1. Pemilik Harta Pusaka: Pemilik harta pusaka adalah orang yang memiliki harta tersebut, biasanya adalah ibu atau wanita yang merupakan pemimpin keluarga matrilineal. Harta pusaka ini bisa berupa tanah, perhiasan, uang, atau barang berharga lainnya yang dimiliki oleh keluarga.
2. Pewaris Utama: Anak perempuan dalam keluarga adalah pewaris utama harta pusaka. Artinya, mereka akan mewarisi harta pusaka dari ibu mereka. Jadi, jika seorang ibu memiliki harta pusaka, anak perempuannya adalah orang yang akan menerima warisan tersebut.
3. Pemindahan Harta Pusaka: Ketika seorang pemilik harta pusaka meninggal dunia, harta tersebut akan dialihkan kepada pewaris utama, yaitu anak perempuannya. Ini bisa melibatkan proses formal seperti upacara adat atau kesepakatan keluarga. Proses ini bertujuan untuk memastikan bahwa harta pusaka itu tetap dalam keluarga matrilineal.
4. Pemanfaatan Harta Pusaka: Setelah menerima harta pusaka, pewaris utama dapat menggunakannya sesuai kebutuhan keluarga atau tradisi adat. Mereka bisa mengelola tanah, memakai perhiasan, atau menggunakan harta tersebut sesuai dengan kebijakan adat.
5. Pewarisan ke Generasi Selanjutnya: Ketika pewaris utama yang menerima harta pusaka tersebut memiliki anak perempuan, mereka juga akan mewariskan harta tersebut kepada anak perempuan mereka ketika mereka meninggal. Proses ini berlanjut dari generasi ke generasi melalui jalur ibu.
Prinsip utama dalam kewarisan harta pusaka di Minangkabau adalah menjaga agar harta keluarga tetap dalam lingkaran keluarga matrilineal dan diwariskan dari ibu ke anak perempuan. Hal ini mencerminkan nilai-nilai kesetaraan gender dan pentingnya peran wanita dalam budaya Minangkabau. Meskipun ada pengaruh modernisasi, prinsip ini masih dijaga dan dihormati sebagai bagian penting dari identitas budaya mereka.
Dalam budaya Minangkabau, sistem kewarisan yang paling umum dan tradisional adalah sistem matrilineal. Ini berarti bahwa harta dan warisan diwariskan melalui jalur ibu. Namun, ada beberapa keluarga di Minangkabau yang mungkin menerapkan sistem patrilineal, yang berarti warisan diwariskan melalui jalur ayah. Namun, penting untuk diingat bahwa sistem patrilineal bukan prinsip utama dalam budaya Minangkabau dan jauh lebih jarang ditemui dibandingkan sistem matrilineal.
Sistem patrilineal adalah kebalikan dari sistem matrilineal. Dalam sistem patrilineal, harta dan warisan diwariskan melalui jalur ayah, sehingga anak-anak mewarisi harta dari ayah mereka. Ini berbeda dengan sistem matrilineal di mana warisan diwariskan melalui jalur ibu.
Meskipun sistem matrilineal lebih umum dan menjadi ciri khas budaya Minangkabau, beberapa keluarga mungkin memilih atau mengadopsi sistem patrilineal karena alasan tertentu, seperti pengaruh modernisasi atau perubahan dalam nilai-nilai keluarga. Namun, prinsip utama dalam budaya Minangkabau tetap berpusat pada sistem matrilineal, di mana harta dan warisan diwariskan melalui jalur ibu, dan ini menjadi ciri khas yang sangat penting dalam budaya mereka.Â
Dalam adat Minangkabau, harta warisan dapat dibedakan menjadi dua jenis utama:
1. Harta Pusaka (Harta Keluarga): Harta pusaka adalah jenis harta warisan yang sangat penting dalam budaya Minangkabau. Harta ini diwariskan melalui jalur ibu (sistem matrilineal). Ini berarti bahwa harta pusaka diwariskan dari ibu kepada anak perempuan dan anak laki-laki melalui jalur ibu. Harta pusaka ini bisa berupa tanah, perhiasan, uang, barang berharga, atau aset lainnya yang dimiliki oleh keluarga. Pemilik harta pusaka biasanya adalah ibu atau wanita yang menjadi pemimpin keluarga matrilineal. Harta pusaka ini harus dijaga dan dilestarikan dalam keluarga untuk generasi yang akan datang.