Mohon tunggu...
Tristan Ahnaf Wiraatmaja
Tristan Ahnaf Wiraatmaja Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Programmer

Main bola

Selanjutnya

Tutup

Politik

Post-truth dan Kebebasan Informasi Sebagai Polemik Sila kedua

25 September 2024   22:06 Diperbarui: 26 September 2024   22:12 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber: Spongebob Movie

Belakangan ini, istilah "Post-truth" semakin sering digunakan dalam dunia digital. Istilah ini merujuk pada fenomena di mana informasi yang tersebar di masyarakat bercampur antara fakta dan hoaks. Fenomena post-truth  sering kali dipicu oleh oknum yang sengaja memanipulasi opini publik atau melalui rumor yang menyebar di masyarakat. Dalam era post-truth, emosi dan keyakinan pribadi sering kali lebih berpengaruh dalam membentuk opini publik dibandingkan dengan fakta objektif.

Apa itu Post-truth?

Menurut Ralph Keyes dalam bukunya The Post-Truth Era (2021), 

"Truthiness mengacu kepada sesuatu yang seolah-olah benar, padahal tidak benar sama sekali," 

Fenomena ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari, seperti ketika seorang murid datang ke sekolah dengan berjalan kaki meskipun jaraknya jauh. Hal ini sering kali memicu spekulasi di kalangan murid lainnya, yang kemudian berkembang menjadi opini dan rumor, baik yang positif maupun negatif. Ini adalah contoh sederhana bagaimana post-truth dapat tercipta dan menyebar di masyarakat.

Contoh lain dapat ditemukan dalam episode "The Krabby Kronicle" dari serial Spongebob Movie. Dalam episode ini, Tuan Krab sebagai penyebar post-truth, membuat berita karangan berupa rumor tentang aktivitas warga Bikini Bottom. Misalnya, Patrick yang awalnya hanya berniat menunggu bus, justru diberitakan dalam surat kabar bahwa ia menikahi tiang pemberhentian bus.

 sumber: Spongebob Movie
 sumber: Spongebob Movie

Dampak di Lingkungan Masyarakat

Post-truth, meskipun alurnya yang sederhana, namun memiliki dampak yang signifikan. Terutama karena post-truth yang tersebar cenderung mengabarkan hal-hal negatif, sehingga dapat merugikan pihak yang menjadi sasaran. Ketika dikendalikan oleh individu atau kelompok tertentu, post-truth dapat menjadi senjata psikologis yang kuat dalam media sosial.

Menurut Oxford Dictionaries, 

"Post-truth adalah kondisi di mana fakta tidak terlalu berpengaruh terhadap pembentukan opini masyarakat dibandingkan dengan emosi dan keyakinan personal." 

Istilah ini sering dijumpai di Indonesia, terutama pada penyelenggaraan pemilu. Metode post-truth dianggap berpotensi dan kerap dimanfaatkan untuk menggiring opini publik. Rumor-rumor terkait kehidupan masa lalu pasangan calon (paslon), serta serangkaian aktivitas keseharian yang dilakukan paslon, sering digunakan sebagai media penjatuhan dan kampanye hitam selama pemilu.

Sumber: Koleksi Penulis
Sumber: Koleksi Penulis

Sebuah Masalah Sila kedua?

Sila Kedua Pancasila menekankan pentingnya kemanusiaan yang adil dan beradab. Namun, di era post-truth, nilai-nilai ini sering kali terabaikan. Penyebaran informasi yang tidak akurat atau menyesatkan dapat memicu ketidakadilan dan perilaku tidak beradab. Misalnya, hoaks yang menyebar di media sosial dapat memicu kebencian dan diskriminasi terhadap kelompok tertentu, yang jelas bertentangan dengan prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab.

Sementara itu kebebasan informasi adalah hak fundamental dalam demokrasi. Namun, kebebasan ini juga membawa risiko penyalahgunaan. Di era post-truth, kebebasan informasi sering kali dimanfaatkan untuk menyebarkan disinformasi dan propaganda. Ini menimbulkan tantangan besar bagi upaya menjaga keadilan dalam masyarakat. 

Adakah Solusinya Sebagai Masyarakat?

Untuk mengatasi polemik ini, diperlukan upaya kolektif dari berbagai pihak. Edukasi literasi digital menjadi kunci untuk membantu masyarakat mengenali dan memverifikasi informasi yang mereka terima. Selain itu, regulasi yang lebih ketat terhadap penyebaran hoaks dan disinformasi juga diperlukan untuk melindungi nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.

Di tengah tantangan era post-truth, kita harus tetap berpegang pada nilai-nilai Pancasila dan berupaya menjaga keadilan dan peradaban dalam setiap aspek kehidupan.

Sumber Artikel

(1) Mengenal Post-Truth dan Perkembangannya di Era Digital. https://kumparan.com/s-heru/mengenal-post-truth-dan-perkembangannya-di-era-digital-20n9nJ2Dk8x.
(2) MERETAS MAKNA POST-TRUTH: ANALISIS KONTEKSTUAL HOAKS, EMOSI SOSIAL, DAN .... https://media.neliti.com/media/publications/344807-meretas-makna-post-truth-analisis-kontek-76a21b74.pdf.
(3) Memahami Era Pascakebenaran (Post-Truth) - Kompaspedia. https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/memahami-era-pascakebenaran-post-truth.
(4) Polemik Sila Kedua di Era Post-truth dan Kebebasan Informasi - Kompasiana. https://www.kompasiana.com/akun75713/66f1946aed641521ff744282/polemik-sila-kedua-di-era-post-truth-dan-kebebasan-informasi.
(5) Polemik Sila Kedua di Era Post-truth dan Kebebasan Informasi - Kompasiana. https://www.kompasiana.com/jokowalidin6173/66f15c56ed6415547376dfd2/polemik-sila-kedua-di-era-post-truth-dan-kebebasan-informasi.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun