Mohon tunggu...
Triyono Abdul Gani
Triyono Abdul Gani Mohon Tunggu... Bankir - Direktur Eksekutif Otoritas Jasa Keuangan

Deadly combination dari Jawa dan Sunda

Selanjutnya

Tutup

Financial

Mengembalikan Marwah Pinjaman Online

10 September 2024   10:34 Diperbarui: 10 September 2024   12:04 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Data Kemenkop UKM dan BPS

Akhir-akhir ini semakin santer kutukan masyarakat terhadap pinjaman online (biasa disebut sebagai "pinjol"). Bahkan keburukan pinjol ini seolah-olah disejajarkan dengan judi online. Sama sekali tidak mendapatkan penilaian yang positif dan hanya distigmakan sebagai sebuah keburukan dan virus yang bisa menghancurkan masyarakat.

Terlebih lagi terkuak sebuah temuan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, bahwa salah satu BUMN ternyata dikatakan "terjerat" oleh pinjol. Menurut berita di media massa, PT Indofarma (Tbk) telah menarik dana pinjol sebesar Rp 1,26 miliar pada tahun 2022. Hal ini juga telah dikonfirmasi oleh pimpinan perusahaan tersebut.

Kondisi seperti ini memang bukan tanpa asalan. Banyak cerita terkait korban pinjol yang bahkan sampai bunuh diri, selain beberapa kasus penyalahgunaan dan tata kelola yang kurang baik dari penyelenggara pinjol resmi. Kasus pinjol ilegal adalah faktor yang paling memberatkan dan memberikan citra buruk terhadap pinjol secara umum.

Pinjol ilegal adalah entitas yang tidak memiliki izin resmi dan tidak menjadi obyek pengawasan otoritas manapun, selain masuk delik pidana sesuai dengan perundangan yang ada. Mereka kerap melakukan tindakan yang tidak etis mulai dari pemasaran produk, penyalahgunaan data, penagihan dan pembebanan bunga yang fantastis.

Namun apakah benar sepenuhnya bahwa pinjol ini harus diperangi dan dimusnahkan? Apakah memang tidak ada manfaat dari pinjol ini bagi masyarakat? Untuk menjawab beberapa pertanyaan ini, diperlukan adanya pemahaman yang baik mengenai filosofi dan sejarah adanya pinjol di Indonesia.

Timbulnya konsep Peer to Peer Lending

Sebetulnya kata pinjol itu memiliki makna yang netral. Pinjol adalah nama lain dari Peer to Peer Lending atau biasa diterjemahkan dalam aturan OJK sebagai Layanan Pendaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI). Kenetralan ini bahkan ditunjukkan dengan pernyataan Menko PMK yang mendukung pembayaran UKT melalui pinjol dan sudah ada 83 perguruan tinggi yang sudah bekerja sama dengan pinjol dalam pembayaran UKT.

Menurut buku Ekosistem Fintech di Indonesia yang ditulis oleh Prof. Ilya Avianty dan Triyono, pinjol merupakan bentuk fintech yang pertama kali muncul di Inggris pada tahun 2005. Perusahaan pinjol ini bernama Zopa. Zopa menawarkan pengalaman terbaik bagi konsumen berupa layanan keuangan dengan memberi akses yang mudah dengan imbal hasil investasi yang menjanjikan. Setelah itu timbul fintech lain bernama Funding Circle yang mampu menyalurkan lebih dari 40.000 dana pinjaman. Sejak saat itu, konsep ini banyak ditiru dan dipraktekkan di negara lainnya.

Latar belakang timbulkan konsep pinjol ini adalah adanya gugatan terhadap karakteristik bisnis intermediasi keuangan yang dianggap mahal dan kurang transparan. Sebagai investor yang merdeka, mereka ingin bebas menentukan kepada siapa investasi dilakukan dengan imbal hasil yang disepakati. Dengan teknologi internet yang mumpuni didukung oleh ekosistem fintech yang lengkap, maka bisnis pinjam meminjam berbasis platform ini cukup diterima oleh pasar.

Sejarah perkembangan pinjol yang cukup menarik untuk disimak adalah krisis pinjol di China. Sebagaimana di negara lainnya, pinjol sangat berkembang pesat di China dari tahun 2007 hingga tahun 2020-an (Gu, Gui dan Huang, 2021). Dengan regim pengaturan yang cukup longgar, pertumbuhan ini kemudian tidak dapat ditata dengan baik dan menimbulkan beberapa kasus investasi yang macet, termasuk timbulnya fraud. Puncak perkembangan pinjol adalah tahun 2016/ 2017 yang kemudian menurun drastis. Otoritas China banyak menutup pinjol yang tidak baik. Tak ayal lagi, pinjol ilegal banyak menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia.

Dalam mempertahankan integritas pasar pinjol di Indonesia, menurut data dari CNBC Indonesia, Otoritas Jasa Keuagan (OJK) telah menutup sebanyak 9.888 entitas pinjol ilegal dalam kurun waktu 2017 hingga 31 Mei 2024. Melalui pendekatan yang cukup tegas dan operasi gabungan dari Satgas Waspada Investasi, penutupan pinjol ilegal ini cukup efektif walaupun masih tidak dapat dihilangkan seluruhnya. Hal ini terlihat dari jumlah pinjol yang ditutup di hingga Mei 2024 "hanya" berjumlah 654 unit usaha. Upaya ini perlu diintensifkan agar meningkatkan efektifitas pemberantasan pinjol ilegal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun