Saya Generasi Unggul Kebanggaan Indonesia
Pembelajar Perubahan, Penakluk Peradaban
Tristania Faisa Adam
“Hidup itu kejam untuk mereka yang berdiam. Sebab itu, bergeraklah dan jadilah unggul untuk hari-hari yang gemilang.”
Menjadi unggul bukan perkara mudah. Hal ini dikarenakan semua orang menginginkannya. Selain itu, dengan adanya rintangan peradaban modern seperti learning loss akibat pandemi Covid-19 sampai cap generasi rebahan membuat optimistis Indonesia Emas 2045 terkikis perlahan-lahan. Meski begitu, tidak ada yang tidak mungkin terjadi jika hal tersebut terus diusahakan.
Unggul erat kaitannya dengan menjadi yang terbaik di antara yang baik. Benjamin Franklin, Bapak Pendiri Amerika Serikat, menyampaikan bahwa “When you're finished changing, you're finished.” Ini artinya, untuk menjadi sosok yang unggul, kita harus bisa hidup dalam perubahan dengan terus mempelajari masa lalu, memperjuangkan masa sekarang, dan menyiapkan masa depan.
Berbicara mengenai hal-hal yang telah saya lakukan untuk menjadi pribadi yang unggul, tentu tidak terlepas dari prinsip saya mengenai pembelajaran perubahan. Selain itu, untuk menjadi unggul, saya juga berusaha seoptimal mungkin mengaplikasikan karakter-karakter yang menjadi titik fokus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dalam Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yaitu karakter religiusitas, nasionalisme, kemandirian, gotong-royong, dan integritas dalam diri saya.
Menjadi pejuang kehidupan yang tumbuh di desa pinggiran membuat saya terbiasa dengan sikap gotong-royong antar sesama. Berkat sikap gotong royong itu pula saya akhirnya bisa menoleransi keterbatasan yang ada. Meskipun begitu, saya bertekad untuk tidak lengah dan tidak menyerah dengan keadan yang ada. Saya ingin membuktikan bahwa si anak perempuan sulung dari keluarga sederhana ini juga bisa meraih mimpinya.
Berangkat dari desa pinggiran yang membuat proses belajar saya penuh keterbatasan menyadarkan saya bahwa berani mencoba adalah kunci utama. Saya juga berprinsip bahwa hidup ini memang untuk belajar kapan pun dan di mana pun kita berada. Oleh karena itu, sejak menginjak Sekolah Dasar, saya sudah mulai melatih kemampuan saya untuk bekerjasama bersama orang lain dengan menjadi aktivis hak anak dan perempuan lewat organisasi binaan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI bernama Forum Anak.
Selama kurang lebih tujuh tahun saya berproses bersama Forum Anak sampai akhirnya diamanahkan untuk menjadi Ketua Forum Anak Nasional 2019-2021, saya mendapat berbagai pengalaman berharga. Salah satu pengalaman paling mengesankan untuk saya adalah ketika saya bersama teman-teman Forum Anak melakukan trauma healing di Kabupaten Pacitan pada tahun 2017 selepas banjir akibat siklon tropis Cempaka.
Melihat anak-anak yang masih tetap tersenyum walaupun kehilangan harta, benda, dan keluarga membuat saya sadar bahwa saya harus tetap bersyukur apapun yang terjadi. Lewat Forum Anak saya juga jadi mengerti arti bermakna dan berbagi. Karena sejatinya, bahagia itu bukan hanya tentang siapa yang menang, tetapi tentang hadirnya senyuman di wajah orang lain akibat apa yang kita lakukan.