Mohon tunggu...
Truly Andrianty
Truly Andrianty Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa jurusan Industri Pariwisata yang senang berpetualang dengan mencari pengalaman dimanapun dan kapanpun waktunya. Tertarik dibidang Seni dan Kreatifitas.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Audiensi dengan Patih Keraton Sumedang Larang, Peran Keraton Sebagai Puser Budaya Sunda

3 November 2022   05:48 Diperbarui: 3 November 2022   06:34 827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saudara kembar Radya Anom, Patih Keraton Sumedang Larang, R. Lily Djamhur Soemawilaga melakukan audiensi bersama Mahasiswa prodi Industri Pariwisata UPI Kampus Sumedang, Kamis (27/10/2022).

Patih Keraton Sumedang Larang menyampaikan bahwasanya Kerajaan Sumedang Larang berawal dari pembagian Kerajaan Sunda-Galuh yang bercorak Hindu. Kerajaan ini awalnya bernama Tembong Agung, yang didirikan oleh Prabu Aji Putih pada abad ke -8 atas perintah Prabu Suryadewata. Pusat pemerintahannya berada di Citembong Karang, yang saat ini termasuk wilayah Kabupaten Sumedang.

Kemudian saat Prabu Tadjimalela, putra Prabu Aji Putih, mewarisi takhta, nama kerajaan diubah menjadi Himbar Buana, yang berarti menerangi alam. Prabu Tadjimalela pernah berkata "Insun Medal, Insun Madangan '' yang artinya "Saya lahir, Saya bersinar". 

Kata Sumedang berasal dari Insun Madangan, yang diubah pengucapannya menjadi sun madang dan kemudian menjadi Sumedang. Setelah itu Prabu Tadjimalela di gantikan oleh putranya Prabu Gajah Agung. 

Keraton Sumedang Larang berdiri pada tanggal 11 November 1973, dibuka untuk umum pada tanggal 24 Januari 1985. Cikal bakal Pemerintahan Sumedang berasal dari Gedung Sri Manganti atau Rumah Bupati. 

dok. pribadi
dok. pribadi

Ia juga menyampaikan jika Keraton Sumedang Larang memiliki Gedung Kereta yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan kendaraan yang ada di Sumedang dari tahun ke tahun. 

Adapun nama-nama Kendaraan tersebut yaitu, Kereta Naga Barong (yang menjadi replika Kereta Naga Paksi) Kereta Naga Paksi merupakan Kereta peninggalan Pangeran Soeria Koesoemah atau Pangeran Sugih. Kereta Naga Paksi dibuat oleh orang Sumedang asli yang direnovasi di Keraton kacirebonan pada tanggal 9 Maret 1990.

Kereta Naga Paksi terbuat dari kayu jati. Bentuk Kereta Naga Paksi menggambarkan dari tiga hewan yang berbeda yaitu, Naga (melambangkan kekuatan ucapan), Gajah (melambangkan ilmu pengetahuan dari Dewa Ganesha) dan Burung (melambangkan terbang dengan kebebasan). Serta terdapat Tombak Trisula yang menggambarkan Silih Asah (saling mengingatkan), Silih Asih (saling mengasihi) dan Silih Asuh (saling membimbing).

Adapun Unsur-Unsur Keraton, yaitu:
1. Nama Kerajaan harus tercantum
2. Silsilah yang tidak terputus
3. Harus ada peninggalannya
4. Tradisi rutin yang dilaksanakan tiap tahun
5. Ada situs situsnya
6. Minimal dua Kerajaan harus tercantum dalam dua Naskah Kuno
Apabila salah satu persyaratan tersebut tidak terpenuhi, institusi tersebut tidak bisa disebut Keraton.

Pada audiensinya, Ia menyampaikan bahwa Sumedang merupakan salah satu kota di Asia yang dijuluki sebagai Kota Mahkota. Nama dari mahkota itu adalah Mahkota Binokasih peninggalan Kerajaan Padjajaran. 

Mahkota Binokasih diserahkan ke Kutamaya dan dibawa empat Kandante. Penyerahan mahkota ini dijadikan sebagai simbol dan hari jadi Sumedang pada tanggal 22 April. 

Alasan mahkota ini disimpan di kota Sumedang karena Prabu besar dari Sumedang merupakan cucu dari Prabu Siliwangi yang terakhir yaitu Prabu Eyang Basunten. Mahkota Binokasih terbuat dari emas asli 18-20 karat. Adapun replika dari Mahkota ini bisa digunakan saat pernikahan keturunan Sumedang Larang berlangsung.

Di bawah pemerintahan Pangeran Angkawijaya yang bergelar Prabu Geusan Ulun, Kerajaan Sumedang Larang mencapai puncak kejayaannya. Wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh Jawa Barat, kecuali wilayah kekuasaan Kesultanan Banten dan Cirebon.

Raja-raja Kerajaan Sumedang Larang
1. Prabu Aji Putih
2. Prabu Tadjimalela
3. Prabu Gajah Agung
4. Sunan Guling
5. Sunan Tuakan
6. Nyi Mas Ratu Patuakan
7. Ratu Pucuk Umun
8. Prabu Geusan Ulun
9. Prabu Suriadiwangsa

dok. pribadi
dok. pribadi

Patih Keraton Sumedang Larang juga menyampaikan Keraton Sumedang memiliki tujuh pusaka utama yang digunakan para raja jaman dahulu. Diantaranya, Pedang Ki Mastak milik Prabu Tadjimalela, Keris Ki Dukun milik Prabu Gajah Agung, Keris Panunggul Naga milik Prabu Geusan Ulun, Keris Nagasasra pertama milik Panembahan Sumedang dan Keris Nagasasra kedua milik Pangeran Kornel. 

Pada zaman Pangeran Kornel, tombak diasah menggunakan tangan dan terdapat dua bentuk keris khas Sumedang yaitu keris berbentuk lurus dan berkelok. Kemudian, Ki Galih dan Ki Ginanjar memiliki pusaka turun-temurun berupa Pedang panjang serta Eyang Mbah Jaya Perkasa yang mampu membawa dua senjata sekaligus. 

Selanjutnya, terdapat Pusaka bernama Kujang (Kudi) yang tergenerasi, dimana sebelumnya digunakan sebagai alat tradisional untuk memotong padi pada zaman Dwi Sri (Kahyangan) menjadi senjata Raja. 

Selain itu, ada Patrem (tusuk konde) digunakan sebagai senjata rahasia perempuan. Kemudian ada Bedog khas Sumedang yang bernama Bedog Cikeruh dengan ciri berujung tajam. 

Bedog tersebut berfungsi sebagai senjata Prajurit dan pembeda kasta antara Bangsawan dengan Prajurit. Di Gedung Pusaka juga terdapat souvenir alat makan terbuat dari perak yang diberikan kepada Pangeran Sugih oleh Belanda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun