Mohon tunggu...
Angky Kartadimadja
Angky Kartadimadja Mohon Tunggu... -

TALK MORE DO LESS!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Armpit Sweat

29 Agustus 2010   06:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:37 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jakarta, 10 Agustus 2066

...

Halloo Engkong Sotong?
Apa kabar?
Semoga baik-baik aja. Entong dan keluarga di sini baik-baik aja, semua sehat semua makmur.

...

Kong, kondisi bangsa sangat menyedihkan beberapa dekade belakangan.
Pertumbuhan ekonomi terus menurun, angka pengangguran meningkat, angka kemiskinan meloncat, dan angkatan bersenjata sungkan mengangkat senjatanya.
Petani malas bertani karena kewalahan menghadapi serbuan sayuran organik dari luar negeri yang lebih disukai masyarakat.
Peternak kehabisan akal dan modal untuk bersaing dengan ayam organik import, ayam organik yang dalam arti sebenarnya adalah ayam kampung import.
Anak malas bersekolah karena enggan menghadapi sistem kompetisi yang diterapkan di sekolah-sekolah mainstream. Bahkan Presiden dan Kabinetnya kehabisan akal mencari solusi permasalahan pelik ini.

...

Namun dibalik semua keresahan itu, sekelompok manusia yang menyebut dirinya wakil rakyat tetap merasa tenang dan tak kehabisan akal menghadapi permasalahan ini.
Jelas merasa tak kehabisan akal toh memang mereka tak pernah memilikinya.
Sebuah Pansus dibentuk dan menghasilkan tontonan debat penuh semangat dan interupsi tanpa akhir selama tak kurang dari sebulan.
Usut punya usut, semangat mereka datang lantaran sidang disiarkan secara langsung oleh sebuah televisi swasta no.1 di Indonesia.
Politik pencitraan? Sejak kapan politik bukan pencitraan.
Okay.. back on the track, keputusan yang dianggap paling solutif dan terpolitisir (selalu) adalah: Seluruh menteri dianggap melalaikan tugas dan re-shuffle kabinet merupakan rekomendasi.
Merasa rezimnya terancam, terlebih lagi pemberitaan yang berlebihan, membuat Presiden mendapat tekanan publik terbesar (selalu besar) dalam sejarah penerapan Demokrasi di Indonesia.
Namun, seolah-olah melestarikan budaya, rekomendasi tetaplah sebatas rekomendasi.

...

Sebuah kenyataan miris terungkap, riset sekelompok peneliti LIPI menyatakan bahwa bau keringat merupakan inti dari permasalahan ini.
Kenapa?? Karena bau keringat melambangkan kerja keras dan dedikasi.
Dimana benang merahnya??
Selain Tuhan, masyarakat harus selalu ingat bahwa apa yang mereka nikmati dan rasakan ini adalah hasil kristalisasi keringat generasi-generasi terdahulu.
Dengan begitu mereka akan selalu ingat untuk menghargai setiap jerih payah dari setiap bau keringat yang tercium.
LUAR BIASA!!
Mulai dari DPR hingga Presiden, masyarakat biasa hingga masyarakat luar biasa, wong cilik sampe wong edan tersadarkan oleh teori sederhana ini.

...

LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), yang selama ini populer dicap sebagai lembaga yang tak populer, tiba-tiba saja menjadi Primadona di masyarakat.
Pujian dan sanjungan mengalir begitu derasnya, mulai dari Presiden yang menganugerahkan tanda kehormatan ‘Bintang Mahaputera Adipradana’ kepada setiap anggota tim, hingga pemberian award (semacam penghargaan tinggi yang wajib terpublikasi) oleh Bakery Group.
Hollywood pun mulai melirik LIPI sebagai lembaga yang berpotensi mengubah nasib bumi yang harus diperkenalkan kepada dunia lewat film.
Alasan terselubung adalah memanfaatkan potensi pasar masyarakat bumi jenuh dengan komersialisasi CIA dan NASA seabad terakhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun