Mohon tunggu...
Triyono Abdul Gani
Triyono Abdul Gani Mohon Tunggu... Bankir - Direktur Eksekutif Otoritas Jasa Keuangan

Deadly combination dari Jawa dan Sunda

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Bijaklah dalam Menggunakan Chat GPT dan Sejenisnya

25 Desember 2024   09:55 Diperbarui: 25 Desember 2024   09:55 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini dibuat bukan dalam rangka kampanye positif ataupun negative tentang Chat GPT. Alasan utamanya adalah karena adanya rasa prihatin akibat trend penggunaan asisten pribadi berbasis kecerdasan buatan (Artificial Intelligence). Untuk menyingkat penyebutan, maka kita istilahkan dengan AI. Sebagai barang baru, tentu saja AI ini cukup banyak dikenal dan digandrungi oleh berbagai kalangan, apalagi AI saat ini semakin hari semakin canggih. Oleh karena itu, sangat wajar apabila masih banyak salah konsepsi mengenai cara memahami dan penggunaan yang baik dari AI ini.

Penggunaan kata Chat GPT pada judul juga tidak berarti hanya merek tersebut, tapi merupakan peminjaman istilah saja. Maksud penulis adalah AI berbasis pangkalan data secara umum, tidak hanya Chat GPT, tetapi juga yang lainnya misalnya Oracle, Dall-e, Bard, Gemini, Meta.AI dan sebagainya.

Sudah banyak pihak yang mengungkapkan keprihatinan terhadap penggunaan AI yang tidak bijak. Mereka yang prihatin seperti para ahli IT, pendidik, Boss di kantor, orang tua dan masih banyak lagi. Keprihatinan mereka berbeda-beda. Yang paling menggemparkan adalah ketika Noam Chomsky mengatakan bahwa Chat GPT adalah "plagiarism berteknologi tinggi". Selain itu, mengamati bahwa hasil keluaran dari Chat GPT ini begitu baik, maka mulai timbul peng-kultus-an Chat GPT oleh sebagian orang bahkan Chat GPT itu dianggap bisa menyelesaikan semua persoalan dengan baik.

Peng-kultus-an ini berlanjut hingga hal-hal yang sangat sensitif. Bahkan di media sosial beredar diskusi tentang keagamaan, yang sudah barang tentu mengandung unsur SARA, dengan menggunakan Chat GPT. Sudah pasti hasil kesimpulan Chat GPT mengandung unsur SARA yang disebarkan melalui media sosial menjadikan keresahan dan menuai pro dan kontra yang tidak ada habisnya.

Ada hal lain yang tidak kalah konyolnya yaitu apabila ada lembaga pemerintahan yang akan menggunakan Chat GPT sebagai mesin utama dalam dialog interaktif terkait kebijakan pemerintah dan perlindungan konsumen. Alih-alih melakukan investasi yang cukup untuk membangun kecerdasan buatan sendiri, malah dengan bangga akan mengadopsi Chat GPT begitu saja dengan alasan investasinya lebih murah.

Apakah memang layak sebuah AI ini di-kultus-kan? Marilah kita lakukan sedikit kajian dan telaahan yang tentu saja bukan merupakan tulisan ilmiah, namun hanya kajian singkat yang sudah cukup menggambarkan dan menjawab fenomena yang terjadi. Diantara berbagai alasan, hal utama yang perlu mendapat perhatian dalam penggunaan AI ini adalah adanya yang disebut sebagai "bias algoritma". Keberadaan bias algoritma ini tentu akan mendorong permasalahan selanjutnya yaitu kesalahan dalam menarik kesimpulan. Selanjutnya akan dijelaskan lebih lanjut mengenai hal ini.

Sejarah Singkat Asisten Virtual Berbasis Data

Asisten virtual bekerja dengan menggunakan Natural Language Processing (NLP) yang memungkinkan manusia berinteraksi langsung dengan computer (antar muka). NLP pertama kali diperkenalkan pada tahun 1966 oleh Joseph Weizenbaum yang diberi nama Eliza. Pada tahap awal perkembangannya, Eliza ini sangat sederhana tidak secanggih yang ada saat ini. Eliza tidak mampu memahami konteks percakapan, keterbatasan logika, keterbatasan pemahaman bahasa dan lain-lain. Eliza hanya mencocokkan kata kunci tertentu.

 Sejak awal tahun 2000-an, NLP kemudian diperkuat dengan Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence -- AI). Proyek AI pertama yang berbasis data diperkenalkan dengan nama Microsoft Clippy. AI ini memungkinkan asisten virtual bisa memahami konteks suatu kalimat baik secara tekstual maupun kontekstual serta melakukan tugas yang lebih multi-tasking. AI berbasis data semakin kuat dengan machine learning. Dengan basis data yang kuat dan berjumlah sangat banyak, tentu akan menghasilkan model pembelajaran yang lebih baik.

Asisten Virtual berbasis AI yang sangat canggih diperkenalkan oleh Apple dengan nama Siri (2011), Amazon dengan nama Alexa (2014), dan Google Assitant (2016). AI sangat membantu penjualan perangkat canggih seperti smartphone ataupun perangkat lainnya. Seiring dengan semakin modern-nya NLP, munculah berbagai versi termasuk arsitektur pembelajaran bernama Transformer yang diperkenalkan oleh Tim Google Brain pada tahun 2017.

Arsitektur model transformer ini kemudian banyak digunakan oleh beberapa AI masa kini yang canggih. Large language Model (LLM) digunakan oleh Meta.AI dan Google Gemini. Open.AI mengembangkannya menjadi Generative Pre-trained Transformer (GPT). Bahkan utuk Chat GPT saat ini sudah memasuki generasi keempat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun