Mohon tunggu...
Taufik Mahlan
Taufik Mahlan Mohon Tunggu... profesional -

64 th.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hakim Sarpin Tidak Disuap, Haji Lulung Tidak Mengerti

20 Maret 2015   11:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:23 1001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hakim Sarpin dulu.

Semula saya yakin Hakim Sarpin disuap oleh tim BG. Lalu saya membaca features mengenai Hakim Sarpin, gaya hidupnya, sikapnya sehari-hari, religiositasnya, kegemarannya nge-band sebagai rocker, citranya sedikit membaik di mata saya. Saya pikir besar kemungkinan dia memang melaksanakan kewajibannya sebagai wakil tuhan dalam memutus perkara. Hakim Sarpin melakukan ijtihad hukum memperluas cakupan obyek praperadilan, sekalipun banyak yang bilang ijtihad hukum itu tidak ada, karena dapat membuat hukum menjadi karet, ditarik kesana kemari sesuai pesanan.

Lalu ada teman yang aktifis anti korupsi dan pembela KPK mengajukan hipotesa sbb.: Hakim Sarpin memang tidak perlu disuap. Tapi ditekan oleh polisi, diancam akan di-BW-kan kalau tidak memenangkan BG. Menurut catatan teman saya ini, ada beberapa catatan negatif mengenai Hakim Sarpin sepanjang karirnya yang bisa dimanfaatkan polisi sebagai penekan. Maka diluluskanlah permintaan polisi untuk memenangkan BG dalam praperadilan.

Sekarang Haji Lulung.

Untuk bisa sampai kepada  kondisinya sekarang (bisa bawa Lamborghini ke kantor DPR), Haji Lulung pastilah cukup cerdas dan memiliki karisma di lingkungannya (lingkungan usaha maupun masyarakatnya). Hanya saja cerdas tidak identik dengan intelek, tidak pula sama dengan paham dan menganut etika yang semestinya.

Perseteruannya dengan Gubernur DKI Jakarta adalah akibat perbedaan pandangan mengenai subyek yang sama: RAPBD.

Gubernur merasa hasil pembahasan sudah langsung masuk ke e-budgeting.

DPRD merasa Gubernur harus menggunakan RAPBD yang dikirim oleh DPRD ke Gubernur dalam bentuk hardcopy. Isi dokumen ini diklaim sebagai hasil pembahasan, padahal sudah diubah isinya, sehinngga berbeda dengan catatan softcopy dalam e-budgeting. nDilalah Gubernur menemukan perubahan di dalamnya, dan marah.

Haji Lulung tidak tahu masalah ini. Apa itu UPS  saja dia tidak tahu. Dan dia tidak perduli. Yang penting, menurut keyakinannya, Gubernur mengirimkan dokumen yang bukan hasil pembahasan.

Menurut Gubernur, dokumen yang diterimanya dari DPRD pun bukan hasil pembahasan, karena hasil pembahasan sudah terekam dalam sistem e-budgeting. Gubernur mengirimkan dokumen hasil pembahasan yang belum diubah oleh DPRD.

Pada dasarnya pada Haji Lulung ada antipati kepada Gubernur Basuki karena berbagai soal. Antara lain masalah penertiban Tanah Abang.

Yang dipegang Haji Lulung dan kawan-kawan adalah fakta bahwa Gubernur tidak mengirimkan dokumen RAPBD yang berasal dari DPRD kepada Kementrian Dalam Negeri, dan itu berarti pemalsuan dokumen. Substansi manipulasi angka yang ditemukan Gubernur pada dokumen tersebut bukan masalah Haji Lulung. Bukan masalah DPRD. Pokoknya, ada pemalsuan dokumen. Tersinggung. Lagipula Gubernur Basuki menggunakan standar tatakrama yang  berbeda.

Capek lah............


Cuplikan TAP MPR Nomor VI/MPR/2001


2. Etika Politik dan Pemerintahan

Etika Politik dan Pemerintahan dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa bertanggungjawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa. Etika pemerintahan mengamanatkan agar penyelenggara negara memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik, siap mundur apabila merasa dirinya telah melanggar kaidah dan sistem nilai ataupun dianggap tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa, dan negara.

Masalah potensial yang dapat menimbulkan permusuhan dan pertentangan diselesaikan secara musyawarah dengan penuh kearifan dan kebijaksanaan sesuai dengan nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya, dengan tetap menjunjung tinggi perbedaan sebagai sesuatu yang manusiawi dan alamiah.

Etika Politik dan Pemerintahan diharapkan mampu menciptakan suasana harmonis antarpelaku dan antarkekuatan sosial politik serta antarkelompok kepentingan lainnya untuk mencapai sebesar-besar kemajuan bangsa dan negara dengan mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi dan golongan.

Etika Politik dan Pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat dan elit politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap mundur dari jabatan Politik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.


Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun