“Oh ya, Tuan. Maukah engkau kuceritakan sebuah kisah menarik saat aku berumur 10 tahun?”, Tanya Andi. “Oh tentu saja.”, jawabku. “Baiklah, akan kuceritakan.”, Andi pun bercerita tentang pengalamannya ketika ia berusia 10 tahun. Ketika itu ia tersesat di gerbong kereta dan tidur di bagasi barang. Dan saat ditemukan dan di bawa oleh kondektur menemui ibunya, ia mendapati ibunya sedang asyik mengobrol dengan seorang pria yang tak ia kenal dan ia pun akhirnya merasa cemburu karena belum lama ayahnya meninggal.
Ia tak ingin punya ayah yang baru karena ia amat mencintai ayahnya. Andi menyuruh ibunya agar berhenti ngobrol dengan lelaki itu dan menyuruhnya pergi. Lalu sesudah lelaki itu pergi, Andi bertengkar dengan ibunya sehingga ibunya kesal dan akhirnya pergi untuk pindah gerbong. Ketika ibunya telah pergi, lelaki yang semenjak tadi mengobrol dengan ibunya datang kembali dan menanyakan tentang keberadaan ibunya. Adi menjawab dengan nada ketus “Mau apa kamu mencari-cari ibuku! Lagi pula apa urusanmu menanyakan di mana ia berada, toh kamu kan bukan ayahku!”
“Aku merasa bersalah dengan perbuatanku terhadap lelaki itu dan ingin rasanya aku memohon maaf atas sikap kasarku dulu kepadanya.”, Andi menutup ceritanya.
“Lalu dimana ibumu saat ini?”, tanyaku.
“Ibuku pindah gerbong dan ternyata ia pindah ke gerbong belakang. Beberapa saat setelah aku tertidur aku merasa aneh dan beranjak dari tempat dudukku. Tiba-tiba terjadi tabrakan antara kereta yang kutumpangi dengan kereta lain. Saat itu aku berada di gerbong tiga dan selamat sedangkan ibuku rupanya tewas karena ia pindah ke gerbong belakang yang hancur akibat tabrakan itu. Aku amat menyesal seandainya saja aku membiarkan ibuku tetap mengobrol dengan pria itu mungkin ibuku tak akan pindah gerbong dan menyusul ayahku ke alam baka.”, Andi menjelaskan panjang lebar untuk kesekian kalinya.
“Oh, aku turut bersedih atas pengalamanmu yang amat menyedihkan.”, ujarku bersimpati. Dalam hati aku berfikir mungkinkah aku melenggang ke masa lalu selama aku tertidur, ataukah mimpi itu hanya kebetulan saja.
“Hmm…boleh aku tanya sesuatu?”, tanyaku.
“Oh ya, silahkan.”, jawab Andi.
“Hmm…aku ingin tahu, saat kau terbangun….sebelum kecelakaan itu..kau tahu dimana pria yang duduk dihadapanmu?”, tanyaku lagi.
“Kurasa ia pergi ke gerbong lain saat aku tertidur, yang jelas aku tidak menemukannya saat aku terbangun.”
Seribu satu tanda tanya mulai memusar di dadaku. Apakah benar pria yang ada di masa lalu itu adalah aku? Sesaat aku masih ingat senyuman nyonya yang tadi duduk di bangku nomor 13 dan mengobrol denganku sambil menunggu anaknya ditemukan hatiku mulai gundah, tak mungkin ini suatu kebetulan…tapi bagaimana bisa?