Mohon tunggu...
Zaid
Zaid Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

menulis adalah bekerja untuk keabadian...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Koalisi Tanpa Kursi, Mungkinkah?

13 Mei 2014   17:53 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:33 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Koalisi Tanpa Kursi, Mungkinkah?

Beberapa pekan ke depan wacana perpolitikan Indonesia akan mengerucut pada satu isu yaitu; koalisi. Walaupun sebenarnya isu ini telah mencuat selepas hitung cepat Pemilu Legislatif lalu. Berdasarkan hasil rekapituasi KPU, tidak ada satu pun partai yang memenuhi syarat minimal pengajuan calon presiden (capres) dan wakil presiden sendirian. Pemilu saat ini tidak ada juara bertahan yang memperoleh kenaikan suara secara signifikan.

PDIP yang digadang-gadang dengan Jokowi Effect-nya ternyata hanya mampu meraup 18,95% suara. Partai Golkar pun mengalami penurunan dan hanya mampu meraup 14,75% suara. Namun penurunan lebih tajam dialami oleh Partai Demokrat yang meraih 10,19%. Hanya Gerindra yang mampu menyodok hingga posisi tiga besar dengan 11,81%.

Sedangkan partai lain, walaupun beberapa mengalami peningkatan suara, tetap tak beranjak dari posisi partai tengah. Maka koalisi menjadi hal mutlak. Koalisi presidensial menjadi realitas politik yang tidak dapat dihindari.

Wacana yang berkembang akhir-akhir ini adalah “koalisi tanpa syarat” dan “tidak bagi-bagi kursi.” Wacana ini berkembang sebagai anti tesis dari koalisi yang selama ini terjadi yang cenderung mengarah soal bagi-bagi kekuasaan saja.

Mungkinkah koalisi terbentuk tanpa ‘jatah kursi?’ Secara idealita hal tersebut memang memungkinkan. Namun secara realita hal itu sangat kecil kemungkinan terjadi (untuk tidak menyebut ‘tidak mungkin’).

Pertama, setiap partai politik hari ini mempunyai ‘bargaining position’ yang cukup kuat. Saya kira tidak ada satu pun partai yang mau memposisikan diri dalam sub-ordinat partai lain. Dengan posisi yang egaliter seperti ini tidak akan mungkin tercipta koalisi yang bertipikal otoriter dengan hubungan hirarkis.

Kedua, konsep kerja sama adalah pembagian tugas dan kewenangan. Kerja sama bukanlah satu pekerjaan dikeroyok tapi ada pembagian yang jelas agar kinerja menjadi lebih efektif dan efisien. Maka dalam koalisi, setiap partai akan memberikan sumbangsih pemenangan capres yang diusung dan tentu saja mengharap ada imbalan. Istilah ‘tidak ada makan siang gratis’ akan selalu ada dalam politik.

Ketiga, wacana koalisi tanpa jatah kursi adalah wacana yang dibuat untuk menarik simpati rakyat. Seperti jamak diketahui bahwa rakyat melihat koalisi pemerintahan berjalan tidak efektif dan tidak berimbas besar pada peningkatan kesejahteraan. Rakyat memandang bahwa koalisi hanya ajang ‘bagi-bagi kue’ antar partai saja, bukan merupakan langkah kerja sama yang kompak.

Koalisi platform

Koalisi harus dilakukan dengan disain dan platform yang mapan dan jelas sebelum proses pemenangan pilpres. Disain yang jelas akan membuat koalisi lebih efektif dan mengikat. Kontrak platform pembangunan harus disepakati terlebih dahulu sebelum menentukan pilihan koalisi. Tiap partai tidak hanya asal memperhitungkan perolehan suara dan potensi kemenangan capres, tapi harus ada kesepakatan platform yang hendak dibangun dalam pemerintahan ke depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun