Mohon tunggu...
Triwidodo Djokorahardjo
Triwidodo Djokorahardjo Mohon Tunggu... lainnya -

Pemerhati kehidupan http://triwidodo.wordpress.com Pengajar Neo Interfaith Studies dari Program Online One Earth College of Higher Learning (http://www.oneearthcollege.com/id/ )

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Renungan Bhagavatam: Pemberian Nama Rama, Krishna Dan Kisah Masa Lalu Nanda, Yashoda Dan Rohini

7 Agustus 2011   20:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:00 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada suatu hari Muni Garga datang ke rumah Nanda di Gokula. Muni Garga adalah seorang suci dari Dinasti Yadu. Nanda merasa sangat terhormat karena seorang Muni jarang sekali mendatangi rumah seorang Ghrihasta seperti Nanda. Karena pada umumnya seorang Ghrihasta, perumahtangga biasanya lebih mementingkan urusan keluarga daripada urusan ruhani. Pada kesempatan yang baik tersebut Nanda menyampaikan permohonan agar sang Muni memberikan nama kepada dua bayi yang ada di rumah Nanda. Muni Garga menyampaikan bahwa dia ke tempat Nanda guna memenuhi keinginan Vasudeva yang minta kepadanya untuk meramalkan kehidupan dua bayi yang ada di rumah Nanda berdasarkan ilmu astrologi. Muni Garga adalah seorang yang menguasai ilmu astrologi seperti pengaruh matahari, bulan dan bintang-bintang lainnya terhadap kelahiran seseorang. Sang Muni mengabulkan pemberian nama kepada kedua anak bayi, akan tetapi hal tersebut dilakukan secara rahasia dan tidak memakai perayaan ritual seperti biasanya. Perayaan ritual akan menarik perhatian mata-mata Kamsa yang telah mencurigai bahwa anak Vasudeva dan Devaki tinggal di daerah Gokula. Nanda sepakat dengan nasehat Sang Muni dan menyampaikan bahwa sudah ada tiga Asura: Putana, Sakatasura dan Trinavarta yang berkeliaran di Gokula dan mengalami kematian yang misterius. Ada sebuah buku yang pantas dipahami dan menjadi buku referensi yang baik dalam perpustakaan keluarga yaitu buku "Spiritual Astrology, The Ancient Art of Self Empowerment, Bhakti Seva, Terjemahan Bebas, Re-editing , dan Catatan Oleh  Anand Krishna", Gramedia Pustaka Utama, 2010. Dalam buku tersebut disampaikan......... Ilmu Astrologi yang berkembang di wilayah peradaban Sindhu atau Hindia tidaklah berdasarkan takhayul. Tapi, berdasarkan pengetahuan para ahli mereka tentang ruang angkasa, sebagai hasil penelitian selama ribuan tahun. Dari penelitian-penelitian ilmiah itu pula mereka dapat menyimpulkan bila kehidupan di bumi sangat terpengaruh oleh keadaan di ruang angkasa. Konstelasi perbintangan saat kelahiran tidak hanya menentukan sifat dasar manusia, tetapi juga memengaruhinya sepanjang hidup......... (Catatan: "Sifat dasar" di sini tidak berarti harga mati. Ia ibarat kain blacu yang biasa digunakan untuk batik tulis. Kita memang tidak bisa mengubah tenunan kain itu. Tapi, dengan mengetahui sifat kain, kita bisa menentukan bahan celup, dan tulis yang sesuai. Kita juga bisa menentukan corak sesuai dengan selera kita. Pada akhirnya, harga kain itu bisa meningkat beberapa kali lipat karena tambahan-tambahan" yang kita lakukan-a.k). Lewat buku ini, saya hendak menyampaikan bahwa pengetahuan tentang sifat dasar membantu kita untuk melakukan sesuatu yang menguntungkan dan menghindari apa yang tidak menguntungkan. Silakan mempelajari pengaruh konstelasi perbintangan terhadap rasi Anda. Pelajari pula kekuatan-kekuatan alam yang siap mendukung Anda, dan membantu dalam hal pengembangan diri. Gunakan kekuatan-kekuatan itu untuk meraih keberhasilan. Di saat yang sama, pelajari pula kelemahan-kelemahan, dan kekurangan-kekurangan diri. Janganlah berpikir bila kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan itu tidak dapat diatasi. Semuanya dapat diatasi dan diperbaiki. Adalah kehendak yang kuat dan karya nyata untuk mengubah diri, dan mengubah keadaan. Itu saja yang dibutuhkan......... Muni Garga menyampaikan informasi kepada Nanda bahwa putra Rohini akan membahagiakan seluruh keluarga besar Yadu, maka dia diberi nama Rama. Di kemudian hari dia akan sangat kuat sehingga akan dipanggil Balarama. Semua Dinasti Yadu akan patuh pada perintahnya maka dia juga disebut Sankarsana. Sang Muni belum membuka rahasia kepada Nanda bahwa sebetulnya Rama adalah putra Vasudeva dan Devaki, dimana janin dalam kandungan Devaki dipindahkan ke dalam kandungan Rohini. Muni Garga kemudian menyampaikan informasi kepada Nanda, bahwa anak bayi lainnya pernah mewujud dalam berbagai warna kulit dalam zaman yang berbeda. Pertama kali dia berkulit putih, kemudian merah, kuning dan saat ini hitam. Muni Garga juga menyampaikan bahwa anak tersebut semula adalah putra Vasudeva, maka dia dinamakan Vasudeva dan juga disebut Krishna. Nanti orang akan memanggilnya Vasudeva atau Krishna. Tetapi perlu diingat bahwa anak tersebut mempunyai banyak nama sesuai kegiatannya. Muni Garga juga meramalkan bahwa anak laki-laki Nanda tersbut  juga akan dipanggil Giridhari karena dia mampu mengangkat Bukit Govardhana. Anak ini sangat membahagiakan para gopi dan gopal. Dia akan sangat terkenal di Bhrindavan dia akan memberi nasib yang baik kepada Nanda. Karena kehadirannya, Nanda akan dapat mengatasi berbagai bencana. Dia akan menjadi sangat perkasa, sehingga setiap orang yang menjadi bhaktanya akan selamat dari gangguan musuh-musuhnya. Nanda sangat bersyukur atas nasehat dan ramalan tentang Rama dan Krishna. Dia merasa bahwa dirinya, istrinya dan semua orang yang tinggal di Gokula sangat beruntung dengan keberadaan kedua anak tersebut. Setelah menyampaikan nasehat tersebut Sang Muni pulang  dan menemui Vasudeva di kota menyampaikan perkembangan dari putra mereka Rama dan Krishna. Resi Sukha terdiam beberapa saat setelah menceritakan pemberian nama kepada Rama dan Krishna. Nampak rona kebahagiaan dalam raut wajah sang resi.  Parikesit berkata, "Terima kasih Guru yang telah menceritakan tentang kebahagiaan keluarga Nanda di Gokula, yang bahkan menerima anugerah melebihi Vasudeva dan Devaki, orang tua mereka sebenarnya." Resi Sukha berkata, "Benar wahai raja, akan kuteruskan kisah tentang kebahagiaan Nanda dan Yashoda." Pada suatu hari Balarama dan beberapa anak-anak gembala berkata kepada Ibu Yashoda, "Wahai bunda, Krishna selalau lapar. Dia makan di rumah dan juga di luar. Akan tetapi mengapa dia harus makan lumpur?" Yashoda menegur Krishna, "Krishna, apakah bunda tidak cukup memberimu mentega yang cukup, sehingga kau makan lumpur?" Krishna yang pada waktu tersebut berusia lima tahun berkata, "Bunda, aku bukan anak dan aku bukan orang sinting!" Krishna secara tersirat mengungkapkan jatidirinya bahwa dia adalah Yang Agung Dan Perkasa. Tetapi sangat sedikit yang memahami kata-kata Krishna ini. Krishna kemudian berkata, "Bunda, coba lihat mulut saya!" Yashoda kemudian melihat di dalam mulut Krishna dengan terpesona. Yashoda melihat seluruh alam semesta. Dia melihat lapisan-lapisan langit dan delapan penjuru angin, tujuh pulau dan tujuh samudera. Dia melihat bulan dan bintang-bintang. Dia melihat surga. Dia melihat lima elemen: tanah, air, api, udara dan ruang yang membentuk bumi. Dia melihat kelahiran alam semesta. Kemudian dia melihat Gokula dan dia melihat dirinya dalam mulut Krishna. Yashoda tergetar dan berkata, "Inilah Maya Narayana......." Krishna kecil melihat ibunya dan kemudian sang ibu berada kembali dalam keadaan maya dan melupakan penglihatannya. Yashoda telah melihat semuanya di dalam mulut Krishna, akan tetapi dia sendiri masih meragukan. Mengapa demikian? Hal tersebut disebabkan oleh keterikatan bahwa Krishna adalah putranya. Keterikatan fisik inilah yang menyebabkan adanya keraguan. Dalam bayak kehidupan Yashoda menginginkan melihat Maya Narayana. Tetapi setelah melihatnya kembali ia ragu, karena Yashoda masih terbelenggu oleh pola pikiran lamanya  bahwa Krishna adalah putranya. Kita semua masih terbelenggu oleh pola pikiran lama kita. Dalam materi program online di Svarnadvipa Institute of Integral Studies, Bapak Anand Krishna memberikan sebuah materi........ Jalan spiritual, dan penunjuk jalan yang kita peroleh dalam hidup ini adalah "hasil" dari pencarian kita sendiri. Selama entah berapa abad, berapa lama, berapa masa kehidupan, jiwa mencari terus. Akhirnya ia memperoleh apa yang dicarinya. Dan, jiwa sadar sesadar-sadarnya bila apa yang diperolehnya itu adalah hasil pencariannya. Ketika kita berhadapan dengan seorang murshid kita tidak pernah ragu. Kita langsung "jatuh hati". Keraguan muncul ketika ia mulai memandu. Karena panduannya tidak sejalan dgn pola pikir kita yang lama. Inilah yg dimaksud dlm surat Fathir ayat 42, "setelah datang seorang pemberi peringatan, mereka (malah) lari (menjauhi)." Kesalahan seperti ini telah kita lakukan dari zaman ke zaman. Apakah kita tidak diberi tanda-tanda yang tegas tentang sang pemberi peringatan? Apakah kita tidak merasakan kehangatan persahabatan kita dengannya? Kita diberi tanda-tanda yang jelas, kita melihat, kita merasakan. Tapi, pikiran tidak menerima, "itu tanda-tanda yang salah, keliru. Itu bukanlah perasaanmu yang sebenarnya. Kejarlah perasaanmu yang sebenarnya." Pikiran justru menciptakan "rasa palsu", emosi buatannya sendiri, untuk menjauhkan kita dari rasa segala rasa, sir un sirr. Kita lupa akan rasa itu, bhavana itu, dan terbawa oleh napsu, emosi rendahan untuk kembali mengejar bayang-bayang.......... Seorang murshid pernah bercerita tentang pengalamannya, "ketika aku bersama guruku, penghasilanku tidak seberapa, tapi aku bahagia, damai, ceria seperti seorang anak yang lugu, kesehatanku sekeluarga pun baik-baik. Tapi aku tidak mengapresiasi itu. Setelah aku jauh darinya, penghasilanku meningkat, aku menjadi kayaraya, tapi hilanglah kebahagiaan kedamaian keceriaan,  bahkan kesehatan. Untung aku cepat sadar kembali." Tidak semua mengalami keberuntungan seperti beliau. Tidak semua sadar, dan bertobat, membelok kembali. Karena mind dan "false emotion appearing real" (fear) ciptaannya sudah berkuasa. Kita membutuhkan entah berapa lama lagi untuk jatuh-bangun, jatuh-bangun hingga jiwa muak dan mencari kembali, hanya untuk mengulangi kesalahannya lagi.......... Sedemikian kuatnya pikiran kita. Tidak mau disalahkan. Pikiran kita menciptakan ilusi, "ini ujian Tuhan, ini permainan Murshid". Padahal turun dari kereta adalah  kemauan pikiran. Kemudian jalan-jalan di setasiun pun keinginan dia. Kenikmatan yang diperolehnya adalah perasaan buatannya juga yang masih memiliki sarang di otak kita. Qur'an sudah jelas sekali bahwa Allah tidak bertanggungjawab atas seluruh kejadian itu. Kita sendiri yang bertanggungjawab. Betul, tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang dalam pengertian duniawi. Bedanya hanya satu, ada yang minum teh di dalam kereta dan sedang menuju tujuan. Ada yang minum teh di peron. Dua-duanya sedang menikmati teh. Bahkan yang ada di peron malah tampak sangat aktif. Mundar-mandir, belanja, jalan-jalan. Yang berada di dalam kereta tampak tidak berbuat apa-apa, padahal ia sedang lari dengan kecepatan kereta. Ia telah berserah diri pada Sang Pengemudi kereta itu. Setiap detik dalam hidupku aku bersyukur, wahai Gurudev, Murshid, Beloved Krishna, syukran aku mendapatkan tempat di dalam kereta-Mu.Doaku hanya satu, berilah aku kekuatan untuk tidak tergoda oleh tawaran-tawaran para pedagang di setiap setasiun. Mereka menghendaki aku turun untuk belanja. Mereka merayuku, "ah keretanya masih nunggu lama, turun dulu, makan dulu, nanti naik lagi."....... Demikian nasehat bapak Anand Krishna, agar kita tetap berada dalam perjalanan menuju Tuhan dan tidak tergoda pada dunia ciptaan Tuhan. Sayang ada beberapa oknum yang tidak suka dengan pandangan-pandangan beliau dan berusaha mendiskreditkan namanya. Silakan lihat....... http://www.freeanandkrishna.com/in/ Raja Parikesit tertegun mendengar kisah Resi Sukha, dia teringat bahwa di awal perang Bharatayuda kakek Arjuna yang melihat wujud asli Sri Krishna dan kemudian tunduk dan taat kepada Sri Krishna. Kakek Arjuna kemudian sadar bahwa dirinya hanyalah alat Sri Krishna untuk menghancurkan adharma. Kakek Arjuna kemudian tidak ragu-ragu berperang melawan kerabatnya yang tergabung dalam koalisi Korawa. Adalah keinginan Sri Krishna menjadikan dirinya alat, tanpa dirinya pun Sri Krishna bisa menyelesaikan sendiri. Semuanya hanya ilusi, maya. Parikesit kemudian berkata, "Guru, sesungguhnya Nanda dan Yashoda bahkan jauh lebih beruntung dibandingkan Vasudeva dan Devaki. Brahma pun hanya hanya menyanyikan lagu pujian bersama Narayana. Akan tetapi sepasang gembala tersebut memiliki-Nya. Yashoda adalah wanita yang paling beruntung karena pernah menyusui Narayana. Wahai Guru, bagaimana Narayana sampai memilih kedua pasangan tersebut untuk menerima anugerah agung tersebut?" Resi Sukha berkata, "Aku akan bercerita tentang Vasu Drona, yang agar dibedakan dengan Dronacharya, Pandita Drona, guru para Pandawa dan Korawa. Vasu adalah dewa yang mewakili unsur alam. Dalam kehidupan sebelumnya, Nanda adalah Vasu terbaik dengan pasangannya Dhara yang merupakan kehidupan sebelumnya dari Yashoda. Pada Gunung Gandhamadana, dekat ashram Resi Gautama, di tepi Sungai Suprabha, Drona dan Dhara bertapa ribuan tahun agar dapat melihat langsung wajah Narayana. Ketika tapa mereka belum membuahkan hasil, mereka memutuskan untuk masuk telaga api pembakaran. Kemudian terdengar suara, "Wahai, Vasu terbaik! Dalam kehidupan berikutmu di atas bumi, kalian akan melihat Narayana dimana para Yogi pun tak dapat melihat-Nya, dimana pikiran para filsuf tak dapat mencapai-Nya, dimana Brahma dan para dewa menghormati-Nya. Ia akan menjadi anak kalian." Mendengar suara tersebut, Drona dan Dhara membatalkan maksudnya masuk ke dalam api dan dengan bahagia pulang ke rumah. Dalam kehidupan berikutnya mereka lahir sebagai Nanda dan Yashoda." Raja Parikesit sangat bersyukur atas penjelasan Resi Sukha dan kembali berkata, "Wahai Guru, kami pernah mendengar dari Guru bahwa dikehidupan sebelumnya Vasudeva dan Devaki adalah Resi Kasyapa Yang Agung dan Dewi Aditi, kemudian siapakah Rohini, wanita yang beruntung melahirkan Balarama?" Resi Sukha melanjutkan kisahnya, "Pada suatu hari Dewi Aditi, ibu para dewa mengirimkan pesan kepada Resi Kasyapa agar segera datang kepadanya. Dewi Aditi menunggu sang suami dan memperkirakan sang suami berada dalam perjalanan menuju rumahnya. Kemudian Dewi Aditi mendengar bahwa Resi Kasyapa masih bersama Dewi Kadru, istri Resi Kasyapa yang lain, ibu para ular, dan belum segera menemuinya. Karena kecewa Dewi Aditi mengutuk Dewi Kadru bahwa Dewi Kadru tidak punya hak hidup di Kahyangan. Dia akan dilahirkan dalam kandungan manusia di bumi. Mendengar kutukan kepadanya lewat seorang utusan, Dewi Kadru balas mengutuk bahwa Dewi Aditi juga harus berada dalam kandungan manusia dan hidup di bumi sehingga mengalami usia tua dan mati. Resi Kasyapa berkata bahwa kala Dewi Kadru berada di bumi, dia  juga pergi mengikutinya dan berpesan bahwa Dewi Kadru tidak perlu menangis, karena dia akan melihat dan berbicara langsung dengan Narayana. Setelah berbicara demikian Resi Kasyapa ke rumah Dewi Aditi. Resi Kasyapa dapat membahagiakan Dewi Aditi sehingga nantinya lahir Dewa Indra, raja para dewa. Dalam kehidupan di bumi, Dewi Aditi menjadi Devaki, Dewi Kadru menjadi Rohini dan Resi Kasyapa menjadi Vasudeva ayah dari Krishna.........

Untuk Kebahagiaan Sejati, Ikuti Program Online Spiritual Trasnpersonal Psychology http://oeschool.org/e-learning/

Situs artikel terkait http://www.oneearthmedia.net/ind/ http://triwidodo.wordpress.com http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo http://www.kompasiana.com/triwidodo http://twitter.com/#!/triwidodo3 Agustus 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun