ada dan cenderung 'lari' dalam mempertanggungjawabkan pendapatnya yang meliputi perubahan hidup orang banyak.

Opini pribadi saya adalah untuk menghadapi polemicist seperti ini, respon yang tepat adalah 'ignore' dan melakukan riset yang dapat membantah argumen yang dilakukan oleh si polemicist kalau ia mengeluarkan stetmen non-akademik. Menghina polemicist yang sudah keras, dan mengingat umur pak Jonru Ginting sudah lebih banyak dari kita, kemungkinannya kecil untuk 'membelokkan' paham seseorang seperti ini, terutama dengan ejekan. 

Jadi lebih baik orang yang mau menyindir Jonru Ginting cukup lakukan riset oleh mereka sendiri dan membantah poinnya dengan argumen yang berdasarkan akademik-- yang merupakan standar semua organisasi baik profit maupun nonprofit.

Dan karena polemicist seperti Jonru Ginting dan Triomacan2000 memiliki kecenderungan teoris konspirasi, yang melihat postingannya juga harus tetap berpegang pada dasar 'Burden of Proof' (pihak yang diharuskan memberikan dalil/bukti) bukan pada orang yang tidak percaya Jokowi adalah PKI, tapi orang YANG PERCAYA Jokowi adalah PKI.

5 Januari 2016 (9.54 AM, WIB)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun