Mohon tunggu...
Tri Wibowo
Tri Wibowo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Amatir

Contac IG: wibowotri_ email: the_three_3wb@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Marah-marah dan Etika Kebijakan Publik (Menanggapi Marahnya Tri Rismaharini)

5 Oktober 2021   11:38 Diperbarui: 5 Oktober 2021   11:42 2529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Kompas[dot]com

Penulis sangat berterimakasih dengan marah-marahnya Menteri Sosial kita, Ibu Tri Rismaharini yang belakangan viral saat di Gurontalo. Mengapa demikian...? 

Karena prilaku yang Ibu Risma tunjukan adalah bagian dari mata kuliah saat penulis mengenyam pendidikan S1 jurusan Administrasi Negara (FISIP Universitas Tanjungpura) dengan mata kuliah Etika Kebijakan Publik. 

Secara tidak langsung penulis sedikit bernostalgia dengan mata kuliah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa "prilaku" pun telah ada kajian teoritis nya bagaimana dan apakah hal tersebut efektif untuk mendukung goal sesungguhnya yakni terwujudnya good governance atau pelayanan publik yang maksimal. 

Memang profesi penulis saat ini hanyalah sebagai karyawan swasta disalah satu perusahaan, bukan seorang akademisi, politisi, atau analis. Namun sebagai alumni perguruan tinggi, penulis akan sedikit mencoba memberikan tanggapan terkait gaya, atau prilaku, yang berkaitan dengan etika yang sering kali ditunjukan didepan publik dan publik menganggap hal tersebut bukanlah prilaku yang pantas.

Dalam tulisan ini penulis mencoba kembali menyampaikan sisa-sisa ingatan saat materi ini dibahas dibangku kuliah dulu, mungkin pembahasannya tidak sedetail dengan teori-teori yang dikemukakan oleh para pakar kebijakan publik, namun lebih kepada rangkuman terkait hubungan dan analisa terkait dengan masalah yang masih hangat dibicarakan di media massa.

MAKNA ETIKA

Secara definisi kita bisa memahami bahwa etika merupakan ilmu tentang baik atau buruknya prilaku, hak dan kewajiban moral, sekumpulan asa atau nilai-nilai yang berkaitan dengan akhlak, nilai mengenai benar atau salah perbuatan atau prilaku yang dianut oleh masyarakat. 

Pada dasarnya etika membahas terkait tingkah laku manusia bagaimana manusia memiliki faktor X dan Y dalan dirinya dan etika adalah tindak lanjut dari pemahaman makna filsafat yang akan mempengaruhi cara berfikir dan cara bertindak seseorang.

ETIKA DALAM KEBIJAKAN PUBLIK

Jelas apabila keduanya dihubungkan akan menjadi sebuah kajian yang membahas lebih fokus permasalahan-permasalahan dalam terciptanya good governance, atau terimplementasinya pelayanan publik yang akan menghasilkan kebijakan yang diharapkan tepat sasaran. 

Dalam pembahasan kebijakan publik yang beretika, kita akan menghasilkan komunitas yang memiliki budaya produktif. Komunitas tersebut adalah organisasi publik, instansi publik, yang didalamnya tidak serta merta menjadi organisasi excellent tanpa adanya personal yang excellent. 

Organisasi publik itu lahir dari implementor ada individu-individu yang merepresentasikan organisasi itu sendiri, hidup atau matinya organisasi adalah tergantung individu-individu didalamnya. 

Begitu pula dengan baik atau buruknya pelayanan publik, akar masalahnya adalah personal-personal yang berinteraksi dengan etika dalam hal kebijakan publik.

Namun bukan berarti serta merta kita dapat melakukan vonis bahwa apa yang dilakukan Ibu Risma adalah hal yang tidak beretika. Mengingat, bisa saja hal tersebut adalah suatu respon terkait dari dampak buruk etika yang selama ini ada dalam lembaga yang iya pimpin, termasuk garis-garis hirarki kebijakan yang menjadi sorotan saat ini.

Etika harus kita definisikan secara menyeluruh, bukan berarti suara keras kita ambil kesimbulan bahwa itu tidak beretika. Atau yang bersuara lembut kita asumsikan bahwa iya adalah personal yang beretika. 

Ingat, bahwa etika adalah prilaku, tingkah laku, dengan kata lain sebagai contoh prilaku korup adalah suatu bentuk etika yang buruk, walau dia tak bersuara keras. 

TRADISI "MARAH-MARAH"

Selanjutnya dalam pembahasan ini, bukan berarti juga bahwa tradisi "marah-marah" akan kita anggap sebagai hal yang lumrah, atau hal tersebut seolah menjadi parameter suksesnya seorang leader dalam memimpin organisasinya. 

Sifat emosional adalah pembawaan pribadi yang cendrung dinamis, namun apabila pemempatan sifat emosional tidak tepat sasaran, iya akan mencedrai prilaku kita dalam organisasi. 

Disini makna pemahaman tertinggi dalam etika bisa teruji, bagaimana seseorang dapat mengkolaborasikan emotional quetion dan intelektual quetion nya sehingga bisa menjadi individu yang memahami hakikat jabatan mereka sebagai pelayan publik. 

Jangan sampai publik menilai atau mengambil kesimpulan bahwa "marah-marah" adalah tindak lanjut dari masalah yang ada, atau organisasi publik baru berubah kalau ada orang yang bisa "marah-marah". 

Yang perlu diingat adalah tidak ada pelayanan publik yang dilakukan dengan "marah-marah", karena pelayanan publik identik dengan keramahtamahan, efektifitas dan efisiensi yang melekat erat dalam tujuan good governance. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun