Mohon tunggu...
Triwidodo Djokorahardjo
Triwidodo Djokorahardjo Mohon Tunggu... lainnya -

Pemerhati kehidupan http://triwidodo.wordpress.com Pengajar Neo Interfaith Studies dari Program Online One Earth College of Higher Learning (http://www.oneearthcollege.com/id/ )

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengalahkan Keserakahan dan Arogansi, Kisah Devi Mahatmyam Menaklukkan Rakthabija Shumbha dan Nishumbha

10 April 2012   21:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:47 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_173854" align="alignnone" width="300" caption="Devi Mahatmyam bertarung melawan Shumbha dan Nishumbha"][/caption]

Cerita-cerita menarik dari Kisah Devi Mahatmyam sebenarnya menggambarkan nafsu hewani dalam diri manusia yang digambarkan sebagai raja-raja asura sakti yang mengalahkan para dewa, elemen alami dalam diri manusia. Dan, asura sakti tersebut bisa menguasai tiga dunia, nafsu hewani tersebut dapat menguasai diri manusia pada masa kini, masa lalu dan masa yang akan datang. Akan tetapi kesadaran tidak pernah kalah, pada waktu sang manusia sadar bahwa ada kekuatan yang tak terbatas, dan manusia mohon pertolonganNya, maka Dia akan membantu manusia menaklukkan nafsu-nafsu hewani tersebut.

Shumbha dan Nishumbha adalah Raja Kembar Asura putra Resi Kasyapa dan Dhanu. Raktabija adalah salah seorang panglima dari Raja Kembar Shumbha Nishumba yang berkat tapanya yang luar biasa mendapatkan anugerah kesaktian dari Brahma, sehingga setiap tetes darahnya yang jatuh di bumi akan menjadi kloning dari wujudnya. Semua makhluk takut kepadanya, karena setiap dia dilukai musuhnya, tetesan-tetesan darahnya akan menjadi wujud-wujud Raktabija yang banyak, sehingga musuh-musuhnya dibuat kewalahan. Shumba dan Nishumbha juga mendapatkan anugerah dari  Brahma bahwa mereka tidak dapat mati kecuali oleh perempuan perkasa yang lebih kuat dari mereka. Mereka yakin adalah mustahil bila ada perempuan yang lebih kuat dari diri mereka. Chanda dan Munda adalah bekas panglima Mahishasura yang kala Mahishasura ditaklukkan Durga melarikan diri dan mengabdi kepada Shumba dan Nishumbha. Dengan kesaktian Shumbha dan Nishumbha beserta para panglimanya, para asura dapat mengalahkan Indra, Surya, Chandra, Kubhera dan Yama. Mereka kemudian minta para resi untuk melakukan persembahan kepada mereka. Para dewa kemudian datang kepada Trimurti, Brahma, Vishnu dan Shiva melaporkan kekalahan mereka menghadapi Shumbha, Nishumbha dan anak-anak buahnya. Para dewa kemudian diminta menemui Parvati yang sedang bertapa di Pegunungan Himalaya.

Para dewa kemudian datang kepada Parvati sebagai salah satu wujud Bunda Ilahi. Parvati tengah melakukan tapa dan menghilangkan kulit tubuhnya yang hitam sehingga menjadi putih sehingga disebut Gauri. Karena Gauri keluar dari lapisan fisik Parvati maka juga sering disebut Koushiki (Kousha – lapisan/kulit). Para dewa menyampaikan bahwa mereka telah dikalahkan oleh Raja Asura Shumba dan Nishumba yang kini menguasai tiga dunia dengan sewenang-wenang. Sang Dewi menyanggupi untuk menaklukkan Shumba dan Nishumbha dan meminta para dewa sabar menunggu....... Chanda dan Munda bekas panglima Mahishasura yang telah menjadi panglima Shumbha Nishumba mengintip para dewa yang menghadap seorang dewi yang sangat cantik. Melihat kecantikan Sang Dewi mereka pergi menghadap raja mereka. Mendengar laporan Chanda dan Munda, Shumbha, sang raja tiga dunia, penakluk semua dewa, kemudian mengirim Asura Sugriva sebagai utusan untuk melamar Sang Dewi.

Sang Dewi berkata kepada Sugriva bahwa dia telah bersumpah bahwa hanya orang yang telah mengalahkannya dalam pertarunganyang akan menjadi suaminya. Bila Shumba ingin menyuntingnya silakan datang dan bertarung dengannya. Sugriva berkata, bahwa semua dewa takluk kepada sang raja yang sekarang menjadi penguasa tiga dunia, mengapa seorang wanita cantik berani menantangnya berkelahi. Sang Dewi berkata, bahwa demikianlah sumpahnya dan itu yang akan dilakukannya. Silakan Shumba atau Nishumba datang dan berkelahi dengannya. Mendengar ucapan Sang Dewi, Sugriva tersinggung dan segera menyampaikan ucapan Sang Dewi kepada sang raja. Atas permintaan Sang Dewi yang tidak masuk akal, Shumba menjadi murka. Shumba kemudian memerintahkan Panglima Dhoomralochana membawa 60.000 tentara asura untuk menangkap Sang Dewi dengan paksa. Bila ada dewa/ksatria yang melindunginya agar dibunuh saja.

Sang panglima datang dan meminta Sang Dewi menuruti perintahnya untuk menghadap Shumbha. Akan tetapi Sang dDwi menolaknya. Sang panglima kemudian berusaha memegang Sang Dewi, namun hanya dengan suara “hum” sang panglima sudah menjadi abu. Pasukan sang panglima segera menyerang sang dewi tetapi Singa Sang Dewi segera menyerang dan hancurlah seluruh pasukan Dhoomralochana. Mendengar panglima Dhoomralochana beserta pasukannya dihancurkan sang dewi, maka sang raja memerintahkan  Chanda dan Munda untuk membawa pasukan yang jauh lebih besar untuk menangkap Sang Dewi dan membunuh singanya. Sang Dewi sangat marah mendengar kedatangan Chanda dan Munda dengan pasukan yang jauh lebih besar. Wajahnya yang cantik menjadi menghitam dan dari dahinya keluar Dewi Kali yang bersenjatakan pedang dan tali. Dewi Kali mengenakan kalung tengkorak manusia dan berbaju kulit harimau. Sang Kali kemudian menelan gajah beserta pengendaranya. Selanjutnya kereta beserta kusirnya pun dilahapnya. Dan gegerlah seluruh pasukan Chanda dan Munda. Chanda maju menyerang dan Sang Kali mengeluarkan suara “ham” dan terpenggallah kepala Chanda. Munda yang membantu maju juga dengan gampang dibunuhnya. Seluruh pasukan asura menjadi kocar kacir dan melarikan diri. Kali kemudian membawa kepala Chanda dan Munda kehadapan Gauri yang juga sering disebut sebagai Chandika. Kali melambangkan Kala yang menelan siapa saja. Chandika berkata, “Wahai Kali karena kau telah membunuh Chanda dan Munda maka kau akan dikenal sebagai Chamunda.”

[caption id="attachment_173855" align="alignnone" width="300" caption="Shakti para dewa membantu Devi Mahatmyam melawan pasukan asura"]

1334089976118937311
1334089976118937311
[/caption]

Mendengar Chanda dan Munda dibunuh Sang Dewi, raja Shumba sangat murka dan mengajak seluruh pasukannya untuk melawan Sang Dewi. Sang Dewi bersiap-siap lengkap dengan seluruh shaktinya para dewa, Indriyani adalah shaktinya Indra, Vaishnavi adalah shaktinya Vishnu, Varahi adalah shaktinya Varaha. Mahesvari adalah saktinya Mahesvara, Kumari adalah shaktinya Kumara, Brahmani adalah shaktinya Brahma. Shakti para dewa datang bersama pasukan mereka bersiap-siap melawan pasukan Shumbha Nishumbha. Panglima Rakthabija maju ke depan dan mengamuk menghancurkan pasukan para shakti. Setiap tetes darah yang keluar dari tubuhnya begitu sampai di bumi langsung berubah menjadi kloning Rakthabija dan menyerang lebih ganas. Indriyani memukulnya dengan vajra tetapi darah yang menetes berubah menjadi Rakthabija baru. Vaishnavi memotong tubuhnya dengan chakra, tetapi justru muncul ribuan Rakthabija dari darahnya. Kumari dengan tombaknya, Varahi dengan tombaknya dan Mahesvari dengan trisulanya membantu tetapi Rakthabija menjadi semakin banyak. Para asura yang jumlahnya ribuan mulai mengisi alam semesta dan para dewa sangat khawatir. Dewi Chandika segera berkata kepada kali, “Wahai Chamunda, buatlah wajah Anda sangat luas!” Sang Dewi kemudian memukul Rakthabija dengan gada dan darah yang tetes ditelan oleh Kali. Kemudian seluruh kloning Rakthabija juga ditelan oleh Kali. Akhirnya Rakthabija mati dan tidak dapat tumbuh lagi.

Seluruh dewa dan dewi kemudian berkata, “Wahai dewi yang bersemayam pada diri semua orang, sebagai intelegensia yang memberikan keselamatan dan kebahagiaan. Salam dari kami wahai Narayani (kekuatan bawaan di belakang para dewa, atau kekuatan dibalik Narayana).”

“Sarva mangala mangalye, Shive sarvartha sadhake, Saranye triambike Gauri, Narayani namosthuthe.” Oh Dewi yang memberi semua kebaikan, yang damai, yang memberi semua kekayaan, yang handal, yang memiliki tiga mata, dan yang berwarna keemasan, kami memberi salam kepada Anda, Narayani!”

[caption id="attachment_173856" align="alignnone" width="300" caption="Devi Mahatmyam bertarung dengan Rakthabija"]

1334090104351546235
1334090104351546235
[/caption]

Shumbha dan Nishumbha sangat murka dan menyerang Sang Dewi dengan ribuan anak panah yang semuanya dijatuhkan Sang Dewi. Nishumbha kemudian memukul Singa Sang Dewi dengan perisainya. Sang Dewi kemudian memecahkan perisainya dan memukul Nishumbha dengan tombaknya. Melihat Nishumbha jatuh Shumbha sangat marah dan tangannya berubah menjadi delapan tangan raksasa yang semuanya memegang senjata mengurung Sang Dewi. Sang Dewi menggerakkan tubuhnya dan seluruh perhiasannya bersuara bergemuruh dan tertawa sangat mengerikan. Kemudian Shumbha dipukul dengan tombak sehingga jatuh. Saat Shumba jatuh, Nishumba siuman dan membuat dirinya mempunyai sepuluh ribu tangan yang semuanya memegang roda. Sang Dewi menghancurkan sepuluh ribu roda dan kemudian melemparkan tombaknya merobek dada Nishumbha. Saat jiwa Nishumbha berteriak minta berhenti Sang Dewi tertawa dan memenggal kepala Nishumbha dan Shumbha. Seluruh pasukan Shumbha dan Nishumbha dihancurkan oleh  shaktinya para dewa.

Shumba dan Nishumbha mewakili keserakahan dan arogansi. Rakthabija adalah nafsu yang tak pernah habis dan bahkan selalu meningkat. Dalam kisah Devi Mahatmyam, semua asura yang dikalahkan Sang Dewi adalah asura-asura perkasa yang mewakili sisi gelap dari diri kita. Keinginan, amarah, keserakahan, keterikatan dan keangkuhan adalah sisi gelap kita. Gelap karena kesadaran telah tertutup oleh nafsu pancaindra dan keinginan dari pikiran kita. Kita perlu merenungkan nasehat-nasehat Bapak Anand Krishna dalam beberapa bukunya........

Pada buku “Masnawi Buku Kedua Bersama Jalaluddin Rumi Memasuki Pintu Gerbang Kebenaran”, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2000 disampaikan........ Renungkan sebentar: Kesalahan-kesalahan yang kita buat mungkin itu-itu juga. Lagi-lagi kita jatuh di dalam lubang yang sama. Dalam hal membuat kesalahan pun rasanya manusia sangat tidak kreatif. Karena, sesungguhnya tidak banyak kesalahan yang dapat anda buat. Pendorongnya, pemicunya pun tidak terlalu banyak. Keinginan, amarah, keserakahan, keterikatan dan keangkuhan ya Panca-Provokator-itulah yang mendorong kita untuk berbuat salah. Yang kita sebut nabi, atau avatar, atau mesias, atau buddha telah menguasai kelima-limanya. Kita belum. Menguasai kelima-limanya tidak berarti tidak pernah berkeinginan atau marah. Mereka pun masih punya keinginan-setidaknya untuk berbagi kesadaran dengan kita. Mereka pun bisa marah kalau kita tidak sadar-sadar juga, padahal sudah berulang kali kupingnya dijewer. Keserakahan dan keterikatan mereka malah menjadi berkah bagi kita semua. Sampai mereka harus menurunkan kesadaran diri untuk menyapa kita, untuk membimbing kita, untuk menuntun kita. Kenapa? Karena mereka ingin memeluk kita semua. Keserakahan kita sebatas mengejar harta dan tahta; keserakahan mereka tak terbatas. Mereka mengejar alam semesta dengan segala isinya. Mereka ingin memeluk dunia, karena "tali persaudaraan ", karena "ikatan-persahabatan" yang mereka ciptakan sendiri. Keangkuhan dalam diri mereka merupakan manifestasi Kesadaran Diri. Ketika Muhammad menyatakan dirinya sebagai Nabi, dia tidak angkuh. Ketika Yesus menyatakan dirinya sebagai Putra Allah, dia pun sesungguhnya tidak angkuh. Ketika Siddhartha menyatakan bahwa dirinya Buddha, sudah terjaga, dia pun tidak angkuh. Ketika Krishna mengatakan bahwa dirinya adalah "Manifestasi Dia yang Tak Pernah Bermanifestasi, dia pun tidak angkuh. Keakuan kita lain – Ke-"Aku"-an mereka lain. Yang tidak menyadarinya akan membatui Muhammad, akan menyalibkan Yesus, akan meracuni Siddhartha, akan mencaci-maki Krishna.........

Dalam buku “Bhaja Govindam Nyanyian Kebijaksanaan Sang Mahaguru Shankara, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2004 disampaikan....... Jangan kira sekali terjinakkan hewan di dalam diri menjadi jinak untuk selamanya. Tidak demikian. Hewan-hewan buas nafsu, keserakahan, kebencian, kemunafikan, dan lain sebagainya—termasuk majikan mereka yaitu gugusan pikiran yang kita sebut mind—membutuhkan pengawasan ketat sepanjang hari, sepanjang malam... sepanjang tahun..sepanjang hidup..........

Dalam buku “Masnawi Buku Keempat, Bersama Jalaluddin Rumi Mabuk Kasih Allah”, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2001 disampaikan........ Api keinginan, api keterikatan, api keserakahan, api ketidaktahuan, api ketidaksadaran entah berapa “jenis" api yang tersimpan di dalam diri manusia. Atau mungkin semuanya itu hanyalah ekspresi dari satu jenis api yaitu api ke-"aku"-an. Ego manusia. Nabi Ibrahim membiarkan ke-"aku"-annya terbakar habis oleh api itu sendiri. Dia berhasil menaklukkan egonya, sehingga atas perintah Allah dia bersedia mengorbankan anaknya. Dalam kisah ini, anak mewakili "keterikatan". Dan ketika Ibrahim berhasil membebaskan diri dari keterikatan itu, dia menjadi manusia api. Siapa pun yang mendekatinya akan terbakar. Demikianlah para nabi, para wali, para pir, para mursyid, para avatar, para buddha, para mesias, para guru, para master. Bersahabatlah dengan mereka, sehingga anda pun terbebaskan dari keterikatan........

Dalam buku “Bhagavad Gita Bagi Orang Modern, Menyelami Misteri Kehidupan”, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama  2002 disampaikan........ Apabila Anda menjadikan Krishna sais Kereta Kehidupan Anda, Anda tidak akan pernah mengalami kegagalan. Saat ini, kita menempatkan Nafsu Berahi, Keserakahan, Keangkuhan, dan lain sebagainya, pada posisi sais. Itu sebabnya kita mengalami kegagalan, kekalahan. Apabila Anda menempatkan Akal Sehat dan Pikiran Jernih pada posisi sais, hidup Anda akan berubah menjadi suatu lagu yang indah. Anda akan menikmatinyadan mereka yang mendengar pun akan ikut menikmatinya. Hidup Anda dapat menjadi suatu Perayaan.....

Salah satu program e-learning dari One Earth College (http://www.oneearthcollege.com/) adalah Neo Interfaith  Studies (http://interfaith.oneearthcollege.com/) yang mempunyai tujuan agar para peserta program dapat memberikan apresiasi terhadap keyakinan yang berbeda. Kemudian ada program Ancient  Indonesian History And Culture (http://history.oneearthcollege.com/) agar para peserta program dapat mengetahui dan menghargai sejarah awal Kepulauan Nusantara. Dan ada lagi program Neo Transpersonal Psychology (http://stponline.oneearthcollege.com/) yang membahas tentang peningkatan kesadaran dari keadaan personal, ego-based menuju keadaan transpersonal, integensia-based sehingga kita dapat bekerja tanpa pamrih pribadi.

Situs artikel terkait

http://www.oneearthmedia.org/ind/

http://triwidodo.com

http://triwidodo.wordpress.com

http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo

http://www.kompasiana.com/triwidodo

http://blog.oneearthcollege.com/

April 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun