Kedua, Lukas "memakai" Kaisar Agustus sebagai alat dalam rencana penebusan Allah. Di sini kita bertemu dengan ironi-ganda Lukas. Pada satu sisi, Kaisar Agustus dikenal orang Romawi sebagai "pembawa damai" sehingga ada altar yang didirikan untuk menghormatinya (Ara Pacis Augustae); dan, pada sisi lainnya, hari kelahiran Agustus (23 September) dipakai sebagai awal tahun di banyak kota pada zaman Lukas, dan dikenal sebagai penghormatan pada Agustus, "penyelamat seluruh dunia"!
Jika dilihat dari kerangka seperti itu, maka kisah Lukas memiliki dimensi "subversif" yang maknanya melebihi dari sekadar kisah Natal yang sudah lama kita kenal tentang malaikat yang datang mewartakan kabar gembira kepada para gembala. Pewartaan Lukas lebih dari sekadar informasi historis (yang ternyata meleset), tetapi suatu pewartaan iman: bukan Kaisar Agustus yang layak disebut sebagai "penyelamat", melainkan Yesus!
Hal itu ditegaskan lewat pemberitaan malaikat kepada para gembala. Lukas melukiskannya dengan cara yang agung, yang menurut Brown meniru model pengumuman kerajaan dan disusul oleh kehadiran "sejumlah besar bala tentara surga" (Luk 2:13). Ini unsur yang sama sekali baru, jika kita mengingat pemberitaan-pemberitaan malaikat sebelumnya, baik saat mendatangi Yusuf lewat mimpi-mimpinya dalam Matius, maupun saat menjumpai Elisabet, Zakharia, dan Maria. Sebab kedatangan malaikat kali ini bukan lagi pemberitahuan tentang rencana kedatangan Sang Mesias, melainkan proklamasi bahwa Sang Mesias sudah datang "hari ini".
Malah proklamasi itu bukan sekadar Mesias (Yunani: Kristus), tetapi sekaligus Tuhan (Yunani: Kyrios; Lk 2:11). Betapa subversifnya warta Natal, kan?
Selamat Natal.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI