Sudah banyak ulasan mengenai karya trilogi itu. Namun yang paling menarik bagi saya, adalah pengantar yang ditulis Paus sendiri dalam jilid pertama. Baginya, buku yang ia tulis merupakan "pencarian personal dalam usaha menemukan wajah Tuhan (Mzm 27:8)" dan "bukan ajaran resmi Gereja". Karena itu, tulis Paus, "setiap orang boleh membantah saya. Saya hanya memohon agar pembaca memberi simpati, yang merupakan prasyarat saling memahami." Sejauh saya tahu, ini buku pertama yang ditulis seorang Paus tanpa harus "berlindung" di balik wibawa magisterium!
Dan jika dibaca secara teliti, kaya Paus itu, sebenarnya, merupakan sisi lain untuk menjawab pertanyaan dasar Kung. Jika Kung mengambil semacam detour lewat pergumulan kiwari dan dialog antar-agama, Ratzinger menggali khasanah khas kekristenan yang sangat luas untuk memahami karya penebusan Allah dalam diri Yesus Kristus. Persis itulah wajah ganda Gereja yang kini kita warisi dan hidupi pasca-Ratzinger dan Kung.Â
Sementara untuk Ratzinger sendiri, kini ia sudah memasuki keabadian bersama Allah yang sangat dikasihi dan setia dilayani olehnya. Beristirahatlah dalam kekekalan, Paus Emiritus Benediktus XVI. Doakanlah umatmu yang masih harus berziarah di dunia ini.
Pernah dimuat di Majalah HIDUP, 8 Mei 2021
(https://www.hidupkatolik.com/2021/05/18/53795/hans-kung-ratzinger-dan-kita.php)
Diperbarui dengan catatan terakhir mengenai wafatnya Paus Emiritus Benediktus XVI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H