Mohon tunggu...
Tri Sukmono Joko PBS
Tri Sukmono Joko PBS Mohon Tunggu... Dosen - Tenaga Pengajar

Hobi membaca, senang menjadi narasumber di Bidang Manajemen Risiko

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Korupsi dan Kesesatan Berpikir

14 Juni 2024   11:05 Diperbarui: 14 Juni 2024   11:05 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Memperhatikan berbagai kasus korupsi yang kian marak di Republik tercinta ini, dari yang mulai kelas dunia korupsi dana ratusan trilyun rupiah dalam pengelolaan pertambangan timah sampai dengan korupsi recehan seperti dana Program Indonesia Pintar yang diberikan kepada siswa Sekolah Dasar sampai dengan mahasiswa di perguruan tinggi. 

Korupsi sepertinya sudah menjadi hal yang lumrah barangkali membudaya atau boleh jadi bukan cuma membudaya tetapi sudah menjadi kebutuhan atau kecanduan seperti halnya kecanduan narkoba, kalau tidak korupsi sepertinya sebagian dari bangsa ini menjadi sakau. Bahkan para pelaku koruptor ini dengan tanpa beban menggunakan uang hasil korupsinya untuk beribadah haji, membangun tempat ibadah, menyantuni fakir miskin, dan memberi makan keluarga, mereka para pelaku korupsi ini berkata ini semua berasal dari Allah sebagai rezeki. 

Saya kira ada yang keliru atau salah dalam pikiran para pelaku korupsi, bahkan ada di dalam persidangan terdakwa korupsi merasa telah berjasa kepada negara dengan menghasilkan pendapatan negara ratusan milyar rupiah, ya memang ada jasanya tetapi apakah jasa itu lebih besar atau lebih kecil dari dana yang dikorupsinya.

Dalam perbuatannya korupsi dapat dibedakan atas:

Penyalahgunaan wewenang

Penyalahgunaan dana biasa dilakukan oleh para kepala daerah, kepala dinas, sekretariat dewan daerah, PPK, PPTK,  dan kepala bidang. Kepala daerah menyalahgunakan dana atau anggaran karena telah berjanji kepada tim sukses atau kepada masyarakat ketika pemilihan kepala daerah, misalnya kalau dia menang semua warga akan diberangkatkan ibadah umrah akibatnya dana daerah tersedot untuk biaya perjalanan umrah dan program-program prioritas lain menjadi terhambat karena dananya dialihkan.

Penyalahgunaan dalam Tata kelola administrasi

Beberapa sekretariat dewan daerah melakukan korupsi dengan memanipulasi perjalanan dinas dengan membuat bukti-bukti palsu perjalanan dinas dan sayangnya lagi perbuatan ini juga melibatkan para anggota dewan yang dipilih oleh rakyat di daerah. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) juga melakukan korupsi dengan dalih perintah pimpinan atau perintah menteri sehingga menunjuk langsung rekanan dan tidak dilelang padahal nilai pekerjaan ratusan milyar rupiah bahkan trilyun rupiah. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan  (PPTK) melakukan perbuatan korupsi melalui antara lain bukti perjalanan dinas palsu, pemilihan rekanan kegiatan seperti hotel dengan meminta imbalan dari pihak marketting hotel.

Perbuatan Nepotisme dan Kolusi

Kepala Dinas dan Kepala Bidang melakukan korupsi dengan meminta komitmen fee kepada PPK dan PPTK. Beberapa kepala daerah melakukan korupsi dengan melakukan nepotisme mengangkat anak dan ponakan menduduki jabatan-jabatan strategis daerah dan yang paling favorit mendudukan sanak famili pada dinas pendapatan daerah, bagi yang bukan kerabat atau tim sukses jabatan harus dibeli atau perjanjian komitmen yang akan menguntungkan kepala daerah.  

Semua hal yang disebutkan di atas tidak lagi menjadi informasi yang rahasia semua orang sudah mengetahui atau sudah menjadi rahasia umum. Bahkan pembicaraan itu menjadi hal yang dirasa bukan aib. Karena telah menjadi rahasia umum dan dirasa bukan aib, para pelaku korupsi bisa dengan bebas melenggang menikmati hidup, bahkan setelah menjalani hukuman pidana para pelaku korupsi ini masih bisa tertawa lebar karena mendapat penjara yang nyaman, kekayaan sisa hasil korupsi yang masih tersisa cukup banyak, anak-anak mereka pun masih bisa bersekolah di sekolah-sekolah elite, yang ternyata memang di sekolah itu juga berkumpul banyak anak-anak dari para pelaku korupsi.

Pertanyaan besarnya adalah apa yang menyebabkan para pelaku koruptor itu bisa dengan tenang dan nyaman melakukan perbuatan mereka? Berikut beberapa hipotesis bisa dikemukakan untuk menjawab pertanyaan tersebut:

Kegagalan pendidikan

Maraknya korupsi boleh dibilang merupakan kegagalan pendidikan di republik ini, pendidikan di negara ini telah berprestasi menghasilkan banyak lulusan yang cerdas bertitel sarjana, magister, dan doktor namun tidak berhasil dalam pembangunan karakter baik pada peserta didik. Para pendidik yakni guru dan dosen gagal mentrasfer nilai-nilai etika moral kepada siswa dan mahasiswa, kegagalan itu sebenarnya tidak berfokus pada masalah transfer pengetahuan tetapi tidak adanya keteladanan yang diberikan oleh para pendidik. Para pendidik disibukan dengan dengan tugas-tugas administrasi dan formalitas dan tidak sempat memberikan teladan. Selain dari guru dan dosen kegagalan pendidikan pun dilakukan oleh para orang tua yang telah mendidik anaknya korupsi dan kolusi dengan sadar seperti untuk memasukan anaknya ke sekolah favorit atau unggulan dilakukan dengan cara membayar kepada oknum di sekolah atau memasukan anaknya kedalam kartu keluarga orang lain yang letaknya berada dalam zona layanan penerimaan sekolah unggulan yang menjadi incarannya. Perbuatan seperti ini merupakan pendidikan korupsi karena hal itu akan tertanam dalam pikiran bawah sadar anak, dan ketika mereka dewas berkerier dalam pekerjaan ketika menginginkan posisi jabatan tertentu akan diselesaikan dengan memberikan uang kepada orang yang bisa mendudukan dalam jabatan yang diincarnya. Inilah hasil kegagalan pendidikan.

Kegagalan pendidikan lainnya adalah kegagalan dalam penyusunan kurikulum, yang mana kurikulum kita saat ini tidak diisi oleh semangat nilai Pancasila tetapi diisi oleh semangat ideologi liberalisme dan individualisme, sehingga yang diajarkan kepada siswa terkait ekonomi adalah ekonomi kapitalisme yang mengukur semua keberhasilan dari sisi dan peran ekonomi, yakni berapa harta yang dikumpulkan dan seberapa tinggi jabatan yang diperoleh.

Kegagalan Sistem Pengendalian

Perbuatan korupsi terjadi karena sistem pengendalian yang lemah atau sengaja memang dibangun secara lemah. Sehingga para pelaku korupsi dapat dengan leluasa melakukan perbuatannya, bahkan setelah dihukum pidana pun mereka akan dengan santai karena sistem pengendalian dibidang penegakkan hukum pun telah dibuatnya lemah. Bagaimana  sistem pengendalian tidak lemah karena para pelaku korupsi juga merupakan orang yang memang membuat kebijakan dan aturan, sehingga produk-produk aturan yang ada adalah yang memungkinkan orang berbuat korupsi.

Kegagalan Hukum

Kegagalan Hukum, terutama dibidang penegakkan hukum, karena dunia hukum di negara republik ini masih bisa dipermainkan oleh mafia hukum, masih banyak oknum-oknum hukum yang memperjual belikan atau menukar integritas mereka dengan imbalan harta, pangkat dan jabatan.

Pengabaian etika sosial

Para koruptor masih bisa hidup tenang di republik ini antara lain disebabkan etika sosial sebagai nilai dan norma tertinggi di atas peraturan hukum tidak berfungsi. Masyarakat tidak lagi memberikan sanksi sosial berupa pengucilan atau pemutusan hubungan kepada pihak para pelaku korupsi dan keluarganya, bahkan sekarang dikembangkan sikap toleransi khususnya kepada anak dan keluarga pelaku korupsi, dengan mengatakan "kasihan anak dan istrinya kan tidak tahu apa-apa harus dijaga agar tidak merusak mentalnya". Dengan dikembangkannya sikap seperti itu para koruptor tidak akan mengkhawatirkan keluarganya karena keluarganya akan tetap aman ketika dia ditangkap atau menjalani hukuman.

Keempat hipotesis di atas sebenarnya tanpa diuji secara ilmiah pun sudah terbentang bukti-bukti dihadapan masyarakat memang seperti itulah kondisinya. Hanya yang menjadi tanda tanya besar bagi para pemikir (filosof), budayawan, dan para pendidik adalah 'dari mana kita akan memulai perbaikan atas kesesatan berpikir bangsa ini?' Boleh jadi kita akan memulai berpikir secara radikal agar kita bisa dengan tuntas bisa membongkar sampai akar-akarnya dan tanpa toleransi karena banyaknya toleransi seringkali melemahkan dan merusak tatanan sosial yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun